Belum lama ini harian "Kompas" merayakan hari jadinya (28 Juli, 1965) dan kini sudah berusia 55 tahun. Setahu saya, kata "kompas" sendiri belum dibahas di kolom Bahasa. Harian ini yang tentu sudah dikenal baik dari Sabang sampai Merauke, bahkan di luar negeri, nyaris saja tidak dinamakan "Kompas". Nama yang telah disiapkan tahun 1965 itu adalah "Bentara Rakyat", tetapi Soekarno, presiden kala itu, memiliki gagasan yang lain dan mengusulkan nama "Kompas": “Aku akan memberi nama yang lebih bagus… ‘Kompas’. Tahu toh apa itu kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba” (Kompas, 2020-06-28).
"Kompas" menurut KBBI berarti \'alat untuk mengetahui arah mata angin (biasanya berbentuk seperti jam yang berjarum besi berani yang menunjuk arah utara dan selatan)\' dan \' pedoman arah’. Kompas pertama kali ditemukan oleh Dinasti Han di Tiongkok pada abad ke-3, tapi baru mulai dipakai sebagai alat navigasi 800 tahun kemudian. Di dunia Barat dan Islam baru tercatat dari abad ke-13.
Kata "kompas" sendiri diserap ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa Belanda ("kompas") yang menyerapnya dari bahasa Perancis Kuno ("compas", ‘lingkaran, bundaran’), yang menyerapnya dari bahasa Latina "com" (‘bersama’) dan "passus" (‘langkah, rute, jalan’). Kata "kompas" (dalam berbagai bentuk) sekarang terdapat di sejumlah bahasa Eropa (seperti bahasa Inggris, Swedia, Polandia, dan Jerman). Walau kata ini memiliki latar bahasa Perancis Kuno, bahasa Perancis modern tidak mengenal kata "kompas", melainkan "boussole". Bentuk ini tercatat pula dalam bahasa-bahasa Eropa lainnya (seperti bahasa Portugal dan Italia), dan juga merupakan bentuk yang dipakai oleh orang Arab ("busulah").
Sneddon ("The Indonesian Language", 2003) mengatakan bahwa bahasa Indonesia tidak menyerap banyak kata dari bahasa Sanskerta yang berhubungan dengan kemaritiman. Dia berargumentasi bahwa ini menunjukkan bahwa bangsa-bangsa yang hidup di kepulauan Nusantara ini sudah mahir di dunia kelautan waktu orang India berdatangan ke Asia Tenggara. Saya berusaha mencari kata “asli” Melayu atau Indonesia dengan arti "kompas", tapi tidak berhasil. Saya juga tidak berhasil menemukan bukti bahwa orang Indonesia menggunakan kata yang berasal dari bahasa Cina atau bahasa Arab untuk menggambarkan alat navigasi ini. Apakah ini menunjukkan bahwa pelaut Nusantara tidak menggunakan kompas sebelum orang-orang Eropa berdatangan? Entah. Barangkali ada pembaca kolom ini yang bisa mencerahkan keburaman ini.
Nah, kembali ke "Bentara Rakyat" lagi, yang hampir jadi nama koran ini. Waktu membacanya pertama kali secara kilat, saya kira usul namanya adalah "Lentera Rakyat", dan saya anggap ini sebagai nama yang masuk akal dan bisa dimaklumi. "Lentera" pun bisa memberi pedoman arah dan mencerahkan. "Bentara Rakyat", di lain pihak, saya anggap agak aneh. "Bentara" itu adalah ‘pembantu raja yang bertugas melayani dan menyampaikan titah raja atau membawa alat-alat kebesaran kerajaan’. Jadi, "bentara" mengabdi kepada raja. Mungkin dulu maksudnya dengan "bentara rakyat" adalah menggambarkan seseorang (atau, lebih tepat, sesuatu) yang mengabdi kepada rakyat. Hanya saja, ke mana perginya raja dan kerajaan dalam penafsiran ini?
Akhirnya, harus diakui bahwa pemberian nama "Kompas" kepada sebuah koran adalah langkah yang brilian. Semoga ia tetap akan memberi arah supaya rakyat Indonesia bisa mengarungi lautan dan hutan rimba dengan aman setidaknya 55 tahun lagi.
André Möller
Penyusun Kamus Swedia-Indonesia