Kata kluster sudah digunakan sejak 1993. Namun, KBBI memilih klaster sebagai lema beberapa tahun kemudian (2012). Di kalangan media massa dan pemakai bahasa muncul dua versi. Jadi, kluster atau klaster yang lebih tepat?
Oleh
Nur Adji
·5 menit baca
Akhir Agustus lalu, seorang pembaca Kompas bertanya mengenai penggunaan kata klaster dan kluster. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, menurut sang pembaca, mestinya kata yang dipakai adalah klaster, bukan kluster. Selain itu, katanya, klaster lebih sesuai antara ragam tulisan dan ucapannya.
Pertanyaan pembaca itu sebetulnya merupakan pertanyaan sebagian besar praktisi bahasa tatkala kata ini mulai dipakai (lagi) pada pertengahan 2000 dalam kasus pengelompokan industri yang sejenis. Kebingungan muncul karena model mana yang akan dipakai untuk mengindonesiakan kata yang berasal dari bahasa Inggris itu. Apalagi, sebagai rujukan—kala itu sampai tahun 2011 (edisi keempat)—KBBI belum memasukkan kata kluster atau klaster sebagai lemanya.
Dalam kasus-kasus seperti itu, para praktisi bahasa biasanya berpatokan pada pedoman umum pembentukan istilah yang dikeluarkan Pusat Bahasa (sekarang Badan Bahasa).
Jika dalam pedoman tersebut belum ada aturan terkait hal itu, biasanya digunakan bentuk analogi, atau kesepadanan antara bentuk bahasa yang menjadi dasar terjadinya bentuk lain. Analogi menggiring kita pada terbentuknya kata baru yang belum pernah digunakan.
Sejak 1993
Berdasarkan data, kata kluster, dan bukan klaster, sudah digunakan sejak tahun 1993. Meski pengertiannya bukan pengelompokan industri yang sejenis seperti terdapat pada tahun 2000 itu, kata kluster tersebut masih mengandung makna ’kelompok’. Kluster dipakai sebagai salah satu unsur dari gabungan kata bom kluster (cluster bomb).
Seorang tentara Irak yang mengaku bernama Mohammad mengungkapkan, setiap bom kluster terdiri dari 150 bom kecil. Bom kluster meledak 900 meter di atas tanah lalu bom kecilnya menyebar ke wilayah yang lebih luas dan baru kemudian meledak. (”Pesan Irak: Clinton Jangan Bermain Api”, Kompas, 24 Januari 1993)
Dalam kurun itu KBBI belum memasukkan kata kluster atau klaster sebagai lemanya. KBBI baru memasukkan kata klaster pada edisi luring (2012), di bawah lema bom (bom klaster = bom yang pada waktu mendekati tanah meledak dan pecah menjadi bagian-bagian kecil). Kata ini tidak menjadi lema tersendiri.
Barulah pada KBBI edisi kelima (2017), klaster menjadi lema tersendiri. Klaster dimaknai sebagai ’beberapa benda atau hal yang berkelompok menjadi satu; gugus’.
Dalam edisi kelima itu juga dibuat bentuk turunan dari klaster, yakni mengklaster (mengumpulkan menjadi kelompok kecil), dan pengklasteran (1 pembentukan sesuatu menjadi klaster; pengelompokan sesuatu berdasarkan kesamaan, fungsi, dan sebagainya; 2 pengelompokan berbagai populasi berdasarkan etnisitas, ekonomi, agama, dan sebagainya).
Kata klaster malah pernah menjadi unsur nama pada satu kelompok kerja (pokja) pada tahun 2014, yakni Pokja Pengendali Klaster 1 Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) (www.tnp2k.go.id). Jadi, kata ini dipakai sebagai nama kelompok kerja dua tahun setelah menjadi lema dalam KBBI.
Kata cluster dikenal sebelum abad ke-12. Menurut Merriam-Webster, ada lima makna dari kata tersebut. Dua di antaranya adalah ’gabungan dua atau lebih konsonan atau vokal dalam tuturan’ dan ’sekelompok bangunan dan terutama rumah-rumah yang dibangun berdekatan’.
Dalam bahasa yang sederhana, Peter Salim (The Contemporary English-Indonesia Dictionary, 1996) memaknai cluster sebagai ’setandan’ atau ’sekelompok’.
Dengan demikian, pengertian kluster atau klaster (versi KBBI) yang disandingkan pada bom juga bermakna ’sekumpulan’ atau ’setandan’ kalau mengacu pada makna yang diberikan Peter Salim. Bom kluster atau bom klaster biasa juga disebut bom tandan atau bom curah. Contoh di atas dapat menjelaskan hal itu.
Penulisan, bukan pelafalan
Jadi, kluster-kah atau klaster-kah yang seharusnya menjadi padanan cluster?
Kluster atau klaster termasuk dalam ranah pengindonesiaan atau penyerapan kata-kata asing. Tak dapat disangkal bahwa sampai hari ini bahasa Indonesia masih menyerap unsur, berupa kata ataupun istilah, dari bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Inggris.
Menurut Badan Bahasa, unsur pinjaman (penyerapan) dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti force majeure, de facto, dan de jure. Unsur-unsur itu dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya, misalnya cubic dan coup menjadi kubik dan kup.
Demikian pula jika kata tersebut merupakan gabungan dua konsonan. Umpamanya kata structure, classification, closet, dan club akan menjadi struktur, klasifikasi, kloset, dan klub. Kata terakhir (klub) pada suatu masa pernah menjadi kelab, sebagai salah satu unsur dari frasa kelab malam (night club), yang dapat ditemukan pada tulisan-tulisan feature.
Dalam Pedoman Ejaan yang Disempurnakan, pada bagian penulisan unsur serapan, ditegaskan pula bahwa huruf c yang berada di muka a, u, o, dan konsonan akan menjadi k. Perhatikan bahwa dalam pedoman itu tidak disebutkan bahwa vokal a, u, dan o-lah yang akan berubah. Yang berubah adalah konsonan c (menjadi k) dan gabungan konsonan cl (menjadi kl).
Dalam pedoman juga disebutkan bahwa u tetap menjadi u seperti pada unit-unit, structure-struktur, nucleolus-nukleolus.
Kita ingat bahwa dulu pun ada keputusan bahwa pengindonesiaan kata dari bahasa asing didasarkan pada ejaannya, bukan pada pelafalannya. Berbeda dengan Malaysia yang berpatokan pada pelafalan. Maka, di negeri jiran itu kita dapat menemukan kata tayar sebagai padanan dari tyre, atau bicycle menjadi basikal. Di Indonesia kita mengenalnya sebagai ban dan sepeda.
Jika melihat pedoman itu, kata kluster lebih memenuhi syarat sebagai bentuk serap dari cluster, bukan klaster yang penyerapannya lebih ke pelafalan. Barangkali penyusun KBBI punya alasan lain sehingga kata klaster yang lebih pantas dimasukkan sebagai lema.