Gus Dur, Pemersatu Seni dan Humor
Sudah sebelas tahun, Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur berpulang. Sosok almarhum yang menyukai humor dan seni tetap dikenang masyarakat luas.
Bagaimana seni dan humor bersatu? Pianis dan komposer Ananda Sukarlan menyebut hanya mendiang Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur yang selalu punya jawabannya.
Semasa hidup, reformis Nahdlatul Ulama, kiai, dan presiden keempat RI itu dinilai berhasil memperlakukan seni dan humor sebagai apresiasi sekaligus diplomasi. Ananda Sukarlan menampilkan karakterisasi Gus Dur itu dalam konser daring ”Tribute to Gus Dur” di akun Youtube Budaya Saya, Senin (7/9/2020) malam.
Sekitar sepuluh lagu dimainkan Ananda bersama tujuh musikus. Kebanyakan lagu yang dibawakan malam itu berasal dari dua lagu berbeda atau mix. Berbeda ini maksudnya bisa berasal dari latar kebudayaan, wilayah, negara, dan bahkan genre musik. Alat musiknya pun bermacam-macam, mulai dari piano, klarinet, basun, flute, oboe, hingga french horn. Ananda ingin menunjukkan keberagaman itu seperti pluralisme yang juga melekat dalam jati diri Gus Dur.
”Humor biasa dikaitkan dengan sesuatu yang lucu meskipun isi sering kali tidak masuk akal. Musik pun begitu. Musik adalah sesuatu yang metaforik dan kadang susah dijelaskan,” ujar Ananda di sela-sela konser.
Agar penonton tak pusing mencari jawaban seni dan humor bisa menyatu, Ananda mempersilakan pianis muda, Randy Ryan, memainkan lagu ”Bintang Kecil” ciptaan Daljono yang dicampur dengan ”Tchaikovsky Piano Concerto Number One”. Pyotr Illyich Tchaikovsky merupakan komposer Rusia untuk orkestra dan piano solo. ”Piano Concerto Number One” diciptakan sekitar tahun 1874-1875.
Mulanya, Randy Ryan memainkan lagu ”Bintang Kecil” sampai usai dengan ritme pelan. Lalu, dengan bagian terakhir lagu dimainkan dengan cepat. Jari-jarinya gemulai menekan tuts piano. Dia berlanjut memainkan ”Tchaikovsky Piano Concerto Number One”, kembali ke ”Bintang Kecil”, dan mencampurkan keduanya. Permainannya berlangsung sekitar 5 menit.
Baca juga: Gus Dur, Humor, dan Demokrasi
Humor bisa serius, kata Ananda. Sosok Gus Dur yang humoris juga punya sisi serius. Dia ingat perkenalan langsung pertama kali dengan Gus Dur. Almarhum sudah menjadi presiden dan dia diundang datang ke Istana Negara.
Saya masih di Spanyol ketika undangan itu datang. Saya merasa bangga. Setahu saya, hanya Presiden Soekarno yang selalu mengajak seniman berkunjung ke Istana Negara dan presiden setelahnya tidak.
”Saya masih di Spanyol ketika undangan itu datang. Saya merasa bangga. Setahu saya, hanya Presiden Soekarno yang selalu mengajak seniman berkunjung ke Istana Negara dan presiden setelahnya tidak,” ujarnya.
Ketika itu, Ananda telah mengetahui bahwa Gus Dur adalah salah satu penggemar karya Beethoven. Asisten Gus Dur meminta Ananda memainkan karya-karya Beethoven. Ketika bermain, Ananda mengaku sempat beberapa kali melihat Gus Dur seperti tertidur.
Dia lantas segera berasumsi bahwa permainannya membosankan. Namun, asisten memberi tahu bahwa Gus Dur tidak tertidur. Sebaliknya, Gus Dur sangat menyimak detail. Peristiwa ini tak hanya terjadi sekali. Ananda mengamati dalam banyak kejadian, Gus Dur tampak seolah-olah ”tertidur”, tetapi sejatinya menaruh perhatian penuh terhadap kejadian tersebut dan merespons.
Terinspirasi dari ingatan akan kejadian itu, Ananda membuat komposisi mix dari ”Nessun Dorma” dan ”Melati di Tapal Batas”. ”Nessun Dorma” adalah aria dari babak terakhir opera Turandot di Italia. ”Nessun Dorma” paling terkenal di antara bagian lainnya di opera Turandot. Penyanyi tenor Luciano Pavarotti memopulerkan ”Nessun Dorma” di luar opera pada 1990-an.
Adapun ”Melati di Tapal Batas” diciptakan oleh penyair nasional Ismail Marzuki untuk mengenang perempuan pejuang kemerdekaan. Dia menamakan karyanya ini ”I wish Pavarotti had known Marzuki”. ”Dalam bahasa Indonesia, ’Nessun Dorma’ artinya tidak tertidur,” kata Ananda.
Ananda mengajak penyatuan humor dan seni bisa dilihat di judul suatu karya. Ini seperti karyanya berjudul ”Mozart Meandering Through Java before Bumping into Beethoven in Boston”. Dalam karya berdurasi 3 menit ini terdapat mix lagu daerah Jawa Barat ”Tokecang”, karya Mozart, dan Beethoven. Dia memainkannya di salah satu pertunjukan orkestra di Boston, Amerika Serikat.
Pada konser ”Tribute to Gus Dur”, Ananda kembali memainkan karya itu. Denting piano beradu selaras dengan suara alat musik tiup, yakni basun, french horn, oboe, flute, dan klarinet. Beberapa bagian karya cukup menggunakan piano, basun, dan french horn sehingga kesan klasiklah yang keluar. Namun, ketika semua alat musik dimainkan bersamaan dengan lagu ”Tokecang”, kesan Sundalah yang terasa.
Di ruangan Gus Dur
Putri sulung almarhum Gus Dur, Alissa Wahid, menceritakan bahwa konser itu berlangsung dari ruang kerja Gus Dur di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jalan Kramat Raya, Jakarta. Ruang kerja ini biasa dipakai sebelum dan sesudah almarhum menjadi presiden.
Dia berharap konser ”Tribute to Gus Dur” dapat merevitalisasi strategi kebudayaan untuk membangun karakter bangsa. Gus Dur, seni, dan humornya bukan artefak budaya, melainkan artikulasi atas nilai serta prinsip hidupnya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid menjelaskan, tanggal 7 September merupakan hari ulang tahun almarhum Gus Dur. Apabila masih hidup, malam itu adalah peringatan ulang tahunnya ke-80 tahun.
Sepanjang hidup, Hilmar memandang Gus Dur sebagai guru bangsa dan pejuang kemanusiaan. Kecintaannya terhadap seni pun besar.
”Ananda Sukarlan adalah salah satu sahabat almarhum. Melalui konser ini, Ananda memainkan musik untuk mengenang masa bersama Gus Dur. Dia juga ingin mengangkat keceriaan dalam diri Gus Dur melalui karya musik,” katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbud M Hasan Chabibie mengenang Gus Dur sebagai sosok yang pernah menggunakan pendekatan kebudayaan untuk menyikapi kisruh di Palestina. Ini adalah salah satu warisan berharga dari Gus Dur.
Baca juga: Gus Dur: Diplomasi Melalui Seni dan Humor
Selain Randy Ryan, pianis muda yang turut memeriahkan konser adalah Michael Anthony. Dia penyandang tunanetra dan autis. Dia pernah mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) tahun 2017 karena mampu membawakan karya-karya komponis kelas dunia, seperti ”Appassionata” karya Beethoven. Dalam konser ”Tribute to Gus Dur”, Michael memainkan karya berjudul ”Rapsodia Nusantara Number 7”.