Minimalkan Potensi Kekisruhan Saat Penyaluran Bantuan Kuota Internet
Penyaluran bantuan kuota internet belum terealisasi. Hingga sekarang, mekanisme pendistribusian dan perikatan dengan operator telekomunikasi seluler belum terjadi.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi bantuan kuota internet diharapkan berdasarkan data nomor telepon seluler yang sudah terverifikasi dan tervalidasi. Ini bertujuan meminimalkan kekisruhan saat penyaluran.
Anggota Ombudsman RI Alvin Lie, Rabu (16/9/2020), di Jakarta, mengatakan, pemerintah perlu belajar dari pengalaman pendistribusian bantuan sosial, seperti program Kartu Prakerja dan Subsidi Gaji. Karenanya, Ombudsman RI telah mengirimkan surat rekomendasi ini kepada pemerintah, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dengan tembusan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
”Kami mendorong pemerintah bisa membuka saluran menampung keluhan yang dihadapi penerima bantuan kuota internet,” ujarnya.
Potensi keluhan mencakup mulai dari kualitas jaringan akses tidak stabil, kecepatan layanan tidak sesuai standar, sampai penyalahgunaan nomor ponsel untuk target spam iklan operator telekomunikasi. Bagi siswa jenjang sekolah menengah atas ada potensi data nomor ponsel mereka diincar untuk kebutuhan pemilihan umum kepala daerah.
Alvin menilai, proses verifikasi dan validasi data nomor ponsel membutuhkan waktu lebih panjang. Hal ini berpeluang membuat penyaluran bantuan tidak tepat waktu.
Dalam konteks optimalisasi pelayanan publik, dia mengatakan, Ombudsman RI siap ikut mengawasi. Sejauh ini, Ombudsman RI menyoroti sedikitnya dua operator telekomunikasi seluler yang menawarkan insentif kepada kepala sekolah agar mau menggunakan kartu perdana untuk acuan menerima bantuan.
Dia juga berharap Badan Pemeriksa Keuangan turut memantau dari sisi administrasi. Sementara Komisi Pengawas Persaingan Usaha ikut mengawasi dari aspek bisnis.
Tunggu mekanisme
Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys, saat dihubungi terpisah, menyampaikan, seluruh operator telekomunikasi seluler saat ini masih menunggu mekanisme penyaluran bantuan kuota internet dari Kemdikbud. Oleh karena itu, hingga sekarang, operator dan Kemdikbud belum melakukan perikatan.
”Bahasa hukumnya, kan, perikatan. Bentuk perikatan bisa nota kesepahaman, perjanjian, ataupun surat penunjukan,” ujarnya.
Merza menyebut ada beberapa usulan isi perikatan kepada pemerintah. Di antaranya, pemisahan jumlah kuota bantuan untuk akses kepada laman pendidikan dan laman bebas. Ini bertujuan untuk memaksimalkan layanan seluler hanya untuk kebutuhan pembelajaran.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menyampaikan, bantuan kuota internet saat ini belum cair, tetapi sudah ada sejumlah siswa mempertanyakan. Adapun sekolah dan guru masih menunggu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis bantuan.
Dia sepakat penyaluran bantuan harus berdasarkan data valid. Pemerintah juga harus bersikap transparan. Maka, FSGI beberapa kali telah menyerukan agar BPK dan KPK ikut memantau.
”Salah satu hal yang harus diingat pemerintah bahwa tak semua guru memakai aplikasi khusus pendidikan selama pembelajaran jarak jauh (PJJ). Kebanyakan guru, bahkan di Jabodetabek, nyaman memakai aplikasi pesan instan dan Youtube. Apakah kuota bantuan bisa dipakai mengakses aplikasi tersebut atau tidak,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Evy Mulyani menjelaskan, pengisian serta verifikasi dan validasi akan tetap jalan terus karena prinsip bantuan adalah semua siswa, mahasiswa, guru, dan dosen menerima. Nomor ponsel yang sudah terdata serta dinyatakan telah terverifikasi dan valid sebelum batas waktu atau cut off akan diisi kuota internet lebih dulu.
Setelah itu akan ada tenggatberikutnya. Kemdikbud berkomitmen petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis akan segera dikeluarkan.