Demi Menjamin Pendidikan dan Kebahagiaan Anak-anak Spesial
Selama pandemi Covid-19, aktivitas pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus menghadapi sejumlah tantangan. Para guru pun harus berinovasi agar hak pendidikan anak-anak itu tetap terjamin meski dalam situasi yang sulit.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·6 menit baca
Selama pandemi Covid-19, aktivitas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus atau child withspecialneed dihinggapi sejumlah tantangan. Para guru pun terus berinovasi agar hak pendidikan anak-anak itu tetap terjamin meski dalam situasi sulit sekalipun.
Nofia Utami (39) memegang puluhan kartu bergambar barang sehari-hari. Dia lalu memilih satu di antaranya dan menunjukkan kartu tersebut ke arah kamera yang ada di laptopnya. ”Ini gambar apa?” tanya Nofia kepada seorang anak yang terhubung melalui aplikasi konferensi video dengannya.
”Iya betul ini gambar handuk. Handuk itu buat apa?” tanya Nofia lagi. Sang anak itu terdiam beberapa saat sehingga Nofia harus mengulangi pertanyaannya. Setelah sang anak menjawab dengan beberapa patah kata, Nofia pun menjelaskan kegunaan handuk dalam kehidupan sehari-hari.
Nofia merupakan guru Sekolah Khusus Autis Bina Anggita, Yogyakarta. Pagi itu, dia tengah mengajar seorang siswa secara daring mengenai fungsi barang sehari-hari, seperti perlengkapan mandi, dan peralatan makan. Untuk menarik perhatian siswanya, Nofia sengaja membuat kartu-kartu bergambar barang sehari-hari.
”Anak ini memang lebih mudah menerima pelajaran kalau disertai dengan gambar. Makanya, saya buat kartu bergambar semacam ini. Mungkin kalau untuk anak yang lain, beda lagi caranya untuk mengajar karena kondisi anak kan beda-beda,” kata Nofia saat ditemui di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita, Jumat (11/9/2020).
Sesuai namanya, Sekolah Khusus Autis Bina Anggita merupakan tempat pendidikan untuk anak-anak yang mengalami autisme. Sekolah yang berlokasi di kawasan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, itu kini memiliki 65 murid dari berbagai rentang usia.
Sama seperti sekolah lainnya, Sekolah Khusus Autis Bina Anggita juga terdampak pandemi Covid-19. Sejak awal April 2020, kegiatan belajar-mengajar tatap muka di sekolah tersebut ditiadakan. Sebagai gantinya, diselenggarakan pembelajaran jarak jauh menggunakan aplikasi konferensi video.
Namun, pembelajaran daring itu membawa tantangan besar karena murid-murid Sekolah Khusus Autis Bina Anggita merupakan anak berkebutuhan khusus. Para guru pun mesti bekerja keras dan berinovasi saat mengajar agar materi yang disampaikan bisa dipahami oleh muridnya. Itulah kenapa, Nofia rela bersusah payah membuat kartu bergambar untuk memudahkan siswanya memahami materi.
Kerja keras itu pula yang mesti dilakoni Ana Nur Anis (50), guru lain di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita. Saat mengajar secara daring, Ana mesti membuat trik tertentu agar murid-muridnya tak bosan. Salah satu cara yang ditempuh Ana adalah mengajak muridnya melakukan senam otak dengan menggerak-gerakkan tangan.
”Setelah menyampaikan satu materi, biasanya saya ajak senam otak supaya anak bisa fresh dan konsentrasi lagi. Soalnya anak-anak ini, kan, susah berkonsentrasi,” ujar Ana.
Salah satu cara yang ditempuh Ana adalah mengajak muridnya melakukan senam otak dengan menggerak-gerakkan tangan.
Pembelajaran individual
Selain berbagai inisiatif pribadi dari para guru, manajemen Sekolah Khusus Autis Bina Anggita juga membuat kebijakan khusus agar pembelajaran daring bisa berjalan efektif. Salah satunya dengan menyelenggarakan pembelajaran secara individual, yakni satu guru mengajar satu murid.
Kepala Sekolah Khusus Autis Bina Anggita, Jumarsih, mengatakan, awalnya pembelajaran jarak jauh di sekolah tersebut hanya digelar secara klasikal. Dalam pembelajaran klasikal atau berkelompok, guru menyampaikan materi melalui aplikasi konferensi video kepada banyak murid sekaligus. Namun, mulai awal Mei 2020, Sekolah Khusus Autis Bina Anggita juga menggelar pembelajaran jarak jauh secara individual.
Pembelajaran secara individual itu diselenggarakan berdasarkan masukan dari para orangtua serta evaluasi yang dilakukan oleh pihak sekolah. ”Berdasarkan masukan-masukan dari orangtua dan evaluasi yang kami lakukan, pada bulan berikutnya kami melaksanakan pembelajaran jarak jauh individu,” ujar Jumarsih.
Jumarsih mengatakan, pembelajaran jarak jauh secara individual itu dilakukan agar para murid bisa lebih memahami materi yang disampaikan guru. Sebab, melalui pendekatan personal, para murid diyakini lebih dapat menyerap materi dengan baik. ”Jadi, selama tidak ada pembelajaran tatap muka, materi bisa tetap sampai kepada siswa,” tuturnya.
Dalam pembelajaran jarak jauh secara individual, guru diberi keleluasaan untuk menyampaikan materi sesuai dengan kemampuan setiap anak.
Jumarsih menuturkan, dalam pembelajaran jarak jauh secara individual, guru diberi keleluasaan untuk menyampaikan materi sesuai dengan kemampuan setiap anak. Hal ini karena setiap murid di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita memiliki kemampuan berbeda satu sama lain. ”Ada guru yang mengajar soal Bahasa Indonesia, misalnya. Ada juga yang mengajari berhitung,” katanya.
Sementara itu, materi pembelajaran klasikal biasanya berisi materi non-akademik. Jumarsih mencontohkan, beberapa waktu lalu, para murid diajak menanam bibit sayuran, membuat pot dari semen, dan bernyanyi bersama dalam pembelajaran klasikal.
Untuk memudahkan murid dan orangtua, pihak sekolah telah menyiapkan bahan-bahan pembelajaran tersebut. ”Kami sudah menyiapakan bahan-bahan dan orangtua tinggal mengambil di sekolah,” ujar Jumarsih.
Dia menambahkan, dalam pembelajaran klasikal, para murid dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan usia dan kemampuannya. Pembagian itu dilakukan agar para siswa bisa memahami dan mengikuti materi yang disampaikan. ”Dalam pembelajaran klasikal, ada tiga guru terlibat. Satu guru menyampaikan materi, sementara dua guru lainnya membantu operasional,” tuturnya.
Selain pembelajaran jarak jauh, Sekolah Khusus Autis Bina Anggita juga memiliki program konsultasi ke sekolah selama pandemi Covid-19. Dalam program itu, murid dan orangtuanya diberi kesempatan datang ke sekolah untuk berkonsultasi dengan para guru mengenai materi pembelajaran. Momen itu juga menjadi kesempatan bagi para murid untuk melepas kangen dengan gurunya.
”Dalam pengalaman kami, siswa itu sering kangen dengan gurunya. Makanya, kami beri kesempatan datang ke sekolah untuk melakukan konsultasi. Jadi, siswa juga senang saat bertemu gurunya,” ungkap Jumarsih.
Kunjungan ke rumah
Kerja keras selama pandemi Covid-19 juga mesti dilakoni sejumlah guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Bantul. Sama seperti sekolah lain, SLB Negeri 1 Bantul juga menggelar pembelajaran jarak jauh secara daring selama pandemi Covid-19. Namun, sebagian guru sekolah itu ternyata juga rutin menyambangi rumah murid-muridnya.
Kepala SLB Negeri 1 Bantul Sri Muji Rahayu menuturkan, kunjungan ke rumah murid tersebut bukan untuk mengajar atau memberikan materi pelajaran. Dia menyebutkan, kunjungan mereka lebih bertujuan untuk menyapa dan memberi semangat kepada siswa-siswinya agar tetap bahagia di tengah pandemi Covid-19.
”Ketika kami berkunjung ke rumah murid, itu sebenarnya bukan dalam rangka mengajar atau memberi materi pembelajaran, melainkan dalam rangka bagaimana memotivasi dan membuat anak tetap bahagia dan gembira. Tujuan kami, kan, pada masa pandemi ini anak-anak harus tetap bahagia dan sehat,” ucap Sri.
Sri menuturkan, selama pandemi Covid-19 ini, salah satu hal yang sulit tergantikan adalah komunikasi dari hati ke hati antara guru dan murid-murid berkebutuhan khusus. Hal ini karena komunikasi yang dekat semacam itu sulit terjadi apabila guru dan murid tak bertemu secara langsung.
”Kalau tatap muka bisa tergantikan dengan tatap layar, tapi ’tatap’ hati itu yang susah tergantikan. Anak-anak berkebutuhan khusus ini, kan, kalau ketemu guru dan teman-temannya senang banget,” tutur Sri.
Dengan berbagai kebutuhan khusus anak-anak didik mereka, para pengajar terus mencoba berinovasi. Mereka sadar, hak pendidikan anak-anak itu tetap harus dijamin dalam situasi sulit sekalipun.