Perempuan kepala keluarga miskin merupakan kelompok yang paling terdampak pandemi Covid-19. Karena itu, pemerintah harus memastikan, mereka masuk dalam daftar penerima bantuan sosial, agar mereka tidak terlewatkan.
Oleh
TIM KOMPAS
·3 menit baca
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Ribuan warga mengantre pencairan bansos tunai Kemensos di Kantor Pos Sidoarjo, Kamis (11/6/2020). Mereka berdesakan mengabaikan protokol kesehatan.
JAKARTA, KOMPAS — Di masa pandemi Covid-19, negara mesti lebih hadir untuk meringankan beban ekonomi dan sosial perempuan kepala keluarga yang miskin. Pemerintah perlu memperluas cakupan program yang menyentuh langsung perempuan kepala keluarga melalui pemberian bantuan sosial dan pelibatan mereka dalam program pemberdayaan ekonomi.
Pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) meminta pemerintah desa mendata dan memastikan perempuan kepala keluarga menerima bantuan langsung tunai (BLT) dari dana desa. Dari pendataan itu, ditemukan ada sejumlah keluarga yang kepala keluarganya perempuan belum masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
”Saat kementerian kami menggulirkan BLT, saya meminta perempuan kepala keluarga masuk pendataan, saya minta by name by address dari 7,8 juta keluarga penerima manfaat. Jadi, kami mempunyai nama, alamat, jenis kelamin, umur, pekerjaan. Ternyata ada 31 persen atau 2,42 juta keluarga penerima manfaat yang kepala keluarganya perempuan,” kata Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar dalam wawancara daring, Rabu (4/8/2020), di Jakarta.
Adapun kriteria masyarakat penerima BLT dana desa ialah keluarga miskin yang kehilangan mata pencarian akibat pandemi Covid-19. Kriteria lain, penerima belum mendapat bantuan sosial pemerintah, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan pangan non-yunai (BPNT), karena belum terdata dan mempunyai anggota keluarga rentan sakit kronis.
Dari profil perempuan kepala keluarga penerima BLT Dana Desa, 34 persen adalah perempuan berusia di atas 65 tahun, 21 persen berusia 55-64 tahun, 16 persen berusia 45-54 tahun, dan 20 persen berusia 30-44 tahun. Sisanya, 9 persen, perempuan muda (15-29 tahun).
Mereka kebanyakan bekerja sebagai buruh tani (42 persen) atau 1,03 juta perempuan, petani pemilik lahan (31 persen), petani penggarap lahan (15 persen), sisanya nelayan, buruh pabrik, dan guru.
Dari data, ada 69 persen perempuan kepala keluarga yang masuk keluarga penerima manfaat (KPM) BLT Dana Desa. Mereka selama ini tak masuk DTKS. Sisanya sudah terdata, tetapi belum mendapat bansos. ”Artinya, negara perlu lebih hadir di desa,” tegas Halim.
Untuk itu, perempuan kepala keluarga mesti diprioritaskan dalam Padat Karya Tunai Desa (PKTD). Kemendesa PDTT akan mengirim surat kepada semua kepala desa agar melibatkan secara masif perempuan kepala keluarga.
Pengelola bansos
Sementara itu, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat menegaskan, perempuan mendapat perhatian khusus dalam program bantuan sosial. Bahkan, Presiden Joko Widodo meminta agar bansos dalam PKH dan BPNT diterima dan dikelola perempuan (istri atau perempuan dewasa dalam keluarga). ”Peran perempuan penting dalam memastikan tumbuh kembang anak,” ujarnya.
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI
Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabuapten Malang, Jawa Timur, Kamis (30/04/2020), mulai mencairkan BLT Dana Desa bagi warga terdampak Covid-19. Pencairan BLT Dana Desa di desa tersebut menandai bahwa pencairan Dana Desa di Kabupaten Malang mulai bergulir.
Karena itu, dari 10 juta KPM program PKH, penerimanya atas nama perempuan. Penerima BPNT diutamakan perempuan. ”Dari total penerima bansos 20 juta KPM, mayoritas dikelola perempuan,” kata Harry.
Peran perempuan penting dalam memastikan tumbuh kembang anak.
Selama ini, bansos diberikan dengan memakai DTKS berbasis keluarga bukan rumah tangga (RT). Artinya, dalam satu RT bisa terdiri dari beberapa keluarga penerima bansos. Kini pemberian bansos masih merujuk pada data nama dan alamat sehingga saat pindah domisili, warga bisa tak menerima bantuan.
Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, pada awal pandemi, pihaknya menyerahkan data perempuan kepala keluarga kepada Kemensos agar mereka menjadi penerima bansos. Pihaknya juga mengucurkan dana dan memfasilitasi pemberian bantuan makanan bagi mereka.
Sejumlah daerah pun menggulirkan program pemberdayaan perempuan kepala keluarga. Menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, sejak 2010, ia menggalakkan program Pahlawan Ekonomi yang melatih ibu rumah tangga untuk berwirausaha. Mereka mendapatkan pelatihan menciptakan produk dan memasarkan. Ada tiga jenis pelatihan, yakni bisnis kuliner, industri kreatif, dan industri rumahan.
”Pelatihan dilakukan setiap Sabtu dan Minggu. Selama pandemi Covid-19 pelatihan dialihkan melalui daring,” ujar Risma yang optimistis perempuan bisa membantu perekonomian keluarga dengan berbagai usaha, misalnya berwirausaha dengan memproduksi barang dan jasa dari rumah. (SONYA HELLEN SINOMBOR/AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI/JUMARTO JULIANUS)