Situs Kumitir Singkap Jejak Istana Singgah Bangsawan Majapahit
BPCB Jatim mengungkap fakta baru situs kuno di Desa Kumitir, Kabupaten Mojokerto, yang baru selesai diekskavasi. Diduga kuat, situs itu adalah istana singgah Bhre Wengker di Kerajaan Majapahit.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
MOJOKERTO, KOMPAS — Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur mengungkapkan fakta baru situs kuno di Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, yang baru selesai diekskavasi. Peninggalan purbakala itu diduga kuat adalah istana singgah Bhre Wengker, bangsawan di Kerajaan Majapahit.
Wengker adalah nama kerajaan kuno yang eksis sejak abad ke-10 di era Airlangga, Raja Kahuripan. Di masa Singasari lalu Majapahit, Wengker merupakan kerajaan bawahan dengan wilayah Ponorogo dan sekitarnya atau saat ini Jatim bagian barat daya dengan penanda alam antara Gunung Wilis dan Gunung Lawu.
Di masa awal Majapahit abad ke-13, penguasa Wengker saat itu adalah kesatria bernama Kudamerta. Lelaki ini, menurut kitab Pararaton, menjadi menantu Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana), pendiri Majapahit. Bhre atau Batara Wengker menikahi Rajadewi Maharajasa (Bhre Daha), yang juga adik Tribhuwana Wijayatunggadewi (Bhre Kahuripan), dan mendapat gelar Wijayarajasa.
”Kesimpulan ini, meski sementara, kami ambil setelah menyelesaikan kajian dari hasil ekskavasi Situs Kumitir,” kata arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim, Wicaksono Dwi Nugroho, di lokasi, Sabtu (12/9/2020) petang.
Bersama dengan tim terpadu arkeologi dan geologi dari sejumlah kampus, BPCB Jatim melaksanakan penggalian tahap kedua Situs Kumitir selama 4 Agustus-9 September 2020. Ekskavasi tahap pertama dilaksanakan Oktober-November 2019 yang menindaklanjuti laporan perajin bata merah tentang temuan struktur bata merah di lokasi itu pada Juni tahun tersebut. Struktur itu merupakan tanggul atau talud sepanjang 21 meter dalam lahan galian.
Ekskavasi tahap kedua menyingkap struktur bata merah yang lebih kompleks. Kawasan ini berada di sisi barat makam Dusun Bendo yang berjarak 30 meter dari talud sisi timur yang digali pada tahap pertama. Di samping pekuburan itu, struktur bata, material batu andesit dan batu putih, sumur, dan temuan banyak artefak menunjukkan jejak bangunan istana. Makam bahkan diduga sebagai lokasi candi pendermaan Mahisa Cempaka (Narasinghamurti) yang adalah kakek Wijaya.
Saat ekskavasi tahap pertama, reruntuhan bata merah di tepi makam memang sudah menarik perhatian. Akhir tahun lalu, saat ditemui di lokasi, Wicaksono sudah mengindikasikan bahwa lokasi itu perlu digali karena diduga reruntuhan bata merah itu adalah candi pendermaan, sedangkan talud adalah tembok yang mengelilinginya.
Asumsi itu terbukti. Lebih ke barat dari makam, ternyata juga ditemukan struktur talud sekaligus reruntuhan bangunan menyerupai gapura. Di salah satu ujungnya membentuk siku bastilon atau khas benteng. Dengan demikian, bisa diyakini ini adalah bagian depan atau gerbang yang menghadap ke barat, arah kota raja Majapahit.
Talud di sisi barat dan timur jika dihubungkan membentang sepanjang 318 meter dan lebar 197 meter. Kompleks ini seluas 62.646 meter persegi atau 6,2 hektar. Posisi talud barat dan timur lebih rendah dibandingkan dengan struktur kompleks di samping makam yang berundak. Pada struktur kompleks ini ditemukan balok-balok batu putih yang pada masa itu digunakan untuk lantai bangunan megah.
”Ada sumur, temuan artefak, bahkan pecahan gerabah dengan tulisan Jawa kuno mengindikasikan kuat lokasi ini adalah istana yang di dalamnya ada candi pendermaan Mahisa Cempaka,” kata Wicaksono.
Kesimpulan itu didukung keterangan pada naskah-naskah kuno, yakni Negarakertagama, Pararaton, dan Kidung Wargasari. Keterangan itu dipadukan dengan legenda peta-peta Majapahit era Hindia-Belanda, yakni sketsa rekonstruksi Maclaine Pont, Stutterheim, Pigeaud, dan peta RA Kromodjoyo Adi Negoro 1921. Selain itu, menyelaraskan dengan peta Keletakan Kekunaan Majapahit di Trowulan dan peta Kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan.
Secara singkat, keterangan dari naskah dan legenda peta menyebut ada suatu kompleks bangunan di sisi timur Trowulan yang disebut Kumitir (Kumeper versi Pararaton). Kumitir juga disebut sebagai tempat bangunan Pura van Wengker atau Compound of Wengker-Kadiri.
Pararaton menyebutkan, Narasinghamurti dicandikan di Wengker di Kumeper dengan diarcakan bagai Siwa Mahadewa. Nagarakretagama mencatat, di timur, tersekat lapangan, menjulang istana ajaib Raja Wengker dan Rani Daha penaka Indra dan Dewi Saci berdekatan dengan istana Raja Matahun dan Rani Lasem, tak jauh di sebelah selatan Raja Wilwatikta (Majapahit).
Narasinghamurti, keturunan Ken Arok dan Ken Dedes, diyakini sebagai pemimpin atau penasihat utama Raja Tumapel Wisnuwardhana, keturunan Ken Dedes dan Tunggul Ametung. Sejarah telah menceritakan polemik perebutan kekuasaan Tumapel ketika Ken Arok membunuh Tunggul Ametung untuk kemudian mendirikan Singasari dan menurunkan wangsa Rajasa, leluhur Majapahit.
Kepemimpinan Wisnuwardhana bersama Narasinghamurti sebagai penasihat utama menandakan berakhirnya konflik keluarga tersebut. Narasinghamurti menurunkan Wijaya, pendiri Majapahit. Wisnuwardhana menurunkan Gayatri yang tak lain adalah salah satu istri Wijaya.
Kepala BPCB Jatim Zakaria Kasimin, yang baru menjabat awal bulan ini, mengatakan, sedang mengajukan program ekskavasi lanjutan untuk Situs Kumitir. ”Kumitir adalah temuan terbesar dan komprehensif pada 2019, apalagi setelah bisa disimpulkan merupakan istana singgah Bhre Wengker,” kata Zakaria.
Pamong Budaya Pengamanan, Penyelamatan, Pelestarian Bawah Air Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Abi Kusno mengatakan, ekskavasi tahap pertama dan kedua melebihi harapan dengan temuan struktur kompleks yang diyakini adalah istana singgah Bhre Wengker.
”Masih perlu dilanjutkan penggaliannya dan dipertimbangkan restorasi dan disusun narasinya sehingga diharapkan bermanfaat bagi masyarakat,” kata Kusno.