Anak dengan Disabilitas Terancam Alami Kemunduran Perkembangan
Anak-anak dengan disabilitas terancam mengalami kemunduran perkembangan karena layanan kesehatan dan pendidikan mereka semakin terbatas di masa pandemi ini. Ini akan membuat mereka semakin bergantung pada orang lain.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Akses layanan kesehatan dan pendidikan bagi anak-anak dengan disabilitas semakin terbatas pada masa pandemi Covid-19, bahkan beberapa terhenti. Kondisi ini membuat anak dengan disabilitas terancam mengalami kemunduran perkembangan.
Survei yang dilakukan Jaringan Disabilitas Indonesia (JDI) secara daring yang melibatkan 1.683 responden dari 32 provinsi pada 10-24 April 2020 menyebutkan, 67,97 persen anak dengan disabilitas sulit mengikuti pembelajaran daring. Survei Unicef Indonesia serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga menunjukkan 73 persen anak dengan disabilitas kesulitan mengikuti kegiatan belajar dari rumah.
Berdasarkan data pokok pendidikan Kemendikbud, total ada 142.646 siswa sekolah luar biasa (SLB). Pembelajaran secara daring menjadi tantangan besar bagi anak dengan disabilitas karena kurangnya konsentrasi, lingkungan belajar yang tidak mendukung, dan gangguan dari anggota keluarga lainnya. Anak-anak disabilitas membutuhkan pendekatan dan pendampingan khusus untuk dapat tetap belajar selama masa pandemi.
Selama (pandemi) ini kami merasakan benar-benar susah. Pendampingan oleh orangtua harus ekstra, sementara cara penyampaian dari sekolah kurang. (Nur Hasanah)
”Kompleks permasalahannya bagi anak dengan disabilitas untuk melakukan PJJ (pembelajaran jarak jauh) di masa pandemi ini. Selama (pandemi) ini kami merasakan benar-benar susah. Pendampingan oleh orangtua harus ekstra, sementara cara penyampaian dari sekolah kurang,” kata Nur Hasanah, Ketua Forum Komunikasi Keluarga Anak dengan Disabilitas (FKKADK) Kota Bandung, Jawa Barat, ketika dihubungi pada Senin (7/9/2020).
Bukan hanya pendidikan, tambah Nur, layanan kesehatan bagi anak dengan disabilitas juga sangat terbatas selama pandemi. Beberapa bulan pertama di masa pandemi, banyak layanan fisioterapi bagi anak dengan disabilitas terhenti. Sekarang sudah mulai buka, tetapi dengan layanan yang sangat terbatas karena pembatasan sosial.
Layanan rehabilitasi dan fisioterapi melalui kunjungan ke kelurahan atau rehabilitasi berbasis masyarakat, menurut Nur, juga tidak bisa dilakukan lagi karena pandemi. Hal ini berdampak mengubah kondisi anak dengan disabilitas, terutama yang membutuhkan fisioterapi seumur hidup mereka.
”Akibatnya, banyak anak dengan disabilitas tidak dapat berlatih (fisioterapi). Banyak yang mengalami kemunduran (perkembangan), perilaku dan emosinya berubah,” kata Nur.
Untuk mengatasi dampak yang semakin buruk pada anak-anak dengan disabilitas, kata Nur, FKKADK Kota Bandung yang beranggotakan 1.762 orangtua dengan anak disabilitas rutin mengadakan acara konseling dengan psikolog secara daring. Tujuannya memberikan pendampingan kepada orangtua agar lebih optimal mendampingi anak-anak mereka selama pandemi.
Mendukung orangtua
Secara terpisah, Yanti Kusumawardhani, spesialis perlindungan anak di Save the Children Indonesia, juga mengatakan, anak dengan disabilitas terancam mengalami kemunduran perkembangan karena gangguan pembelajaran dan layanan kesehatan. ”Karena itu, sejak Juli hingga Desember, sebulan dua kali, kami mengadakan webinar untuk orangtua anak dengan disabilitas. Tujuannya untuk mengisi gap informasi yang belum diperoleh orangtua,” kata Yanti.
Webinar tersebut, antara lain, terkait kesehatan dan pembelajaran jarak jauh yang menjadi tantangan tersendiri bagi anak dengan disabilitas. Apalagi jika PJJ yang dilakukan belum disesuaikan dengan kondisi anak yang bisa berbeda satu dengan lainnya dalam satu kelas di SLB.
”Kondisi anak (dengan disabilitas) perlu menjadi pertimbangan dalam PJJ. Menurut hemat kami, fokus pembelajaran untuk mereka seharusnya lebih pada meningkatkan activity of daily living atau aktivitas kegiatan harian serta ke kemampuan pengetahuan kesehatan,” tutur Yanti.
Berdasarkan survei JDI, sebanyak 70 persen anak dengan disabilitas belum memahami protokol kesehatan terkait pandemi Covid-19. Anak dengan disabilitas lebih rentan terpapar Covid-19 dibandingkan dengan anak-anak lainnya karena mereka bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan. Selain itu, beberapa di antara mereka juga mempunyai komorbid atau penyakit penyerta.