Sejumlah tenaga pendidik berharap pemerintah memutuskan kebijakan berbasis data akurat kondisi sekolah hingga siswa dan keluarganya. Dengan demikian, tercipta solusi pembelajaran jarak jauh secara menyeluruh.
Oleh
MEDIANA/Fabio Maria Lopes Costa
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai tindak lanjut kebijakan bantuan kuota internet, pemerintah mengarahkan agar kepala sekolah lekas memasukkan nomor layanan seluler siswa di sistem Data Pokok Pendidikan. Sejumlah satuan pendidikan masih berproses mengisi. Mereka berharap, pemerintah juga ikut mendata persoalan dan solusi pembelajaran menyeluruh yang terjadi selama pandemi Covid-19.
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Surat Edaran Nomor 8202/C/PD/2020 tanggal 27 Agustus 2020 meminta dinas pendidikan menugaskan kepala sekolah melengkapi nomor layanan seluler (nomor ponsel) siswa di sistem Dapodik. Pengisian ini bertujuan menindaklanjuti keputusan pemberian bantuan kuota internet.
Dalam surat itu, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Jumeri meminta agar pengisian selesai dilakukan sebelum 31 Agustus 2020.
Meski diapresiasi sejumlah pihak, kebijakan bantuan subsidi kuota internet dianggap tidak berpihak kepada siswa yang mengikuti pembelajaran dari guru kunjung.
Sekretaris Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Supriadi mengatakan, arahan dinas untuk memasukkan nomor layanan seluler siswa ke sistem Dapodik sudah keluar. Setiap sekolah sedang proses memasukkan data. Meski diapresiasi sejumlah pihak, kebijakan bantuan subsidi kuota internet dianggap tidak berpihak kepada siswa yang mengikuti pembelajaran dari guru kunjung.
Di Sidenreng Rappang, kebanyakan siswa tidak bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) daring karena bertempat tinggal di lokasi yang terbatas infrastruktur jaringan telekomunikasi. Dia berharap, pemerintah memberikan bantuan pula kepada kelompok siswa tersebut sehingga keadilan tercipta.
Supriadi mengatakan, sistem Dapodik sebenarnya menyediakan data lengkap profil siswa ataupun guru. Untuk siswa, khususnya, sistem Dapodik menyimpan data nama lengkap orangtua, penghasilan, jumlah saudara, tinggi dan berat badan siswa, alamat surel, akta kelahiran, nomor induk kependudukan, nomor kartu keluarga, sampai jarak rumah ke sekolah. Setiap enam bulan sekali, sekolah memperbarui data di sistem Dapodik.
”Sekolah diminta memasukkan nomor layanan seluler di sistem Dapodik. Kalaupun tidak punya, sekolah akan mengosongkan. Kami rasa, berangkat dari data tersebut bisa ada solusi lain,” kata Supriadi saat dihubungi Senin (31/8/2020) dari Jakarta.
Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua, Christian Sohilait berharap, pemerintah pusat menyediakan anggaran yang mendukung pembelajaran secara luring di Papua. Misalnya, menyediakan buku, radio dan bantuan anggaran operasional bagi guru yang melaksanakan pembelajaran secara tatap muka dari rumah ke rumah di daerah pedalaman yang belum terpapar Covid-19.
Dari data Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua, sebanyak 330.044 siswa tak dapat mengikuti program belajar jarak jauh secara daring. Hal ini karena belum adanya infrastruktur jaringan telekomunikasi dan listrik yang memadai.
Maruntung Sihombing, salah satu guru SMA di Kampung Indawa, pedalaman Kabupaten Lanny Jaya, saat dihubungi mengungkapkan, tempat tugasnya tidak hanya belum memiliki jaringan internet, tetapi juga layanan listrik. Ia mengungkapkan, ribuan pelajar di Indawa sangat merindukan kembali belajar dengan gurunya.
Penyalahgunaan kuota
Wakil Kepala SMP Negeri 2 Bireuen, Aceh, Miswar, menceritakan pengalaman senada. Sekolahnya masih memasukkan data nomor layanan seluler siswa ke sistem Dapodik. Sama seperti sekolah lainnya, pihak SMP Negeri 2 Bireuen belum mendapatkan informasi mekanisme penyaluran bantuan.
"Kami sudah mengalokasikan dana bantuan operasional sekolah (BOS) reguler untuk mensubsidi pembelian paket kuota internet. Akan tetapi, kualitas jaringan internet di setiap lokasi wilayah tempat tinggal siswa berbeda-beda. Ini menjadi tantangan tersendiri,” ujarnya.
Selain itu, ketidakoptimalan pelaksanaan PJJ metode daring bersumber dari keluarga siswa. Sebagian besar orangtua siswa bekerja sebagai buruh dan petani. Mereka sibuk bekerja sehingga tidak bisa mengawasi anak mengikuti PJJ.
Para guru akhirnya mengkhawatirkan siswa menyalahgunakan bantuan kuota internet untuk hal lain di luar PJJ. Orangtua tidak bisa mengawasi, begitu pula kami. Karena itu, dia harap, bantuan kuota internet dari pemerintah pusat (Kemendikbud) disertai dengan pembatasan akses ke laman-laman yang non-edukasi.
Ketua Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Lampung Asep Sudarsono juga mengatakan, pengisian nomor layanan seluler ke sistem Dapodik sedang berlangsung. Sementara bagi satuan pendidikan berbentuk madrasah, pihak Kementerian Agama belum mengarahkan pendataan nomor layanan siswa seluler untuk diberikan bantuan.
Sejumlah orangtua di Lampung pun telah mengetahui informasi tersebut. Namun, kebijakan bantuan kuota internet tidak lantas meredam keinginan orangtua agar sekolah dibuka kembali.
”Mereka kesal dengan dibukanya tempat wisata, mal, pasar, dan tempat publik lainnya. Mereka sebenarnya sanggup beli kuota, tetapi tidak sanggup mendampingi dan mengawasi anak saat PJJ metode daring,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum IGI Khairuddin mencemaskan hal senada. Tidak semua peserta didik layanan seluler memiliki gawai dan nomor layanan seluler pribadi. Sejauh ini, dinas-dinas pendidikan hanya menginstruksikan memasukkan nomor layanan seluler siswa ke sistem Dapodik tanpa disertai penjelasan detail.
”Tidak mengherankan apabila kelompok siswa itu tidak cepat mengikuti PJJ. Mereka menunggu giliran pemakaian gawai dari orangtua," kata dia.
Tidak parsial
Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto berpendapat, pemerintah terkesan melihat masalah PJJ dan memecahkannya secara parsial. Persoalan PJJ bukan hanya menyangkut kenaikan pengeluaran biaya kuota internet.
Kenaikan pengeluaran kuota internet sebenarnya permasalahan bagi kebanyakan keluarga kelas menengah. Bagi keluarga kelas menengah bawah, persoalan mereka adalah ketidakmampuan membeli gawai. Ini lebih berat dari sekadar beban pengeluaran pulsa seluler.
Dari sisi tenaga pendidik, dia mengamati, kebanyakan guru masih memiliki keterbatasan mengelola PJJ. Di antara mereka juga belum piawai mengoperasikan teknologi edukasi.
”Lalu, buat apa belanja pulsa seluler kalau masih banyak guru yang gagap teknologi?” kata Totok.
Lebih jauh, dia menyarankan agar pemerintah membuat pemetaan profil siswa, keluarganya, dan guru selama PJJ. Dari hasil pemetaan, pemerintah bisa mulai menerapkan kebijakan yang kondisional sesuai lokasi dan waktu. Alternatifnya, kebijakan subsidi pulsa seluler tetap dijalankan, tetapi saat bersamaan pemerintah segera memetakan solusi atas persoalan-persoalan PJJ lainnya.
”Tidak bisa menyamakan kondisi Jawa dengan luar Jawa. Sudah desentralisasi kok pendekatan kebijakan masih seragam,” imbuh Totok.
Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Evy Mulyani saat dikonfirmasi mengatakan akan mengumumkan hasil pendataan nomor layanan seluler peserta didik penerima bantuan pulsa. Hingga kemarin siang, finalisasi hasil pendataan belum tersedia.