Keterlibatan perempuan dalam berbagai program pembangunan di desa akan memberikan dampak signifikan. Namun, hingga kini belum banyak perempuan yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan karena didominasi laki-laki.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perempuan memiliki peran penting dalam upaya mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, perempuan merupakan kunci dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan masyarakat, termasuk di masa pandemi Covid-19. Keterlibatan perempuan dalam berbagai proses pembangunan dan pengambilan keputusan di desa-desa akan memberikan dampak yang besar terutama bagi kemajuan.
Karena itulah, di program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/The Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) Desa yang diluncurkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di wilayah pedesaan, pelibatan perempuan menjadi syarat utama. Bahkan, musyawarah desa (musdes) harus melibatkan perempuan di desa.
Saya sudah memberikan tekanan bahwa setiap musdes harus ada unsur perempuan yang mewakili minimal 30 persen dari total peserta musdes. Kita akan pantau di setiap saat agar kebijakan ini jangan sekadar menjadi hiasan bibir, tetapi betul-betul dilaksanakan. (Abdul Halim Iskandar)
”Saya sudah memberikan tekanan bahwa setiap musdes harus ada unsur perempuan yang mewakili minimal 30 persen dari total peserta musdes. Kita akan pantau di setiap saat agar kebijakan ini jangan sekadar menjadi hiasan bibir, tetapi betul-betul dilaksanakan,” ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar pada seminar daring ”Feminisasi Kemiskinan dan Efektivitas Bantuan Sosial, Merespons Pandemi Covid-19” pada Senin (24/8/2020).
Seminar yang digelar Kemendes PDTT bersama Program Mampu (Kemitraan Australia-Indonesia untuk kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan), dan sejumlah organisasi ini menghadirkan sejumlah narasumber.
Selain melibatkan perempuan dalam musdes, Abdul Halim menyatakan, pihaknya juga meminta di Badan Perwakilan Desa (BPD) minimal 30 persen diisi oleh perwakilan perempuan. Untuk gerakan pembangunan yang terkait dengan pencapaian tujuan dalam TPB/SDGs, Abdul Halim sangat optimistis pelaksanaan programnya akan lebih efektif dan efisien ketika melibatkan perempuan.
Dia mencontohkan tujuan Desa Tanpa Kemiskinan. Peran perempuan sangat besar karena bicara penanganan kemiskinan, pasti akan lebih cepat tepat dan efisien ketika banyak melibatkan perempuan.
”Begitu juga Desa Tanpa Kelaparan, yang bisa mendeteksi siapa warga yang masih kelaparan, saya yakin bukan orang laki-laki, bukan bapak-bapak, tapi ibu atau perempuan. Beliau-beliaulah yang lebih tahu lingkungannya, lebih peka terhadap kondisi lingkungannya,” kata Abdul Halim.
Selanjutnya dalam program Desa Sehat dan Sejahtera. Program tersebut tidak akan bisa berjalan atau terwujud kalau tidak melibatkan sebanyak mungkin perempuan. ”Sebab, ngomong posyandu, ngomong stunting, semuanya itu proporsi laki-laki pasti kecil sekali. Di situlah perempuan akan menjadi harapan utama kita di dalam pencapaian SDGs Desa di masa-masa mendatang termasuk dalam mewujudkan pendidikan desa berkualitas,” tambah Abdul Halim.
Sekjen Kemendes PDTT Anwar Sanusi menambahkan, peran perempuan dalam keluarga sangat besar. Hal itu terlihat dari bantuan langsung tunai (BLT) Dana Desa yang disalurkan. Sebanyak 33 persen penerimanya adalah perempuan kepala keluarga, atau jumlahnya hampir sepertiga dari atau sepertiga dari jumlah keluarga penerima manfaat (KPM). Kondisi tersebut juga menggambarkan bahwa perempuan masih banyak yang mengalami kondisi di bawah garis kemiskinan.
Padahal, jika dilihat dalam konteks yang lebih luas, sebetulnya peran perempuan sangat besar, bahkan tata kelola masyarakat bisa dikelola dengan baik ketika dikelola oleh perempuan.
”Itu terbukti dari beberapa program, yakni peran perempuan memegang peran kunci ternyata masih berjalan dengan baik, dan bahkan memberikan nilai dampak yang cukup signifikan bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat,” kata Anwar.
Ia mencontohkan, usaha pengolahan kegiatan (UPK) atau usaha-usaha yang dikelola oleh para ibu yang hingga kini masih berjalan karena ternyata perempuan lebih teliti dalam kegiatan ekonomi yang bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dan khususnya kepada keluarganya.
Survei Pekka
Direktur Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka) Nani Zulminarni, pada seminar tersebut, menyampaikan hasil survei pemantauan beragam bantuan sosial Covid-19 yang dilakukan sepanjang 21 Mei-3 Juni 2020. Sebanyak 123 kader Yayasan Pekka melakukan sensus di 90 desa dan 90 rukun tetangga/dusun terhadap 6.559 kepala keluarga dan melakukan wawancara dengan 87 aparat desa untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan bantuan sosial oleh pemerintah desa.
Temuan penting melalui pemantauan program bantuan sosial dari sisi masyarakat dan desa adalah adanya kesalahan inklusi, eksklusi, serta potensi korupsi dalam pemberian bantuan sosial maupun Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD).
”Secara umum, penyebab kesalahan inklusi dan eksklusi terkait dengan data dan pendataan warga, kerancuan dalam identitas hukum, dan status perkawinan serta minimnya pemahaman regulasi oleh aparat di tingkat pelaksanaan bantuan sosial,” kata Nani.
Dari pemantauan tersebut ditemukan, Yayasan Pekka memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat dan desa untuk melakukan perluasan program bantuan sosial khususnya untuk pemulihan ekonomi, memperkuat basis data dengan mengembangkan sistem data berbasis komunitas dan terpilah. Selain itu, juga mengembangkan kebijakan afirmasi untuk menjangkau kelompok-kelompok miskin yang khusus dan tereksklusi.