Pemerintah Kurang Tegas Terapkan Kurikulum Darurat
Di tengah pandemi Covid-19, Kurikulum 2013 tetap berlaku. Akan tetapi, pelaksanaannya terbagi dalam tiga bentuk, yaitu penerapan secara utuh, penyederhanaan versi Kemendikbud, dan penyederhanaan versi mandiri sekolah.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Kurikulum Darurat yang merupakan penyederhanaan dari Kurikulum 2013. Kebijakan penerapan kurikulum tersebut yang bersifat opsional dianggap menunjukkan ketidaktegasan negara.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim saat dihubungi Minggu (9/8/2020), di Jakarta, berpendapat, fleksibilitas implementasi Kurikulum Darurat yang diberikan Kemendikbud bisa berdampak kepada evaluasi sekolah. Ada sejumlah sekolah yang masa akreditasinya selesai berlaku tahun 2020 dan 2021.
Apabila penerapan wujud penyederhanaan kurikulum berbeda-beda di setiap sekolah, lantas bagaimana proses penilaian sekolah setahun ini? ( Satriwan Salim)
"Apabila dilihat dari perspektif kebijakan makro, fleksibilitas itu menunjukkan ketidaktegasan kementerian. Badan Akreditasi Nasional dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan memiliki evaluasi terhadap sekolah yang mengacu kepada kurikulum nasional. Apabila penerapan wujud penyederhanaan kurikulum berbeda-beda di setiap sekolah, lantas bagaimana proses penilaian sekolah setahun ini?" kata dia.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti juga menyayangkan pemberlakuan Kurikulum Darurat bersifat opsional. Artinya, di lapangan, kini tersedia tiga kurikulum, yakni Kurikulum 2013 utuh, penyederhanaan kurikulum 2013 secara mandiri oleh sekolah, dan Kurikulum Darurat berbasis Kurikulum 2013 yang disiapkan Kemendikbud. Kebijakan seperti itu akan membingungkan sekolah dan orangtua.
Ditambah lagi, ada potensi Dinas Pendidikan suatu daerah meminta sekolah menerapkan Kurikulum 2013 secara penuh. Satuan pendidikan mau tidak mau akan mengikuti amanat itu.
Dia mengaku bukan orang yang mendukung kebijakan sentralistik. Dia pro terhadap demokrasi. Akan tetapi, dalam konteks pendidikan, apalagi saat kondisi darurat Covid-19, pemerintah seharusnya langsung bersifat tegas memberlakukan Kurikulum Darurat ke seluruh satuan pendidikan."Dengan demikian, evaluasi pelaksanaan menjadi setara," tutur Retno.
Tiga opsi
Dalam taklimat media, Jumat (7/8/2020) petang, Mendikbud Nadiem Makarim menyampaikan, satuan pendidikan pada kondisi khusus dapat tetap mengacu pada Kurikulum 2013, menggunakan Kurikulum Darurat yang sudah disusun Kemendikbud, atau melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri. Dengan kata lain, sekolah di semua jenjang pendidikan pada kondisi khusus, yakni saat pandemi Covid-19 dapat memilih satu dari tiga opsi kurikulum itu.
Dia telah menerbitkan Keputusan Mendikbud Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Pelaksanaan berlaku selama tahun ajaran 2020/2021.
Menurut Nadiem, Kurikulum Darurat merupakan penyederhanaan dari Kurikulum 2013. Disebut Kurikulum Darurat karena Kemendikbud melakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya.
Kurikulum Darurat yang dimaksud secara terperinci tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Nomor 018/H/KR/2020 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah berbentuk SMA untuk Kondisi Khusus.
Kompetensi inti yang diambil berupa pengetahuan dan keterampilan. Sebagai contoh, untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 1 SD/Madrasah Ibtidaiyah, kompetensi dasar untuk kompetensi inti pengetahuan dan keterampilan terdiri enam poin. Salah satunya adalah menguraikan dan melafalkan lambang bunyi vokal dan konsonan dalam kata bahasa Indonesia atau bahasa daerah.
Kepala SMA Dewi Sartika, Jakarta Edi Purnama mengungkapkan, sejak pembelajaran jarak jauh (PJJ) dimulai pertengahan Maret 2020, sekolahnya sudah melakukan penyederhanaan Kurikulum 2013 secara mandiri. Hanya materi-materi esensial di setiap mata pelajaran yang diajarkan. Sekolah yang dia pimpin juga sudah mengurangi jam kegiatan belajar-mengajar.
"Kami belum membaca detail Kurikulum Darurat yang sudah disiapkan Kemendikbud. Banyak hal yang sekarang kami harus pikirkan karena PJJ di Jakarta terus jalan, apalagi kami adalah sekolah swasta," kata dia.
Edi kadang harus meladeni pertanyaan orangtua siswa kapan dana BOS bisa dipakai beli pulsa seluruh siswa, sementara kebijakan sekolah adalah tidak semua siswa bisa mendapat bantuan. Contoh lain yaitu tidak semua guru tinggal di dekat sekolah dan ada yang tinggal beda kecamatan ataupun kabupaten. Kondisi infrastruktur akses internet di sekitar tempat tinggal mereka beragam, sementara mereka harus tetap menjalankan PJJ metode daring.
"Pemerintah pusat dan daerah tetap harus memenuhi infrastruktur dan infokultur. Kondisi sekarang darurat," imbuhnya.
Guru SD Muhammadiyah 1 Muntilan, Magelang, Jawa Tengah Titi Nur Istiqomah menceritakan, sekolah tempatnya bekerja sudah lebih dulu mengimplementasikan kurikulum khusus sesuai kebutuhan siswa. Kurikulum khusus yang dia maksud tetap mengacu ke Kurikulum 2013.
Saat hari-hari awal tahun ajaran 2020/2021 dimulai, dia membuat data pemetaan profil murid, mulai dari minat, cara belajar, pekerjaan orangtua, sampai gawai. Hasil pemetaan itu dia pakai membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dia juga mencari kompetensi dasar mata pelajaran yang sesuai dengan hasil pemetaan.
Sebagai contoh, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas 6 SD. Dia akhirnya meminta siswa mendata tanaman dan hewan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka, lalu mengamati, dan menggambar sebisanya tentang cara kembang biak.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno saat dikonfirmasi secara terpisah menjelaskan, penyederhanaan itu merupakan kulminasi dari banyak kompetensi dasar yang diperoleh melalui materi yang dipelajari siswa. Menurut Totok, keputusan menetapkan Kurikulum Darurat sebagai salah satu dari tiga opsi kurikulum yang bisa dipilih memperhitungkan kondisi masing-masing daerah ataupun sekolah. Kebijakan seperti ini dipastikan tidak akan berpengaruh ke akreditasi satuan pendidikan.
"Akreditasi lebih melihat efektivitas pembelajaran di satuan pendidikan," tegas Totok.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril menambahkan, prinsip "disederhanakan" tidak akan berpengaruh ke mutu pencapaian pembelajaran. Kurikulum Darurat yang tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Nomor 018/H/KR/2020 mengutamakan kompetensi dasar yang esensial serta prasyarat untuk lanjut ke jenjang pendidikan berikutnya.
"Hal terpenting sekarang bagi anak adalah pembelajaran mereka tetap bermakna," ujar dia saat menghadiri webinar "Kurikulum Kondisi Khusus, Adaptasi Pembelajaran Kebiasaan Baru" akhir pekan lalu.