Kebijakan Kampus Merdeka Akan Didukung Insentif Anggaran
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana memberikan dukungan insentif anggaran dan mengukur keberhasilan Kampus Merdeka, bagian dari Merdeka Belajar. Kebijakan ini dianggap mempertegas pendidikan sebagai bisnis.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memastikan, kebijakan Kampus Merdeka akan diintegrasikan dengan insentif anggaran. Selain itu, pemerintah akan mengembangkan metrik untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan kebijakan.
Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka memiliki program ”hak belajar tiga semester di luar program studi”. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi lulusan agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman. Selain itu, program diharapkan dapat memfasilitasi mahasiswa mengembangkan potensinya sesuai dengan hasrat dan bakatnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menjelaskan, esensi Kampus Merdeka adalah meningkatkan kualitas lulusan. Tanpa adanya kemerdekaan dari dosen, kemerdekaan mahasiswa untuk mencari ilmu dan mendapatkan pengetahuan akan susah tercapai.
Sebagai tindak lanjut, dia mengatakan sudah ada berbagai kebijakan yang memungkinkan pendidikan tinggi bermitra lebih luas dengan perusahaan dan organisasi masyarakat. Salah satunya adalah ”pernikahan massal”.
”Kemitraan harus sedalam mungkin,” ujarnya saat menghadiri peluncuran secara daring kegiatan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka Universitas Diponegoro (Undip), Kamis (13/8/2020), di Jakarta.
Untuk metrik pengukuran yang dimaksud, Nadiem menyebutkan beberapa di antaranya. Misalnya, penyerapan pekerjaan dan pendapatan lulusan perguruan tinggi, jumlah mahasiswa magang, proyek sosial, kewirausahaan, praktisi industri mengajar, dosen mau masuk ke perusahaan atau kampus lain, serta program studi terakreditasi.
”Di ruang kelas, seberapa dalam setiap mata kuliah melakukan pembelajaran yang melibatkan cara berpikir kritis dan proyek nyata,” ujarnya.
Nadiem menambahkan, dukungan insentif anggaran akan kementerian lakukan yang disertai dengan menghapus birokrasi yang selama ini menghambat kampus.
Rektor Undip Yos Johan Utama mengatakan, Undip telah memiliki Undip Career Center (UCC) yang bermitra dengan lebih dari 1.500 perusahaan di Indonesia. Alumni Undip paling cepat mendapatkan pekerjaan.
Untuk wirausaha, dia menerangkan, pihaknya mempunyai Klinik Kewirausahaan dan Inkubator Bisnis (KKIB). KKIB bisa dimanfaatkan alumni yang membutuhkan inkubasi bisnis sampai skema pendanaan.
”Untuk mendukung kebijakan Kampus Merdeka Kemendikbud, kami siap melakukan penyesuaian kurikulum di setiap program studi,” kata Yos.
Undip mendukung kebijakan Kampus Merdeka-Merdeka Belajar yang dicanangkan Kemendikbud pada 20 Januari 2020. Undip melakukan penyesuaian kurikulum di setiap program studi. Pokok-pokok kebijakan juga disesuaikan.
Perspektif pasar
Secara terpisah, sosiolog Lucia Ratih Kusumadewi berpendapat, pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang mencetak orang-orang kritis. Perspektif seperti ini berseberangan dengan semangat neoliberalisme yang kini, dia nilai, sudah merasuk ke satuan pendidikan di Indonesia.
Dalam Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 yang dia baca, Lucia menemukan sejumlah istilah yang dekat dengan aktivitas ekonomi. Misalnya, tanggung jawab korporasi, perusahaan teknologi edukasi, dan transaksi secara elektronik atau e-transaksi. Realitas ini sangat mengkhawatirkan.
Dia juga mencemaskan konsep di balik gagasan Kampus Merdeka yang dicanangkan oleh pemerintah. Ada indikasi institusi pendidikan tinggi menjadi penyuplai pasar. Konsep keterhubungan dan keselarasan (link and match) pendidikan tinggi dan dunia usaha/industri memiliki konsekuensi menghilangkan mata kuliah yang dianggap tidak menguntungkan industri.
Merdeka belajar hanya sebatas jargon yang sebenarnya menyembunyikan hakikat pendidikan yang memerdekakan. (Lucia Ratih Kusumadewi)
”Merdeka belajar hanya sebatas jargon yang sebenarnya menyembunyikan hakikat pendidikan yang memerdekakan,” kata Lucia saat menghadiri diskusi daring ”Sekolah Tanpa Batas: Komodifikasi Merdeka Belajar”.