Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia Bagian Timur Terus Terjadi
Berbagai praktik kekerasan hingga kini menimpa perempuan di Tanah Air, termasuk perempuan di wilayah timur, Karena itu, upaya untuk mencegah kasus kekerasan hingga ke tingkat nasional terus dilakukan semua pihak.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekerasan dalam berbagai bentuk terus menimpa perempuan di wilayah Indonesia timur, termasuk perdagangan orang. Namun, sering kali berbagai kasus kekerasan itu, terutama yang terjadi di pelosok, tidak mendapat perhatian pemerintah sehingga kekerasan terus berulang.
Selain karena kemiskinan yang masih tinggi di wilayah Indonesia timur, situasi tersebut terjadi karena terdapat kesenjangan di berbagai bidang antara wilayah timur dan barat di Indonesia.
Oleh karena itulah, sejak tahun 2016, Komnas Perempuan, Forum Pengada Layanan (FPL) bagi Perempuan Korban Kekerasan, dan Yayasan BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia) menginisiasi Konferensi Perempuan Timur (KPT) didukung Program MAMPU (Kemitraan Australia-Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan). Pada tahun ini, KPT 2020 akan dilangsungkan secara daring akibat pandemi Covid-19.
”Konferensi Perempuan Timur diadakan karena tingkat kekerasan dan perdagangan perempuan dan anak di Indonesia bagian timur cukup tinggi, mewarnai potret kekerasan terhadap perempuan di Indonesia bagian timur. Ini menunjukkan kemiskinan berkontribusi terhadap kekerasan pada perempuan,” ujar Veryanto Sitohang, anggota Komnas Perempuan, dalam konferensi pers daring, Selasa (25/8/2020).
Data Catatan Tahunan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada tahun 2018 menunjukkan terdapat 2.796 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia bagian timur. Berdasarkan laporan yang diterima Komnas Perempuan, Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi dengan kasus kekerasan terhadap perempuan tertinggi, yakni 677 kasus, diikuti Sulawesi Tengah (416 kasus) dan Sulawesi Utara (416 kasus).
Konferensi Perempuan Timur diadakan karena tingkat kekerasan dan perdagangan perempuan dan anak di Indonesia bagian timur cukup tinggi.
”Karena itu, sebagai lembaga negara, Komnas Perempuan menjadi bagian dari upaya mengatasi kekerasan pada perempuan di Indonesia bagian timur dan di saat sama persoalan pemiskinan penting untuk dibicarakan,” ujar Veryanto.
Berawal dari NTT
Ketua Panitia KPT 2020 Lusia Palulungan bersama anggota Dewan Pengarah Nasional FPL, Yustina Fendritta, menyampaikan, selama tiga kali berturut-turut, tuan rumah KPT adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), meliputi Belu (2016), Soe (2017), dan Kupang (2018). Untuk KPT 2020, Makassar, Sulawesi Selatan, menjadi tuan rumah penyelenggaraan.
KPT diselenggarakan sebagai wadah bagi perempuan Indonesia bagian timur untuk saling berbagi beragam praktik dan inovasi baik dari gerakan perempuan Indonesia timur untuk menyelesaikan beragam isu hak asasi manusia.
Adapun KPT Ke-4 tahun 2020 yang berlangsung Rabu hingga Kamis (26-27/8/2020) mengusung tema ”Memetik Buah dari Sinergi Multipihak untuk Pembangunan Berkeadilan di Kawasan Timur Indonesia”.
Forum ini juga akan memperlihatkan kemampuan daerah bersinergi antara gerakan perempuan di Indonesia bagian timur, pemerintah, dan berbagai pihak untuk mendukung pemberdayaan perempuan, serta mencegah dan menangani kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.
”Konferensi ini akan mengumpulkan para pelaku pembangunan dan aktor perubahan, seperti pemerintah lokal dan pusat, organisasi masyarakat sipil, serta penggerak komunitas di akar rumput, untuk berbagi pengalaman dan gagasan dalam memenuhi hak perempuan di Indonesia timur,” tutur Lusia.
Seperti KPT 2017, konferensi ini memperluas wilayah pembelajaran, tidak hanya di Pulau Timor, tetapi juga di sejumlah pulau yang ada di bagian timur Indonesia, seperti NTT, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Semua pihak yang terlibat di dalam KPT 2020 dapat saling belajar dan mereplikasi praktik baik dari komunitas, lembaga pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pemerintah pusat, dan swasta dalam pembangunan berkelanjutan.
Terkait praktik baik di Indonesia bagian timur, menurut Yustina, selama ini anggota FPL yang tersebar di sejumlah daerah di Indonesia timur bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat. Hasilnya, di Indonesia timur telah ada sejumlah peraturan daerah tentang perlindungan perempuan dari kekerasan, termasuk pencegahan perdagangan orang, antara lain di Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Muna (Sulawesi Tenggara), serta Kabupaten Timor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan (NTT).
”Sejak tahun 2015 hingga 2020 setidaknya lembaga pengada layanan sudah memberikan pelayanan atas 1.178 kasus kekerasan terhadap perempuan,” kata Yustina.
Selain itu, melalui pengorganisasian sosial, FPL mendorong inisiatif komunitas untuk merespons kasus kekerasan terhadap perempuan. Saat ini ada 18 desa yang mendukung dan merespons persoalan kekerasan terhadap perempuan di desa. Sejumlah desa menginisiasi peraturan desa, bahkan mengalokasikan anggaran desa untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.