Sekolah di Mana-mana Dibuka, Pemerintah Dianggap Lepas Tangan
Keputusan pemerintah mengizinkan pembelajaran tatap muka di sekolah dianggap mengabaikan hak hidup anak. Keputusan itu juga dinilai sebagai bentuk lepas tangan pemerintah.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan pemerintah mengizinkan pembukaan sekolah dengan sistem tatap muka di area zona kuning terus menuai kritik. Pemerintah dianggap mengabaikan hak hidup dan tumbuh kembang anak.
”Pembukaan sekolah dengan sistem tatap muka tidak wajib, tetapi diizinkan pemerintah. Ini artinya pemerintah lepas tangan. Tidak ada keinginan melindungi anak,” ujar Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti di sela-sela diskusi daring ”Hibah Merdeka Belajar Tidak Sah”, Senin (17/8/2020), di Jakarta.
Retno mengatakan, KPAI sejak awal menolak pembukaan kembali sekolah karena kondisi sekarang masih pandemi Covid-19. Kondisi darurat ini semestinya mengedepankan hak anak untuk hidup, lalu berkembang, dan hak atas pendidikan.
Karena kondisi darurat, semua aktivitas kehidupan tidak bisa berjalan dengan normal, termasuk kegiatan belajar-mengajar. Dia berpendapat, penurunan mutu pembelajaran adalah keniscayaan.
Anak ketinggalan pembelajaran tidak apa-apa daripada sakit. Buat apa pintar, tetapi sakit dan meninggal.
”Anak ketinggalan pembelajaran tidak apa-apa daripada sakit. Buat apa pintar, tetapi sakit dan meninggal,” ujarnya.
Berdasarkan sekolah.data.kemdikbud.go.id, terdapat 54.037 sekolah di 34 provinsi dan luar negeri melaporkan menerapkan belajar dari rumah. Sebanyak 7.459 sekolah di 34 provinsi dan luar negeri melaporkan menerapkan pembelajaran tatap muka di sekolah.
Sementara itu, terdapat 470.639 sekolah di 34 provinsi dan luar negeri belum melaporkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengenai metode pembelajarannya.
Sesuai sekolah.data.kemdikbud.go.id, di DKI Jakarta terdapat 1.800 sekolah melaporkan menerapkan belajar dari rumah dan 14 sekolah melaporkan menerapkan pembelajaran tatap muka. Lalu, terdapat 9.297 sekolah belum melaporkan bentuk pelaksanaan pembelajarannya.
Retno menambahkan, KPAI memantau prosedur protokol kesehatan kepada sekolah yang memutuskan membuka kembali kelas tatap muka. Selain itu, KPAI juga memantau persiapan sarana sampai guru dan tenaga pendidik.
”Membuka kelas tatap muka saat kondisi darurat pandemi berarti membuka peluang penularan Covid-19 lebih luas,” katanya, menambahkan.
Ketua Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah Baedhowi mengatakan, pihaknya belum merekomendasikan sekolah Muhammadiyah di zona kuning Covid-19 untuk dibuka lagi. Setelah revisi surat keputusan bersama (SKB) tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi Covid-19, Muhammadiyah masih menoleransi pembukaan kembali sekolah di zona hijau Covid-19.
”Perkembangan zona sangat dinamis. Kami selalu membahas perkembangan zona Covid-19 dengan Muhammadiyah Command Center. Kami tetap mengedepankan keselamatan dan kesehatan peserta ataupun tenaga pendidik,” katanya.
Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat Muhammadiyah Iyet Mulyana mengatakan, pesantren pun memegang teguh protokol kesehatan. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) metode daring tetap berjalan meskipun ada sejumlah kendala infrastruktur teknologi digital dan keluhan orangtua.
Dia mengakui, hingga sekarang, belum semua siswa pesantren kembali datang. Ini disebabkan wilayah asal siswa masih masuk zona berbahaya Covid-19.
”Kami minta pesantren tidak nekat. Persiapan protokol kesehatan harus dioptimalkan dulu,” kata Iyet.
Akumulasi
Kepala Biro Kerja sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Evy Mulyani mengklaim, data kasus positif covid-19 di sejumlah sekolah yang belakangan mengemuka di media bukan berasal setelah revisi SKB empat menteri. Data tersebut adalah hasil akumulasi sejak Maret 2020.
”Sebelum SKB direvisi, sudah ada kasus. Kami selalu menekankan agar satuan pendidikan fokus kepada kesehatan dan keselamatan. Protokol kesehatan harus dijalankan secara ketat,” ujarnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Jumeri menekankan pentingnya peran pengawas sekolah, kelompok kerja guru, ataupun forum kelompok kerja guru untuk kelancaran PJJ. Misalnya, inisiatif meningkatkan kompetensi guru, penyederhanaan kompetensi dasar dari Kurikulum 2013, dan memotivasi guru.
Dia juga mengatakan pentingnya peran pemerintah daerah. Sebagai contoh, di Desa Sepakung, Semarang, Jawa Tengah, pemerintah desa memanfaatkan dana desa untuk membangun jaringan internet sampai ke tingkat rukun warga. Dia berharap inisiatif seperti itu bisa masif ditiru pemerintah desa lainnya.
”Tri pusat pendidikan harus bersinergi memperlancar pembelajaran selama pandemi Covid-19,” kata Jumeri saat menghadiri webinar Sinergi Pembelajaran Kondisi Khusus, akhir pekan lalu.