Pandemi Covid-19 Jadi Momentum untuk Integrasi Data
Pemantauan dan pengendalian, serta sinergi dan kolaborasi dalam penyaluran bansos sangat diperlukan. Sebab, penyaluran bansos sering kali digelar lintas kementerian/lembaga, pemerintah pusat, pemda, serta swasta.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Integrasi data di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Sejauh ini data yang dimiliki setiap kementerian/lembaga berbeda-beda atau beragam, termasuk data pemerintah pusat dan daerah yang belum sinkron. Akibatnya muncul berbagai pertanyaan apakah data penerima bantuan sosial di masa pandemi Covid-19 sudah akurat sehingga tepat sasaran.
Padahal, seperti yang diharapkan Presiden Joko Widodo bantuan sosial (bansos) bisa membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan bantuan di masa pandemi Covid-19, yang masih terus berlangsung di Indonesia.
Dalam konteks itu, pertanyaan yang bisa jadi sebuah kekhawatiran bagi kita, apakah kita semua sudah melaksanakan bansos ini dengan tepat. (Hammam Riza)
”Dalam konteks itu, pertanyaan yang bisa jadi sebuah kekhawatiran bagi kita, apakah kita semua sudah melaksanakan bansos ini dengan tepat. Tentu saja teknologi informasi dan komunikasi sangat berperan dalam sistem informasi penerima bansos,” kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Ketua Umum Ikatan Auditor Teknologi Indonesia (IATI) Hammam Riza dalam Bincang Audit Teknologi Satu Data Indonesia ”Menyoal Data Penerima Bansos Covid-19: Pentingnya Audit Teknologi untuk Menguraikan Ketidak-harmonisan Data” yang digelar IATI, Rabu (9/9/2020), secara daring.
Bahkan, Hammam juga mempertanyakan, apakah pelaksanaan bansos sudah terwujud dengan transparansi, akuntabilitas yang tinggi, dan menyuguhkan data penerima yang akurat. Menurut Hammam, semua penerima bansos harus melalui verifikasi dan koordinasi agar tepat sasaran agar pemerintah memiliki bukti bahwa bansos ini sudah diterima dengan tepat.
Pemantauan dan pengendalian, serta sinergi dan kolaborasi dalam penyaluran bansos, sangat diperlukan. Hal itu penting karena sumber penyelenggaraan bansos melibatkan banyak kementerian sesuai target penerima dan sesuai tujuan dan misi bansos, yakni penerima bansos mencakup seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, sumber pendanaan dari pusat, provinsi, kabupaten/kota dan lembaga swasta lain.
Oleh karena itu penting ada pengintegrasian data. Pandemi Covid-19 hendaknya menjadi momentum untuk mempercepat proses integrasi data di Indonesia, melalui validasi data berbasis teknologi, sehingga terwujud satu data.
Saat ini, lanjut Hammam, Indonesia sedang mewujudkan satu data Indonesia, yang merupakan kebijakan untuk mewujudkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat diakses pengguna data sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan melalui perbaikan tata kelola data pemerintah.
”Momentum Covid-19 ini betul-betul menjadi sebuah test case, satu contoh dari realisasi layanan publik berbasis elektronik, karena kita bicara tentang digitalisasi, transformasi digital yang tentu akan menyentuh seluruh masyarakat apakah bermanfaat, yang dibuktikan keakuratan data, kejernihan dan proses akuntabel,” kata Hammam.
Dengan demikian, semua pihak harus melaksanakan harmonisasi data, berkolaborasi dan berbagi pakai data, antarorganisasi, instansi pemerintahan yang bertanggung jawab. Hammam menegaskan, layanan publik berbasis digital adalah sebuah keniscayaan karena akan mengantarkan Indonesia melewati jalan transformasi digital melalui satu data Indonesia.
Dalam diskusi tersebut, selain Abetnego Tarigan, Deputi II Kantor Staf Presiden hadir sejumlah narasumber dari berbagai kementerian/lembaga, yakni Ervan Maksum (Staf Khusus Menteri PPN/Bappenas), Said Mirza Pahlevi (Kepala Pusat dan Informasi Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial), dan Zudan Arif Fakrulloh (Dirjen Dukcapil Kemendagri), dan Hari S Noegroho (Pengurus IATI).
Said Mirza dalam paparannya menjelaskan, sejauh Kemensos memiliki data yang cukup lengkap dalam penyaluran bansos. Data penerima Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), dan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional, sudah dikelola dan menjadi satu data.
Ia menegaskan saat ini memang ada rumah tangga yang menerima bantuan PKH dan menerima bantuan BPNT. ”Ini memang dirancang seperti itu, ini namanya komplementeritas bukan duplikat. Jadi orang miskin dapat bantuan PKH, sembako, dapat juga bantuan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional, dia juga dapat bantuan subsidi listrik. Jadi semakin miskin rumah tangga, semakin banyak jenis bantuan yang dia dapatkan, bukan duplikat sehingga dia cepat keluar dari kemiskinan,” ujar Mirza.