Banyak yang Salah Memaknai Aturan Pembelajaran Jarak Jauh
Banyak guru dan orangtua yang tidak memahami panduan pembelajaran jarak jauh dengan tidak utuh. Akibatnya, pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 pun masih sering terjadi.
Oleh
Mediana
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masih banyak orangtua dan guru salah yang kaprah memaknai pembelajaran jarak jauh atau PJJ. Padahal, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 yang intinya mengajak guru dan orangtua tidak berfokus kepada pencapaian akademik selama PJJ, tetapi memaknai pembelajaran sebagai keterampilan hidup.
”Orangtua bukan guru. Kami sebagai pelaku home schooler selalu memosisikan orangtua sebagai fasilitator kebutuhan pembelajaran bagi anak. Menjadi guru memerlukan sekolah dan meraih sertifikasi profesi,” ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Anastasia Rima, Kamis (6/8/2020), di Jakarta.
Selain salah kaprah memahami kehadiran Surat Edaran Mendikbud No 4/2020, kata Anastasia, juga terjadi di ”Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19”. Panduan ini merupakan surat keputusan bersama Kemendikbud, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Dalam Negeri.
Panduan itu sudah memuat bahwa pembukaan sekolah di zona kuning, oranye, dan merah Covid-19 dilarang. Namun, karena kebanyakan guru dan orangtua memahami panduan tidak utuh, maka tetap terjadi praktik kelas tatap muka di tiga zona tersebut.
Dalam panduan surat keputusan empat menteri sudah dijelaskan, orangtua punya peran sentral, bahkan di zona hijau Covid-19.
”Dalam panduan surat keputusan empat menteri sudah dijelaskan, orangtua punya peran sentral, bahkan di zona hijau Covid-19. Sekolah di zona hijau Covid-19 tidak akan dibuka apabila orangtua tidak mau. Namun, pada praktiknya, ada sekolah mengancam jika orangtua tidak mengirim anaknya kembali ke sekolah,” katanya.
Sekolah jangan dibuka
Salah satu orangtua murid di salah satu SMA negeri di Jakarta, Nia Sjahrifudin, berpendapat, pentingnya siswa selalu disapa oleh guru dan kepala sekolah selama PJJ. Sapaan ini memotivasi siswa agar tidak kendur belajar.
Di lingkungan tempat tinggal rumah dia sudah ada 11 orang terinfeksi virus korona baru. Ada pula anggota keluarga jauh terjangkit Covid-19.
Nia menyampaikan, sekolah tempat anaknya belum membuka kembali kelas tatap muka. Apabila pemerintah jadi memutuskan pembukaan kembali sekolah di zona bukan hijau Covid-19, dia tidak akan setuju. Anaknya tetap akan diminta belajar dari rumah.
”Perilaku masyarakat belum patuh protokol kesehatan. Artinya, lingkungan di luar rumah sekarang sangat tidak kondusif,” ujarnya.
Orangtua siswa lainnya di Jakarta, Miko, memandang, literasi orang berbeda-beda. Hal ini seharusnya dipahami pemerintah pusat dan daerah dengan menciptakan peraturan yang sinkron, mudah dipahami, dan selalu disosialisasikan.
”Bahasa panduan seharusnya lebih informatif bagi orangtua dan guru. Selain itu, pemerintah daerah harus tegas mengawasi pelaksanaan aturan dari pusat yang diturunkan ke daerah. Dalam konteks ini, saya menduga tidak semua daerah membaca isi surat keputusan bersama empat menteri,” katanya.