Menjelang dimulainya perkuliahan, mahasiswa berharap pemerintah segera mencairkan subsidi kuota internet. Kuota internet menjadi kebutuhan penting di tengah pembelajaran jarak jauh.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahasiswa mengharapkan pemerintah segera mencairkan program subsidi kuota internet. Ini karena pembelajaran jarak jauh di perguruan tinggi akan dimulai September 2020. Program subsidi kuota internet dinilai bisa mengurangi beban ekonomi mereka yang berada di daerah internet lancar.
Putri Aulia Rosita (19), mahasiswa baru di Universitas Pembangunan Nasional, Jawa Timur, menjelaskan, kuliah daring dimulai 12 September mendatang. Dia menggunakan paket internet Rp 25.000 per bulan dengan kuota 4 gigabyte (GB). Mengingat aktivitas perkuliahan yang mengandalkan internet, Putri khawatir paket yang digunakannya kini tak cukup untuk mengikuti kuliah daring.
”Sebagai mahasiswa baru, saya sangat setuju dengan kebijakan pemerintah untuk memberikan kuota kepada mahasiswa. Kalau kuliah daring, misalkan ada tugas, kami mesti mencari referensi dari sumber-sumber lain di internet. Jadi, butuh banyak kuota. Subsidi juga meringankan beban orangtua buat bayar kuota,” katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (30/8/2020).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengalokasikan dana Rp 7,2 triliun untuk subsidi kuota internet pembelajaran jarak jauh bagi guru, dosen, siswa, dan mahasiswa. Besaran subsidi kuota internet ditetapkan sebesar 35 gigabyte (GB) per bulan untuk siswa, 42 GB per bulan untuk guru, serta 50 GB untuk mahasiswa dan dosen. Subsidi kuota internet ini akan diberikan mulai September hingga Desember 2020.
Nur Hafizah (21), mahasiswi semester VII Universitas Muhammadiyah Jakarta, mengatakan, pada semester lalu, ia menjalani kuliah daring sejak April hingga Juli. Untuk itu, ia membeli kuota internet Rp 100.000 per bulan dan mendapat 10 GB plus 20 GB untuk media sosial. ”Paket ini kadang belum sebulan juga sudah habis,” katanya.
Hafizah beruntung karena ia mendapat subsidi kuota internet dari kampus. Uang semesternya dikurangi sebesar Rp 500.000 per bulan. Anggaran itu digunakan untuk membeli kuota internet mahasiswa selama belajar jarak jauh semester lalu.
Menurut dia, kuota internet menjadi prioritas ketika belajar jarak jauh. Oleh sebab itu, program subsidi kuota internet menjadi penting, terutama bagi mahasiswa prasejahtera.
”Kan, banyak juga mahasiswa yang kondisi perekonomian orangtuanya menurun akibat pandemi Covid-19. Makanya, subsidi kuota internet itu sangat membantu,” ujarnya.
Berbeda dari Hafizah, Indah Sulistyani (21), mahasiswa semester VII di salah satu perguruan swasta di Jakarta Selatan, membiayai kuota internet secara mandiri. Tidak ada subsidi kuota internet dari kampusnya. Oleh sebab itu, program pemerintah ini sangat dinantikan.
Sebagai gambaran, pada semester lalu dia menghabiskan Rp 117.000 per bulan untuk kuota internet. Internet ini selalu habis setiap bulan karena dia berbagi dengan adiknya yang duduk di bangku SD. Sama seperti Indah, sang adik pun belajar jarak jauh.
”Pernah waktu itu paket habis dan tiba-tiba ada kelas pengganti. Karena internet habis, waktu itu aku pakai internet dari HP mama,” katanya.
Ringankan sebagian beban
Pengamat pendidikan Darmaningtyas berpendapat, program subsidi kuota internet bisa meringankan beban warga. Namun, ini hanya berlaku bagi mereka yang tinggal di daerah internet lancar.
”Bagi mahasiswa, misalnya, yang kampusnya umumnya berada di daerah perkotaan, subsidi kuota ini sudah pasti akan menjawab persoalan. Namun, untuk siswa atau mahasiswa yang bermukim di lokasi tanpa infrastruktur listrik dan internet, subsidi kuota internet itu tak ada gunanya,” katanya.
Dia melanjutkan, persoalan pendidikan tingkat dasar dan menengah lebih kompleks dari persoalan kuota. Menurut pemetaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama, lanjutnya, ada sekitar 40.000 satuan pendidikan yang belum memiliki jaringan internet dan listrik.
Solusi untuk masalah ini, dia menambahkan, tak bisa ditangani oleh Kemendikbud saja. Butuh kerja sama antarkementerian dan lembaga untuk mengatasinya. Kemendikbud harus menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk penyediaan internet. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pun harus terlibat untuk penyediaan jaringan listrik.