Bantuan subsidi kuota internet untuk pembelajaran daring yang dialokasikan sebesar Rp 7,2 triliun diharapkan dapat meringankan beban guru dan siswa dalam pembelajaran daring.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengalokasikan dana sebesar Rp 7,2 triliun untuk subsidi kuota internet pembelajaran jarak jauh bagi guru, dosen, siswa, dan mahasiswa mendapat apresiasi. Paling tidak, ini dapat mengurangi beban guru, dosen, siswa, dan mahasiswa dalam pembelajaran daring.
Besaran subsidi kuota internet ditetapkan sebesar 35 gigabyte (GB) per bulan untuk siswa, 42 GB per bulan untuk guru, serta 50 GB untuk mahasiswa dan dosen. Subsidi kuota internet ini akan diberikan mulai September hingga Desember 2020.
Dengan total jumlah guru, dosen, siswa, dan mahasiswa yang lebih dari 55,7 juta, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mesti memastikan distribusi subsidi kuota internet itu bisa tepat sasaran. Penyaluran bantuan pun hendaknya berbasis kebutuhan dan tidak diberikan dalam bentuk uang, melainkan langsung berupa kuota internet.
Belum diketahui bagaimana mekanisme distribusi subsidi kuota internet tersebut. Dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR, Kamis (27/8/2020), Mendikbud Nadiem Makarim hanya menyampaikan adanya alokasi anggaran untuk subsidi kuota internet tersebut.
Nadiem mengatakan, Kemendikbud mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp 8,9 triliun. Anggaran itu dialokasikan untuk subsidi kuota internet sebesar Rp 7,2 triliun dan tambahan untuk tunjangan profesi profesi guru dan tenaga kependidikan serta tunjangan dosen dan guru besar sebesar Rp 1,7 triliun.
Selama ini kami telah melakukan perjuangan internal untuk bisa mendapatkan anggaran tambahan, anggaran baru untuk bisa menjawab kecemasan masyarakat. (Nadiem Makarim)
”Selama ini kami telah melakukan perjuangan internal untuk bisa mendapatkan anggaran tambahan, anggaran baru untuk bisa menjawab kecemasan masyarakat. Dan dengan dukungan beberapa menteri lain, kami mendapat dukungan untuk anggaran pulsa bagi peserta didik di masa pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini,” kata Nadiem.
Kalangan anggota Komisi X DPR mengapresiasi keputusan tersebut karena subsidi itu akan membantu guru, dosen, siswa, dan juga mahasiswa yang selama ini terjerat mahalnya kuota internet untuk pembelajaran daring. Namun, subsidi ini hanya bisa diberikan pada siswa yang mempunyai gawai.
”Bagaimana dengan siswa yang berada di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal)? Mungkin mereka tidak punya ponsel,” kata Sofyan Tan, anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDI-P. Dia berharap penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kinerja dan BOS afirmasi bisa diperluas untuk membantu para siswa di daerah 3T tersebut.
Hal senada dikatakan anggota Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat Dede Yusuf. ”Ada daerah yang tidak ada internet. Mereka (siswa di sana) kebagian apa?” katanya.
PJJ luring
Secara terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim juga menyambut baik kebijakan subsidi kuota internet karena akan mengurangi beban guru dan siswa selama PJJ. Dia berharap, subsidi tersebut diberikan dalam bentuk kuota internet langsung ke nomor telepon seluler guru dan siswa penerimaan.
”Namun, sangat disayangkan Mas Menteri (Nadiem) hanya membahas bantuan kuota untuk guru dan siswa dalam PJJ daring, sedangkan untuk guru dan siswa PJJ luring tidak dibahas, bahkan terkesan diabaikan. Belum ada format bantuan bagi guru dan siswa dengan metode PJJ luring. Mestinya ini juga menjadi perhatian sebab persoalan PJJ selama ini yang dominan adalah PJJ luring,” kata Satriwan.
Kendala-kendala selama PJJ luring, seperti masalah akses listrik, internet, kepemilikan gawai, sulitnya akses guru kunjung ke rumah siswa, menurut Satriwan, harus diatasi. Laporan persoalan PJJ luring melalui guru kunjung dari guru-guru di jaringan FSGI Daerah masih sama dari awal pandemi hingga kini.
”Ini mestinya juga yang disentuh oleh Kemendikbud sebab mereka semua adalah guru-guru yang mendidik anak-anak Indonesia. Sedari awal kami minta agar Kemendikbud mendata dan membuka ke publik berapa guru yang mengajar dan berapa siswa yang menggunakan metode PJJ luring, dan di daerah mana saja,” kata Satriwan.
Anak miskin tertinggal
Laporan terbaru UNICEF menyebutkan, sepertiga anak di seluruh dunia atau 463 juta anak mengalami kesulitan mengikuti PJJ selama pandemi. Dan, yang memprihatinkan adalah anak-anak dari rumah tangga miskin dan perdesaan paling rawan tertinggal pelajaran selama penutupan sekolah.
”Jumlah besar anak yang pendidikannya terhenti selama berbulan-bulan dan tanpa kepastian menunjukkan situasi darurat di sektor pendidikan,” ucap Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore.
Di Indonesia, survei UNICEF bersama Kemendikbud menunjukkan, sekitar 35 persen siswa melaporkan koneksi internet yang buruk. Survei juga mendata 73 persen anak disabilitas sulit belajar di rumah.
Belum siap dibuka
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengungkapkan, pembukaan kembali sekolah di beberapa tempat juga menyimpan persoalan yang tak kalah pelik. KPAI meragukan persiapan protokol kesehatan yang dilakukan sekolah. Ditambah lagi, indikator daftar periksa protokol kesehatan yang dilakukan Kemendikbud pun tidak jelas. Hal itu terlihat di pendataan kesiapan belajar melalui laman sekolah.data.kemdikbud.go.id.
Menurut dia, indikator pengukuran yang dipakai Kemendikbud untuk menilai kesiapan hanyalah tersedia, tidak tersedia, dan belum menjawab sekitar 11 item pertanyaan terkait protokol kesehatan. ”Kami mendorong orang tua ikut memastikan apakah sarana kebersihan dan kesehatan sekolah sudah terpenuhi sebelum kelas tatap muka di sekolah dibuka lagi. Kalau fasilitas belum terpenuhi, lalu sekolah diam-diam membuka tatap muka, kami harap masyarakat berani lapor,” ujarnya.
Di Kota Pariaman, Sumatera Barat, misalnya, pemkot setempat kembali menutup kegiatan sekolah tatap muka seiring terjadinya lonjakan kasus positif Covid-19. ”Kami tutup kembali sekolah tatap muka karena banyak tambahan kasus positif Covid-19. Penutupan direncanakan sekitar dua pekan,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Pariaman Kanderi.(IKA/MED/SON/JOL)