Pelaporan BOS Reguler Tahap I Baru Sebesar 76,89 Persen
Penyaluran dana bantuan operasional sekolah atau BOS reguler tahap III akan dilakukan September 2020. Sekolah penerima diminta melengkapi lima persyaratan administratif terlebih dahulu.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Capaian pelaporan dana bantuan operasional sekolah atau BOS reguler tahap I saat ini mencapai 76,89 persen. Pemerintah mengingatkan sekolah yang belum menunaikan kewajiban lapor segera melakukannya melalui aplikasi BOS Salur dan aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah.
Tim BOS Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan (Kemendikbud) Dana Bhaswara mengatakan hal itu di sela- sela webinar BOS, Kamis (27/8/2020), di Jakarta. Webinar yang disiarkan secara langsung di akun Youtube Ditjen PAUD Dikdasmen ini dalam rangka percepatan penyaluran dana BOS reguler tahap III tahun 2020.
Dia menyebut pelaporan perencanaan dan realisasi dana BOS reguler tahap I adalah satu dari lima syarat penerimaan tahap III. Empat syarat lainnya ialah sekolah terdaftar di Dapodik saat batas cut off pendataan penerima dilakukan per 31 Agustus 2020, memiliki nomor pokok sekolah nasional (NSPN), bukan satuan pendidikan kerja sama, serta izin operasional aktif bagi sekolah swasta saat cut off dilakukan per 31 Agustus 2020.
Untuk syarat sekolah terdaftar di Dapodik, hingga kemarin, persentase sekolah yang datanya sudah sinkron mencapai 81 persen. Artinya, masih ada 19 persen sekolah yang datanya belum sinkron dan ini tidak boleh dianggap sepele.
”Persentase itu sama dengan sekitar 40.000 sekolah. Syarat terdaftar di Dapodik bertujuan untuk transparansi dan akuntabilitas,” ujarnya.
Lalu, hingga sekarang, jumlah sekolah swasta penerima BOS tahap I dan II yang belum mengisi izin operasional sebanyak 3.199 atau 6,3 persen dari total. Karena cut off adalah tanggal 31 Agustus 2020, sekolah swasta yang belum mengisi data izin operasional aktif diminta segera menunaikan kewajibannya.
Dana mengatakan, hal-hal teknis administratif seperti itu hampir selalu terulang di setiap penyaluran dana BOS reguler. Evaluasi penyaluran BOS reguler tahap I dan II menunjukkan validitas data rekening sekolah yang rendah sehingga menyebabkan retur atau penyaluran tertunda.
Hasil evaluasi lainnya ialah sekolah tutup atau merger, tetapi dinas pendidikan tidak melakukan penutupan secara sistem sehingga masih tercatat di Dapodik. Dana pun akhirnya terlambat disalurkan.
Di daerah terpencil, sekolah memiliki keterbatasan komunikasi dan jaringan internet. Hasil evaluasi menunjukkan, kondisi tersebut juga berisiko bagi sekolah bersangkutan. Misalnya, dana BOS reguler diterima terlambat.
Penyaluran dana BOS reguler tahap III dipastikan terjadi September 2020. Oleh karena itu, dia mengingatkan agar sekolah memenuhi kelima syarat.
Dana juga turut mengingatkan relaksasi kebijakan penggunaan dana BOS reguler yang tertuang di Peraturan Mendikbud No 19/2020. Melalui peraturan ini, tidak ada lagi pengotak-ngotakan alokasi penggunaan. Tujuan relaksasi ini adalah menyikapi pandemi Covid-19.
Hal ini karena kebutuhan setiap sekolah berbeda. Oleh karena itu, kepala sekolah diperkenankan membelanjakan dana BOS reguler sesuai kebutuhan sekolahnya saat pandemi Covid-19.
”Kepala sekolah tidak perlu khawatir. Peraturan Mendikbud No 19/2020 adalah dasar hukumnya,” katanya.
Dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Elih Sudiapermana, saat dihubungi secara terpisah, mengatakan, sekolah, utamanya negeri, merupakan organ pemerintah daerah. Kepala sekolah merupakan aparatur pemerintah daerah. Jadi, sekolah dan kepala sekolah bukan organ langsung dari Kemendikbud.
”Anggaran yang masuk ke sekolah (negeri) merupakan bagian dari tata kelola anggaran pemerintah daerah. Keuangan sekolah diperiksa oleh inspektorat daerah,” ujarnya.
Elih berpendapat, kebersamaan Kemendikbud, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan dalam mengomunikasikan komitmen kebijakan kepada pemerintah daerah menjadi salah satu hal penting untuk melindungi kepala sekolah.
Ketua Harian Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI) Rusnanie saat dihubungi secara terpisah, mengatakan, tiap-tiap sekolah mempunyai pos alokasi belanja. Di tengah pandemi seperti sekarang, sekolah tidak bisa serta-merta mengalihkan pos alokasi perolehan BOS reguler seluruhnya untuk kebutuhan pulsa dan protokol kesehatan. Sekolah masih harus membayar biaya jasa operasional rutin, misalnya tagihan listrik dan air. Ada juga sekolah tetap menggelar PJJ metode daring sehingga dana BOS reguler tidak dialokasikan untuk membantu pembelian pulsa guru dan siswa.
Ridwan, Ketua Serikat Guru Indonesia Kabupaten Kutai Kartanegara, memandang relaksasi kebijakan pemakaian dana BOS reguler yang tertuang dalam Peraturan Mendikbud No 19/2020 tidak bisa langsung diterapkan oleh sekolah. Hal ini disebabkan kepala sekolah tunduk pada pemerintah daerah.
”Eksekusi kebijakan seperti itu berdampaknya kepada guru-guru. Kami cuma bisa menunggu,” katanya.