Pemberian Akses Terbuka Kepada Publik Mengikuti Kaidah Hak Cipta
Galeri, perpustakaan, lembaga arsip, dan museum mempunyai jenis - jenis karya, baik sudah diketahui maupun tidak diketahui pemilik dan pemegang hak ciptanya. Publik bisa memanfaatkannya asal patuh regulasi hak cipta.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemberian lisensi atau akses karya secara terbuka kepada publik pada institusi galeri, perpustakaan, lembaga arsip, dan museum tetap patuh pada kaidah hak cipta. Publik agar memahami berbagai hal yang ditampilkan tersebut belum tentu pada ranah publik.
Ada kemungkinan jenis karya di institusi galeri, perpusatakaan, lembaga arsip, dan museum (GLAM) masih dimiliki pencipta dan masih berlaku perlindungan hak cipta. Apabila karya akan digunakan, direproduksi, dan ditransformasikan ke bentuk komersial, publik harus meminta izin pencipta atau pemegang hak cipta.
Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi, Ari Juliano Gema, mengatakan, karya tersebut termasuk diantaranya adalah ekspresi kebudayaan tradisional (EBT). Apabila ingin menggunakan EBT untuk keperluan apapun, publik bersangkutan harus berkonsultasi dengan perwakilan masyarakat adat.
EBT adalah bagian dari obyek pemajuan kebudayaan. Hingga sekarang, belum ada peraturan pemerintah mengatur lebih lanjut tentang itu.
"Hak cipta EBT dipegang oleh negara, karena penciptanya komunal dan diteruskan secara turun - temurun. Apabila ingin memanfaatkan karya EBT, saya sarankan berhati - hati dan berkonsultasi dulu terhadap masyarakat adat. Jangan sampai niat membantu, malah menyinggung adat," ujar Ari dalam webinar berseri Retas Budaya, Kamis (30/7/2020).
Program Retas Budaya adalah kerja sama antara Goethe-Institut Indonesien, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Wikimedia Indonesia, Asosiasi Game Indonesia, dan PT Elex Media Komputindo.
Keberadaan peraturan perundang - undangan hak cipta membuat publik punya hak moral. Ketika jenis karya masuk domain publik, pemanfaatannya ke dalam berbagai bentuk dan medium tetap harus mencantumkan sumber. Ini sebagai bentuk pertanggungjawaban moral bahwa karya itu bukan miliknya.
Editor Nonfiksi PT Elex Media Komputindo Paulus Eko Nugroho mengatakan, data yang dimiliki institusi GLAM bisa dimanfaatkan untuk menjadi karya nonfiksi, seperti artikel, buku, dan manuskrip film. Kegiatan tersebut bisa dilakukan asalkan institusi GLAM telah menerapkan sistem sumber terbuka (open source) terhadap data - data yang mereka miliki.
Bagi kami, kerja sama seperti itulah akan mempengaruhi bentuk penerbitan masa depan. (Paulus Eko Nugroho)
"Bagi kami, kerja sama seperti itulah akan mempengaruhi bentuk penerbitan masa depan," kata dia.
Menurut Paulus, tahap penting setelah berkembang sistem open source dari institusi GLAM adalah kurasi. Pengolah data harus memiliki ketertarikan, kejelian, dan terampil mengolah materi yang ada di data GLAM. (med)
Lembaga manajemen kolektif
Ari Juliano Gema menjelaskan, sesuai Undang - Undang (UU) Hak Cipta, lembaga manajemen kolektif (LMK) memiliki kuasa untuk mengumpulkan manfaat atas karya yang sudah ada pemilik ataupun pemegang hak cipta. Di negara lain, LMK biasanya terdiri dari LMK musik, LMK penerbitan, dan LMK film. Namun, Indonesia baru mempunyai dua LMK, yakni musik dan penerbitan.
Jenis - jenis karya, baik sudah punya pemilik maupun pemegang hak cipta, biasanya diolah dan disebarluaskan ke medium musik, penerbitan, dan film. Sebagai contoh, film Warkop DKI terus - menerus dipublikasikan melalui siaran televisi, platorm Youtube, dan aplikasi pemutar video beraliran langsung.
"Kehadiran LMK membuat pengumpulan hasil monetisasi ekonomi karya yang sudah punya pemilik ataupun pemegang hak cipta tersebut lebih mudah," ujar Ari.
Koordinator GLAM di Wimedia Commons Rachmat W mengatakan, Wikimedia Commons merupakan repositori daring berkas media berisikan gambar, video, dan audio untuk keperluan pendidikan. Wikimedia Commons menerapkan lisensi terbuka sehingga pengguna leluasa untuk membagikan kembali gambar, video, dan audio kepada pengguna lainnya.
"Meski lisensi terbuka, pengguna yang ingin menyebarluaskan harus memberikan atribusi kredit dari mana gambar, video, dan audio diperoleh. Dengan pondasi kerja seperti itu, orang yang mengunggah gambar, video, dan audio di Wikimedia Commons tetap terlindungi hak ciptanya," tegas dia.
Menurut Rachmat, Wikimedia Commons bekerja sama dengan sejumlah institusi GLAM untuk mendigitalisasi konten. Misalnya, Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies/KITLV mendonasikan sekitar 5.574 konten arsip budaya beresolusi tinggi untuk diunggah ke Wikimedia Commons. Lalu, Museum Uang Sumatera menggunggah konten arsip mata uang kuno ke Wikimedia Commons. Kedua institusi GLAM ini ingin agar semakin banyak orang kalangan pendidikan belajar.