Belum Semua Satuan Pendidikan Siap Protokol Kesehatan
Pembukaan kembali sekolah dengan sistem tatap muka beresiko besar terhadap penyebaran Covid-19. Apalagi, belum semua pemerintah daerah beserta satuan pendidikan siap terkait sarana pendukung protokol kesehatan.
JAKARTA, KOMPAS — Kesiapan pemerintah daerah dan sekolah untuk menggelar pembelajaran secara tatap muka di sekolah dinilai masih kurang. Kebijakan itu agar dievaluasi dan diawasi karena rentan meningkatkan penularan Covid-19 pada anak-anak, tenaga pengajar, tenaga di sekolah, ataupun keluarga.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, Rabu (19/8/2020), di Jakarta, mengatakan, mayoritas satuan pendidikan mulai dari jenjang SD sampai SMA/SMK belum siap menyelenggarakan sekolah dengan sistem tatap muka. Hal ini tergambar dari hasil pengawasan langsung KPAI dan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) di 27 sekolah selama Juni-Agustus 2020.
Sekitar 74 persen dari total sekolah yang diawasi tersebut belum membentuk tim gugus tugas Covid-19 dengan surat keputusan kepala sekolah dilengkapi pembagian tugas yang jelas dan sarana protokol kesehatan.
Mengenai wastafel, kata Retno, baru 22,22 persen dari total sekolah yang diawasi sudah menyiapkan wastafel di depan tiap ruang kelas. Sisanya, sekolah memakai wastafel lama, membangun wastafel baru di depan gerbang masuk, dan mengandalkan keran wudu.
Lebih dari setengah dari total sekolah yang diawasi belum mengubah posisi meja dan kursi mengikuti arahan protokol kesehatan.
”Lebih dari setengah dari total sekolah yang diawasi belum mengubah posisi meja dan kursi mengikuti arahan protokol kesehatan,” ujarnya.
Menurut Retno, sejumlah guru wajib absen dan menyelenggarakan PJJ metode daring di sekolah. Dengan demikian, mereka masuk ke sekolah setiap hari sejak 13 Juli 2020. Namun, dinas pendidikan setempat belum menggelar tes cepat dan tes usap kepada mereka untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.
Dia mendorong, pembukaan sekolah dengan sistem tatap muka harus memenuhi lima siap. Pemerintah daerah, satuan pendidikan, guru, orangtua, dan anak harus siap. Apabila belum siap, pembukaan sekolah tidak dilakukan.
Berdasarkan Sekolah.data.kemdikbud.go.id per 20 Agustus 2020, terdapat 68.343 satuan pendidikan di 34 provinsi dan luar negeri melaporkan menerapkan belajar dari rumah. Sebanyak 9.780 satuan pendidikan di 34 provinsi dan luar negeri melaporkan menerapkan pembelajaran tatap muka di sekolah.
Adapun 454.092 satuan pendidikan di 34 provinsi dan luar negeri belum menjawab metode pembelajaran yang digunakan. Di DKI Jakarta, misalnya, terdapat 2.191 satuan pendidikan melaporkan menerapkan belajar dari rumah, 15 satuan pendidikan menerapkan pembelajaran tatap muka, dan 8.906 satuan pendidikan belum menjawab metode pembelajarannya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mewajibkan kepala satuan pendidikan mengisi daftar periksa dan mengunggahnya melalui laman Sekolah.data.kemdikbud.go.id. Sebagai gambaran, mengutip Sekolah.data.kemdikbud.go.id per 20 Agustus 2020, sebanyak 161.640 satuan pendidikan di 34 provinsi dan luar negeri menjawab telah tersedia toilet bersih.
Adapun 9.387 satuan pendidikan di 34 provinsi dan luar negeri menjawab tidak tersedia toilet bersih. Lalu, 360.625 satuan pendidikan di 34 provinsi dan luar negeri belum melapor ada tidaknya toilet bersih.
Dari sisi kesiapan sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau cairan pembersih tangan, 159.768 satuan pendidikan di 34 provinsi dan luar negeri menjawab telah menyediakan. Sebanyak 11.259 satuan pendidikan menjawab tidak tersedia. Adapun 360.625 satuan pendidikan belum menjawab tersedia atau tidak sarana itu.
Dari sisi kesiapan disinfektan, 134.744 satuan pendidikan di 34 provinsi dan luar negeri menjawab telah menyediakan dan 36.283 satuan pendidikan menjawab tidak tersedia. Sementara 360.625 satuan pendidikan belum menjawab tersedia atau tidak disinfektan.
Dilihat dari segi kesiapan membuat kesepakatan bersama komite sekolah dengan tetap menerapkan protokol kesehatan saat pembelajaran tatap muka, 65.776 satuan pendidikan di 34 provinsi dan luar negeri menjawab tersedia. Sebanyak 105.251 satuan pendidikan di 34 provinsi dan luar negeri menjawab tidak tersedia. Adapun 360.625 belum menjawab tersedia atau tidak.
Dukungan psikososial
Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Frieda Maryam Mangunsong berpendapat, orangtua perlu menyadari bahwa situasi darurat Covid-19 dialami oleh semua keluarga di dunia. Ketika kesadaran ini terbangun, orangtua satu dengan lainnya dan guru bisa saling berbagi cerita, pengalaman, dan bertukar pikiran. Dengan cara ini akan terbentuk dukungan psikososial.
Orangtua semestinya tidak terburu-buru melepas anaknya kembali sekolah untuk mengikuti kelas tatap muka. Sebaliknya, orangtua harus selalu mengecek kesiapan fasilitas pendukung protokol kesehatan, terutama di sekolah anaknya. Apabila dirasa belum siap, orangtua berhak menolak anak kembali belajar secara tatap muka ke sekolah.
Apabila terjadi sesuatu dengan anak saat kembali belajar tatap muka di kelas, orangtua tidak bisa serta-merta menyalahkan sekolah.
”Hal utama yang harus dimiliki adalah kesiapan mental, baik orangtua maupun anak. Apabila terjadi sesuatu dengan anak saat kembali belajar tatap muka di kelas, orangtua tidak bisa serta-merta menyalahkan sekolah,” ujarnya saat menghadiri peluncuran buku saku Dukungan Psikososial bagi Guru dan Siswa Tangguh dan Menjadi Orangtua Tangguh di Masa Pandemi Covid-19, Rabu. Dua buku itu diterbitkan oleh Wahana Visi Indonesia.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim berpendapat, satuan pendidikan di daerah yang mengabaikan surat keputusan bersama (SKB) empat menteri semestinya mendapat teguran. Para guru juga seharusnya berani mengingatkan kepala sekolah, bahkan bisa menolak. Sebab, guru punya hak untuk mendapatkan perlindungan atas kesehatan dan keselamatan kerja sesuai amanat Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru dan Tenaga Kependidikan.
Apabila tidak ada teguran atas pengabaian SKB, ini dikhawatirkan dijadikan preseden oleh sekolah dan dinas pendidikan lain untuk membuka sekolah meskipun lokasinya di zona bukan hijau dan kuning. Padahal, menurut dia, tidak ada tawar-menawar demi kesehatan dan keselamatan siswa ataupun guru.
Baca juga : Simulasi Belajar Tatap Muka di Kota Bekasi Berpotensi Langgar SKB Empat Menteri
Kemendikbud mengklaim belum ada kluster Covid-19 di satuan pendidikan yang sudah membuka sekolah dengan sistem tatap muka. Satuan pendidikan diharapkan selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Barat Sugeng Hariadi mengatakan, hingga sekarang belum ada sekolah yang membuka kelas tatap muka. Hal ini dipicu temuan sejumlah guru dan siswa terkonfirmasi positif Covid-19 di lima kabupaten.
Pemerintah provinsi meminta guru menjalani tes usap, sedangkan murid menjalani tes cepat (rapid test) dan tes usap. Dana diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Baca juga : Pemda Tak Boleh Gegabah Buka Sekolah
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Barat juga mengecek kesiapan fasilitas protokol kesehatan di satuan pendidikan. Hasilnya adalah belum semua SMA dan SMK siap. Sebanyak 85 persen SMA melapor telah mempunyai sarana pendukung, sedangkan satu SMK belum memiliki sarana karena masih sibuk mengurus dampak banjir rob.
”Kami pun meminta persetujuan orangtua sebelum menyelenggarakan kembali kelas tatap muka di sekolah. Belum semua orangtua setuju. Maka, sekolah tetap menyediakan layanan PJJ,” ujar Sugeng.
”Membuka kembali sekolah dengan sistem tatap muka bukan bersifat wajib, melainkan dibolehkan. Kepala daerahlah yang paling tahu kondisi perkembangan Covid-19 di daerahnya. Kami kementerian membuat panduan,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Jumeri, Kamis (20/8/2020), di Jakarta.
Dia menyampaikan, segala persyaratan pembukaan kembali sekolah dengan sistem tatap muka telah terangkum dalam revisi SKB tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 oleh Kemendikbud, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama.
Jumeri mencontohkan kasus positif Covid-19 yang menimpa siswa sekolah dasar di Tulungagung, Jawa Timur. Kasus ini berawal ketika sejumlah siswa berkumpul di salah satu rumah untuk menunggu guru kunjung. Siswa yang rumahnya dipakai belajar memiliki orangtua yang sehari-hari bekerja sebagai makelar jual-beli kendaraan. Proses penularan berasal dari keluarga itu.
Contoh lain di Papua. Sebanyak 289 anak berusia di bawah 18 tahun terkonfirmasi positif Covid-19. Kasus ini merupakan akumulasi sejak Maret sampai Agustus 2020 sebelum kelas tatap muka diberlakukan.
”Setiap dinas mempunyai aparat pengawas sekolah. Mereka bisa membantu monitoring kesiapan protokol kesehatan beserta pelaksanaannya. Apabila ada kejadian darurat atau perubahan zona hijau/kuning ke lainnya, kepala daerah setempat bisa langsung menghentikan kelas tatap muka,” kata Jumeri.
Baca juga : Simulasi Sekolah Tatap Muka Dijalankan
Mengenai dana bantuan operasional, dia menyampaikan, Kemendikbud telah mengeluarkan peraturan yang merelaksasi peruntukannya. Peraturan Mendikbud No 19/2020, misalnya, mengatur, dana bantuan operasional sekolah (BOS) reguler bisa dipakai untuk subsidi pulsa guru dan siswa serta kebutuhan protokol kesehatan.
”Sepanjang kondisi keuangan sekolah kuat, dana BOS reguler bisa pula untuk membiayai pemeliharaan kesehatan, seperti bayar tes cepat (rapid test) Covid-19 dan termometer tembak. Kami paham, tidak semua sekolah punya kondisi keuangan yang kuat,” pungkasnya.