Bantuan untuk memperlancar pembelajaran jarak jauh luar jaringan atau luring amat ditunggu. Metode ini dilakukan sejumlah sekolah karena tak semua daerah punya akses internet.
Oleh
TIM KOMPAS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Gerak cepat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan amat ditunggu untuk mengatasi masalah dalam pembelajaran jarak jauh, baik yang digelar secara dalam jaringan maupun luar jaringan. Pemetaan masalah dalam pembelajaran jarak jauh diperlukan agar bantuan pemerintah tepat sasaran sehingga pembelajaran daring dan luring lebih efektif.
Hingga kini baru pembelajaran jarak jauh (PJJ) daring yang mendapat bantuan melalui pemberian kuota internet. Kebijakan ini diapresiasi dengan sejumlah catatan agar penyalurannya tepat sasaran.
Pemerintah diminta juga menaruh perhatian pada PJJ luring yang dilakukan sejumlah guru dan murid di berbagai daerah. Mereka memilih cara itu antara lain akibat tak ada akses internet serta ketiadaan gawai.
Dance Latumutuani, tokoh masyarakat dari Desa Piliana, Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Jumat (28/8/2020), mengatakan, pembelajaran di desa itu dilakukan dari rumah ke rumah. Pada hari-hari tertentu, guru mengunjungi siswa untuk memberi pekerjaan rumah, kemudian mengumpulkannya beberapa hari kemudian.
Ketua Dewan Pendidikan Guru Nusa Tenggara Timur (NTT) Simon Riwu Kaho di Kupang, mengatakan, dalam kunjungan kerja ke sejumlah kabupaten/kota di NTT pekan lalu, didapati sebagian besar sekolah belum menjalankan pendidikan tatap muka akibat pandemi. Menurut dia, para pengelola sekolah melaporkan bahwa orangtua juga lebih memilih pembelajaran luring.
Caranya bervariasi. Dicontohkannya, siswa berkumpul dalam jumlah 4-5 orang kemudian didatangi guru. Selain itu, siswa mengambil bahan pelajaran di sekolah untuk satu pekan masa pembelajaran dan mengembalikannya pada hari Sabtu. Ada juga yang belajar kelompok melalui pesawat radio (handy talkie/HT).
Wakil Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Aris Adi Leksono berharap bantuan pemerintah untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) tak hanya berupa kuota internet, tetapi juga subsidi transport untuk guru kunjung. Selama ini, sejumlah guru harus mendatangi siswa untuk memberikan pembelajaran karena peserta didik tak mempunyai gawai, atau siswa tinggal di wilayah yang belum memiliki akses internet.
Pastikan tepat sasaran
Rencana pemberian bantuan subsidi kuota internet kepada guru, dosen, siswa, dan mahasiswa berbasis nomor telepon seluler yang terdaftar di data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dinilai tak tepat sasaran. Metode tersebut kurang berpihak kepada mereka yang lebih membutuhkan kuota dan atau tak memiliki gawai.
Pemberian bantuan yang sama rata ini, menurut Anggi Afriansyah, peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, menimbulkan bias kelas. Bantuan ini menguntungkan masyarakat di perkotaan dari kelompok ekonomi menengah ke atas.
Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbud Jumeri mengakui pemberian subsidi kuota internet itu belum berbasis kebutuhan. “Kami kesulitan dalam waktu cepat mendata mana yang kaya dan mana yang membutuhkan. Kami sapu bersih (dulu) karena harus segera disalurkan,” ujarnya. (IKA/FRN/KOR/ETA)
Baca juga: Orang Tua dan Siswa Menanti Realisasi Subsidi Kuota Internet