Cegah Penularan Covid-19, Sosialisasi di Sektor Pendidikan Digencarkan
Pemerintah akan menggencarkan sosialisasi protokol kesehatan kepada guru, siswa, dan keluarganya. Harapannya, dari kelompok terkecil masyarakat ini, terjadi perubahan perilaku sehingga membantu menekan kasus Covid-19.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sasaran sosialisasi protokol kesehatan secara berkelanjutan akan dioptimalkan kepada guru, peserta didik, dan keluarganya. Hal ini sejalan dengan upaya menekan kasus penyebaran Covid-19 dari lingkup terkecil di masyarakat.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Sonny Harry Harmadi, Jumat (11/9/2020), di Jakarta, menyebutkan, jumlah guru tercatat 4,18 juta orang dan peserta didik 68,8 juta orang. Total keluarga peserta didik diperkirakan 42,97 juta.
Sementara jumlah satuan pendidikan di Indonesia tercatat 649.192 unit. Melalui sekolah, sosialisasi protokol kesehatan diharapkan masuk. Setiap sekolah diminta membuat program terkait yang bisa sampai memberikan kesadaran penuh dan perubahan perilaku terhadap guru, siswa, dan keluarganya.
Selanjutnya, program itu diturunkan kepada guru dan siswa. Setiap keluarga memiliki instrumen atau buku saku unik terkait penerapan protokol kesehatan di rumah.
Mengutip hasil survei Litbangkes Kementerian Kesehatan pada Juli 2020, Sonny mengatakan, rata-rata masih ada 3-5 persen dari populasi di provinsi tidak khawatir terhadap Covid-19. Masih ada pula 15-30 persen warga merasa tidak memiliki risiko tertular.
Berdasarkan survei itu, 87 persen masyarakat sudah tahu harus jaga jarak. Namun, dia mengakui, praktik jaga jarak tidak dijalankan sepenuhnya.
Kami perlu mendorong perubahan perilaku di masyarakat yang masih setengah atau tidak patuh terhadap protokol kesehatan. (Sonny Harry Harmadi)
”Kami perlu mendorong perubahan perilaku di masyarakat yang masih setengah atau tidak patuh terhadap protokol kesehatan. Perubahan yang kami harapkan dimulai dari pengetahuan, sikap, dan perilaku,” ujar Sonny.
Menurut dia, dari sisi pemerintah bisa melakukan intervensi agar sosialisasi protokol kesehatan tersebut bisa mengubah perilaku sasaran. Pertama, intervensi berupa insentif, seperti hadiah dan pengakuan. Kedua, intervensi berwujud hukuman, seperti denda dan kurungan.
Sepertiga populasi
Tim Edukasi Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Harris Iskandar menyebut, ekosistem pendidikan mencapai sepertiga dari total populasi penduduk Indonesia. Apabila ekosistem ini sudah sadar, paham, dan perilakunya berubah, mereka bisa meneruskan perubahan itu ke lingkup lebih luas.
Dia menyampaikan, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 77106/A.A7/EP/2020 tentang Pelaksanaan Edukasi 3M pada 9 September 2020. Surat edaran ini disebarluaskan kepada dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, dan pimpinan perguruan tinggi.
Kepada dinas pendidikan, surat itu meminta mereka menugaskan kepala sekolah dan guru selalu menyampaikan pesan singkat memakai masker, menjaga jarak, dan hindari kerumunan serta mencuci tangan sebelum memulai pembelajaran.
Sebelumnya, 42 guru dan dua tenaga pendidikan meninggal karena Covid-19. Data ini dihimpun dari jaringan serikat guru yang tergabung dalam Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) per 18 Agustus 2020, antara lain, di DKI Jakarta dan Jawa Timur.
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan, sosialisasi pentingnya protokol kesehatan kepada bagian terkecil dari masyarakat perlu memperhatikan narasi. Mereka harus dijelaskan bukan sebatas diberikan informasi konsep protokol kesehatan.
Dia mencontohkan narasi kasih sayang. Materi sosialisasinya menjadi individu memakai masker karena menyayangi individu lainnya.
Dia mengakui tidak mudah mengubah perilaku masyarakat secara cepat. Berdasarkan survei kepada 171 santri yang tergabung di Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama, sebanyak 62 persen menyebut jaga jarak dan tidak berkerumun adalah kebiasaan sulit dilaksanakan santri. Sebanyak 16,14 persen lainnya menjawab kebiasaan tersulit adalah memakai masker.
Ketika ditanya soal pengaruh tidak disiplin menjalankan kebiasaan baru, 24,6 persen santri menjawab kebiasaan baru sangat merepotkan, 18,1 persen mengaku tidak paham cara menerapkan, 17 persen tidak punya teladan, 15,2 persen yakin tidak akan terinfeksi, 12,9 persen tidak dapat hukuman, dan 9,4 persen melihat teman tidak patuh.