Saat Bencana, Remaja Rentan Jadi Korban Kekerasan Seksual
Kendati setiap bencana termasuk menjadi korban, para remaja, terutama perempuan, sering terlupakan. Bahkan, ketika menjadi tulang punggung keluarga karena orangtua meninggal, perempuan remaja sulit mengakses bantuan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para remaja perempuan yang menjadi korban bencana sering luput dari perhatian. Perempuan remaja yang kehilangan orangtua dan hanya tinggal dengan adik-adiknya atau kakek neneknya kadang sulit mengakses bantuan jaminan hidup sehingga rentan mengalami kekerasan seksual.
”Jadi bencana mempunyai dampak berbeda terhadap perempuan dan laki-laki. Namun, remaja tidak pernah menjadi topik yang dibicarakan, jarang sekali. Biasanya yang diangkat selalu perempuan, laki-laki, anak-anak, lanjut usia, dilansia, tetapi remaja bagaimana?” ujar praktisi bencana Ita Fatia dalam diskusi Penyusunan Pedoman Perempuan Tangguh Bencana yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Jumat (14/8/2020).
Mantan Koordinator Nasional Kekerasan Berbasis Gender dalam Situasi Darurat Dana Penduduk PBB (UNFPA) itu mengungkapkan, setiap kali terjadi bencana, perhatian terhadap perempuan remaja terabaikan. Mereka berada di posisi tengah-tengah, tidak masuk kategori anak-anak ataupun dewasa.
Padahal, dalam realitas di masa bencana, banyak sekali remaja yang menjadi tulang punggung keluarga karena kedua orangtuanya meninggal. Akan tetapi, meskipun menjadi kepala keluarga, mereka tidak masuk dalam skema bantuan jaminan hidup.
Karena skema bantuan penerimanya laki-laki atau perempuan dewasa, tetapi remaja tidak ada dalam skema bantuan. (Ita Fatia)
”Karena skema bantuan penerimanya laki-laki atau perempuan dewasa, tetapi remaja tidak ada dalam skema bantuan,” kata Ita.
Dalam situasi seperti itu, ketika tidak mendapat bantuan, para perempuan remaja yang menjadi tulang punggung keluarganya akan mencari bantuan sendiri. Pada saat itulah dia rentan menjadi korban kekerasan seksual.
Pengalaman Ita selama ini menemukan, perempuan remaja korban bencana demi mendapat bantuan jaminan hidup harus menerima kekerasan seksual. Bahkan, ada yang menjadi korban perdagangan orang atau kurir narkoba.
”Remaja tidak pernah dipikirkan dalam bencana, padahal dia termasuk elemen penting dalam bencana. Maka, sangat penting remaja masuk dalam Pedoman Perempuan Tangguh Bencana,” katanya.
Jadi acuan
Jackie Viemilawati, tim penyusunan pedoman tersebut, mengungkapkan, Pedoman Perempuan Tangguh Bencana dibuat agar dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan perlindungan hak perempuan dalam situasi bencana. Melalui pemberdayaan, perempuan diharapkan menjadi tangguh untuk berpartisipasi dalam penanggulangan bencana, mulai dari prabencana hingga pascabencana.
Pelaksana Harian Deputi Perlindungan Hak Perempuan KPPPA Ratna Susianawati menegaskan, penyusunan panduan tersebut dalam rangka menyiapkan perempuan-perempuan tangguh dalam menghadapi bencana. ”Karena saat bencana terjadi, perempuanlah yang selalu menjadi korban pertama. Kita harus pastikan bagaimana kebutuhan dalam situasi bencana bisa terpenuhi,” kata Ratna.