Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Kalian Harus Lebih Semangat...
Hari Anak Nasional 2020 menjadi momen penting bagi pemerintah dan seluruh masyarakat untuk memperhatikan nasib anak-anak selama pandemi Covid-19, terutama mereka yang berada di daerah pengungsian akibat bencana.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
Kendati berlangsung di tengah pandemi Covid-19, Peringatan Hari Anak Nasional 2020 yang berlangsung secara daring, Kamis (23/7/2020), meninggalkan kesan tersendiri bagi sejumlah anak di Tanah Air, termasuk anak-anak yang tinggal di lokasi pengungsian. Meski hidup di lokasi pengungsian, semangat dan kegembiraan tetap mereka kepada semua anak-anak.
Tepat pada Peringatan Puncak Hari Anak Nasional (HAN) 2020, Lala (14), remaja yang sudah hampir dua tahun tinggal di lokasi Pengungsian Balaroa, Kota Palu, Sulawesi Tengah, mengirimkan pesan kepada teman-temannya. Lala dan keluarganya adalah korban bencana gempa, likuefaksi, dan tsunami terjadi di Sulteng pada 28 September 2018.
”Saya bersyukur sekali karena keluarga saya masih selamat dari bencana. Untuk anak-anak Indonesia dan teman-teman di luar sana yang masih hidup normal, kalian harus semangat karena kita yang tinggal di tenda, yang hidup apa adanya, tetap semangat. Jadi, kalian harus lebih semangat,” ujar Lala dalam testimoni yang ditayangkan pada Puncak HAN 2020.
Lala pun bercerita, saat ini lokasi pengungsian di Balarao sudah sepi karena banyak temannya yang pindah ke hunian sementara dan hunian tetap. Forum remaja yang sebelum ada di saat awal-awal pengungsian kini sudah bubar.
Meski demikian, dia tetap tegar dan bertahan di pengungsian bersama orangtuanya. ”Waktu teman-teman lain keluar dari tenda, biasa saja. Saya tidak terlalu sedih karena saya yakin pasti bertemu lagi kumpul-kumpul lagi,” ujar Lala, yang juga tidak tahu kapan keluarganya akan keluar dari lokasi pengungsian tersebut.
Hanya saja, Lala mengungkapkan ada rencana orangtuanya membangun rumah dengan dana bantuan. Lokasi pengungsian Balaroa merupakan salah satu pengungsian yang paling memprihatinkan. Keluarga pengungsi tinggal di tenda-tenda darurat yang lingkungannya sangat panas.
Testimoni anak pengungsi hanyalah salah satu dari suara anak-anak Indonesia pada HAN 2020. Perwakilan anak dari sejumlah wilayah, anak disabilitas, anak berkebutuhan khusus, dan anak-anak yang terdampak pandemi Covid-19 yang juga menyampaikan harapan mereka. Pada acara tersebut, sejumlah anak menyampaikan ucapan selamat HAN 2020 dengan menggunakan bahasa daerah masing-masing.
Penampilan Louis Betrand dari Yayasan Rawinala, yang memainkan musik dan membawakan lagu berjudul ”Demi Raga yang Lain” karya Eka Gustiwana untuk para tenaga medis yang menangani pasien Covid-19, mewarnai Peringatan HAN 2020.
Suara Anak Indonesia 2020
Selain testimoni, harapan dari anak-anak Indonesia juga disampaikan dalam Suara Anak Indonesia 2020. Selain memohon kepada pemerintah untuk mengoptimalkan pemerataan akta kelahiran di seluruh Indonesia, anak-anak juga memohon kepada pemerintah, masyarakat, dan keluarga untuk memberikan ruang berpendapat kepada anak dalam berbagai aspek.
Untuk menekan perkawinan anak, anak-anak meminta pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan edukasi, pengawasan, serta implementasi dari revisi Undang-Undang Perkawinan. Anak-anak juga menyuarakan agar pemerintah memperketat peraturan terkait iklan, promosi, dan sponsor rokok (IPSR) di seluruh wilayah Indonesia.
Terkait dengan pembelajaran daring dan pembelajaran jarak jauh, anak-anak berharap ada pemerataan akses internet, termasuk pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan ke daerah tertinggal, terdepan, terluar, serta meningkatkan pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus dan disabilitas.
Berbagai harapan dari anak-anak disambut positif Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati. Bahkan, Bintang tetap meminta anak-anak tetap sehat dan optimistis. Dia mengakui, perubahan yang terjadi sejak pandemi Covid-19 membuat tahun ini bukanlah tahun yang mudah, terutama pendidikan anak-anak.
Namun, ingatlah bahwa kalian tidak sendiri. Teman-teman, bapak dan ibu guru di sekolah, serta orangtua kalian juga merasakan hal yang sama.
”Namun, ingatlah bahwa kalian tidak sendiri. Teman-teman, bapak dan ibu guru di sekolah, serta orangtua kalian juga merasakan hal yang sama. Berjuang bersama dengan beradaptasi pada kebiasaan baru, kita dapat menghadapi ini semua,” papar Bintang.
Kondisi sulit saat ini diharapkan tidak akan menjadi hambatan bagi anak-anak untuk meraih cita-cita. Sebaliknya, menjadi tantangan untuk berpikir kreatif dan pantang menyerah.