Keberadaan 1.493 desa adat di Bali penting dalam menjaga dan melestarikan budaya dan seni serta tradisi di Bali. Budaya dan seni menjadi kekuatan sekaligus daya tarik Bali.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Keberadaan 1.493 desa adat di Bali penting dalam menjaga dan melestarikan budaya dan seni serta tradisi di Bali. Budaya dan seni menjadi kekuatan sekaligus daya tarik Bali.
Hal itu disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster dalam rangkaian simakrama (tatap muka) dengan bandesa (kepala desa adat), perbekel (kepala desa), dan lurah se-Kota Denpasar di Gedung Dharma Negara Alaya Kota Denpasar, Bali, Sabtu (29/8/2020).
Ini konsep besar membangun Bali secara fundamental dan komprehensif.
Sebelum menghadiri simakrama atau tatap muka itu, Koster bersama Wakil Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara dan Bandesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet melaksanakan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan gedung Majelis Desa Adat Kota Denpasar. Gedung ini berdampingan dengan Gedung Dharma Negara Alaya Kota Denpasar.
Dalam acara tatap muka, Koster menerangkan visi dan misi pembangunan Bali di bawah kepemimpinannya, yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali, melalui pola pembangunan semesta berencana menuju Bali era baru. Untuk mencapai itu, Koster menyatakan dirinya menyiapkan regulasi, program, dan anggaran.
Lebih lanjut Koster juga mengajak semua kepala daerah di Bali bersama-sama membangun Bali sebagai satu kesatuan wilayah. ”Ini konsep besar membangun Bali secara fundamental dan komprehensif,” ujarnya.
Terkait keberadaan desa adat di Bali, kini terdapat Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali yang dilanjutkan dengan Peraturan Gubernur Bali No 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali. Koster juga membentuk organisasi perangkat daerah yang mengurus desa adat, yakni Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali.
Koster menyatakan, desa adat berperan besar dalam menjaga keharmonisan Bali sesuai konsep Tri Hita Karana (tiga penyebab kebahagiaan yang bersumber dari keharmonisan hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan alam dan lingkungan). Desa adat dinyatakan selalu tampil dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan Bali sehingga Bali dikenal dunia dan diminati wisatawan.
Adapun Bandesa Madya Majelis Desa Adat Kota Denpasar Anak Agung Ketut Sudiana mengatakan, pihaknya menyambut baik dan mengapresiasi perhatian Gubernur Bali terhadap desa adat. Ia menambahkan, perhatian pemerintah terhadap desa-desa adat di Bali, termasuk di Kota Denpasar, memberikan semangat bagi aparatur desa adat.
Sebelum di Kota Denpasar, Koster sudah meresmikan pembangunan gedung MDA Provinsi Bali dan dilanjutkan pembangunan sejumlah gedung MDA di beberapa kabupaten, antara lain Gianyar, Jembrana, dan Karangasem. Pembangunan gedung MDA Kota Denpasar, menurut Bandesa Madya MDA Kota Denpasar Sudiana, memanfaatkan dana bantuan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Selain membantu dan mendorong pembangunan gedung Majelis Desa Adat di semua kabupaten dan kota di Bali, Koster menyatakan Pemerintah Provinsi Bali juga mendukung pemerintah kabupaten dan pemerintah kota di Bali membangun, memperbaiki, dan merevitalisasi sasana atau balai budaya di daerah.
Menurut Koster, budaya merupakan kekuatan Bali sehingga setiap daerah di Bali harus memiliki fasilitas yang mendukung pelestarian dan pengembangan budaya dan seni.