Penciptaan lagu-lagu baru untuk usia anak dinilai akan mampu mengembalikan lagi popularitas lagu beserta penyanyi anak. Pemerintah dan pelaku industri musik perlu saling mendukung.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lagu untuk anak kalah populer dibandingkan bagi orang dewasa. Penyebabnya, produksi tetap berjalan, tetapi dukungan promosi dan upaya menjaga kelangsungan industri lagu anak minim.
Ketua Tim Kerja Program Kita Cinta Lagu Anak Indonesia (KILA) Sita Dewanto, saat konferensi pers secara daring program Kita Cinta Lagu Anak Indonesia (KILA), Rabu (29/7/2020), di Jakarta, menceritakan, ajang kompetisi penyanyi cilik masih terus bermunculan. Namun, mereka cenderung menyanyikan lagu orang dewasa nasional ataupun asing.
”Lagu anak pernah mengalami masa keemasan, tetapi kini redup. Benar-benar seperti tenggelam. Kami tidak bisa memungkiri bahwa anak sekarang mempunyai waktu lebih banyak untuk menikmati hiburan dari berbagai media,” ujarnya.
Aneka ragam media untuk menonton hiburan memengaruhi durasi anak menyanyikan lagu untuk usia mereka. Penciptaan lagu anak pun akhirnya tidak semasif beberapa tahun lalu meskipun produksi tetap jalan.
Program KILA bertujuan merangkul anak-anak Indonesia usia 3- 12 tahun melalui lagu anak. Program ini merupakan hasil kerja sama KITA Indonesia dan Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian dan Kebudayaan (Kemendikbud).
KILA mencakup lomba menyanyi dan menciptakan lagu anak. Pendaftaran KILA 2020 dibuka pada 1-31 Agustus 2020. Program ini tidak berbayar. Formulir pendaftaran bisa diperoleh melalui www.kilaindonesia.id. Pengumuman nama - nama yang masuk tahap seleksi lanjutan pada 15 September 2020 melalui laman ataupun media sosial KILA.
Komposer Dian HP menceritakan, produksi lagu anak hingga sekarang masih tetap berjalan. Dia lantas mencontohkan musisi Purwacaraka yang selalu menciptakan lagu anak. Namun, aktivitas seperti itu tidak bergaung. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya promosi ke media.
”Mantan penyanyi anak juga bergabung ke dalam gerakan ’Save Lagu Anak’. Kami tidak bisa berjalan sendiri memajukan lagu anak,” ujarnya.
Penyanyi Chicha Koeswoyo mengatakan, selama kurun 1970-1980, lagu anak berada pada masa puncak popularitas. Dia saat itu terjun sebagai penyanyi cilik dengan membawakan lagu-lagu yang diciptakan ayahnya, Nomo Koeswoyo.
Masa puncak popularitas lagu anak membuat Chicha sempat mengalami masa diperebutkan perusahaan rekaman. Pada masa itu, para produser memperhitungkan lagu. Potensi anak sebagai penyanyi juga mendapat perhatian lebih.
”Orangtua pun mendukung agar berkarya dan sekolah berjalan seimbang,” kata dia mengenang masa saat menjadi penyanyi cilik.
Kurang apresiasi
Pengamat musik Bens Leo saat dihubungi terpisah menyampaikan, persoalan meredupnya popularitas lagu anak sudah berlangsung beberapa tahun terakhir. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya apresiasi perusahaan rekaman terhadap lagu anak. Lagu anak dianggap tidak mampu mendulang kesuksesan di tangga-tangga lagu ataupun bisnis pertunjukan.
Senada dengan pernyataan Dian HP, Bens mengatakan, geliat penciptaan lagu anak masih terus terjadi. Kursus musik bagi anak tetap berkembang.
Spirit seniman untuk membimbing dan melahirkan penyanyi cilik pun masih kuat. Sebagai contoh, Erwin dan Gita Gutawa melalui program Di Atas Rata-Rata.
Hal yang penting sekarang dilakukan adalah mendorong lagu-lagu baru untuk anak bermunculan, bukan sekadar aransemen ulang lagu lama. (Bens Leo)
”Begitu ada lagu baru untuk anak, anak akan memiliki ruang. Maka, hal yang penting sekarang dilakukan adalah mendorong lagu-lagu baru untuk anak bermunculan, bukan sekadar aransemen ulang lagu lama. Artinya, pencipta lagu anak harus terakomodasi alias diperhatikan,” katanya.
Menurut Bens, ongkos produksi lagu untuk anak tidak memakan biaya teramat besar. Kuncinya sekarang adalah menyaring pencipta lagu berkualitas dan mengakomodasi mereka.
Direktur Perfilman, Musik dan Media Baru Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ahmad Mahendra menyampaikan, pihaknya berupaya menata ulang dan memperbaiki ekosistem lagu anak. KILA menjadi salah satu pijakan awal yang rencananya akan selalu digelar berkala.
Sasaran penataan dan perbaikan adalah industri lagu anak. Karya-karya yang telah tercipta akan dibantu promosi dan strategi pemasarannya. Pemerintah juga akan membantu menggaet investasi untuk produksi.
”Namun, pada saat bersamaan, kami tidak melupakan literasi lagu anak itu sendiri,” katanya.