Kota Tua Jakarta sebagai Kawasan Praktik Baik Berbahasa Indonesia
Penggunaan bahasa asing di ruang publik semakin menjamur. Fenomena ini dikhawatirkan mengikis penggunaan bahasa Indonesia.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kota Tua Jakarta ditetapkan sebagai Kawasan Praktik Baik Penggunaan Bahasa Negara di Ruang Publik. Penetapan ini berdampak pada pengarusutamaan pemakaian bahasa Indonesia dalam penyampaian informasi dan berkomunikasi di kawasan Kota Tua, Jakarta.
Penetapan tersebut dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, Rabu (9/9/2020), di Museum Seni dan Keramik, Jakarta. Menurut dia, Kawasan Kota Tua Jakarta merupakan situs bersejarah yang mengantarkan Jakarta tumbuh hingga seperti sekarang.
Kawasan Kota Tua Jakarta menjadi ikon DKI Jakarta. Dengan penetapannya sebagai Kawasan Praktik Baik Penggunaan Bahasa Negara di Ruang Publik, Kota Tua diharapkan bisa menjadi contoh bagi kawasan lain untuk merawat dan menjaga bahasa Indonesia di ruang publik.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, serta Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia menjadi dasar penting pengutamaan bahasa negara. Menteri berharap semakin banyak langkah nyata untuk merawat dan menjaga bahasa Indonesia.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Dadang Sunendar menyebut tiga kriteria penetapan Kawasan Praktik Baik Penggunaan Bahasa Negara di Ruang Publik. Kriteria pertama adalah penggunaan bahasa Indonesia dominan dibandingkan bahasa lainnya di kawasan itu.
Kedua, pengelola kawasan mempunyai keinginan kuat mengarusutamakan bahasa Indonesia. Sebagai contoh, segala informasi di ruang publik memakai bahasa Indonesia. Ketiga, masyarakat dan penutur yang hidup di kawasan itu mendukung pengarusutamakan bahasa Indonesia.
Selain Kota Tua Jakarta, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) juga ditetapkan sebagai Kawasan Praktik Baik Penggunaan Bahasa Negara di Ruang Publik pada Agustus 2019. ”Jakarta telah tumbuh menjadi Kota Metropolitan dan bahkan kini Megapolitan. Segala sesuatu yang terjadi di Jakarta biasanya diikuti oleh daerah lainnya,” tuturnya.
Pengabaian
Menurut Dadang, gejala pengabaian penggunaan bahasa Indonesia semakin marak di ruang publik. Di kawasan wisata, misalnya, sejumlah destinasi wisata cenderung mengedepankan dulu bahasa asing, baru bahasa Indonesia. Bahkan, ada destinasi wisata yang belum dibuka, tetapi segala petunjuk informasi memakai bahasa asing demi terlihat keren di mata turis.
Dadang berharap, pengelola ruang publik, termasuk obyek wisata, tetap mengedepankan bahasa Indonesia. Jika ada bahasa daerah, pemakaiannya harus dilakukan dalam penyampaian informasi ataupun berinteraksi. Contohnya, Qatar mengedepankan bahasa Arab dulu, baru diikuti bahasa asing dan itu tak memengaruhi promosi pariwisata dan perdagangan.
Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Budaya dan Pariwisata Dadang Solihin memaparkan, sejak zaman Gubernur Ali Sadikin, Kota Tua direvitalisasi dan dijaga untuk tujuan destinasi wisata. Jenis wisata beragam mulai dari wisata keluarga, malam hari, sampai wisata sejarah.
Pengembangannya diharapkan menyerupai kota tua lainnya di negara lain, seperti di wilayah Eropa Barat, Eropa Timur, dan Turki. Oleh karena itu, dengan ditetapkan sebagai Kawasan Praktik Baik Penggunaan Bahasa Negara di Ruang Publik, Kota Tua Jakarta semakin punya nilai tambah sebagai aset bangsa.