Program Organisasi Penggerak Kemendikbud menuai polemik, ditandai dengan mundurnya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama sebagai peserta. Perbaikan mutu guru semestinya diarahkan agar mempunyai peta kebijakan jangka panjang.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program Organisasi Penggerak yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih menuai polemik karena dianggap kurang transparan. Dua organisasi masyarakat besar, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, bahkan mundur dari kepesertaan program ini.
Dosen Universitas Negeri Jakarta, Jimmy Paat, saat dihubungi, Kamis (23/7/2020), di Jakarta mengatakan, sejak era Orde Baru, program pelatihan guru sudah berkembang. Pada saat bersamaan, berdiri banyak lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) sampai ke daerah-daerah.
Harus dilihat kembali program peningkatan mutu yang kini digalakkan pemerintah, landasannya apa?
”Harus dilihat kembali program peningkatan mutu yang kini digalakkan pemerintah, landasannya apa? Semua orang setuju peningkatan kompetensi (guru) itu perlu, tetapi programnya tambal sulam atau tidak? Penyakit sejak kemerdekaan adalah pengulangan saja,” kata Jimmy.
Menurut dia, pemerintah perlu menaruh perhatian lebih ke perbaikan menyeluruh input guru. Salah satu yang mendesak adalah perbaikan LPTK.
Tiga skema
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril menjelaskan, program Organisasi Penggerak memiliki tiga skema pembiayaan. Selain murni bantuan pemerintah yang diambil dari APBN, skema lainnya adalah pembiayaan mandiri dan dana pendamping (matching fund).
Dana pendamping merupakan bantuan dana yang diberikan oleh salah satu pihak untuk melengkapi atau memperkuat sebuah program. Peserta bisa melipatgandakan bantuan dana dari plafon yang selama ini telah ditetapkan pemerintah.
Ormas dapat menjalankan program dengan memakai pembiayaan secara mandiri atau bersamaan dengan anggaran yang diberikan pemerintah. ”Artinya, ormas dapat menanggung penuh atau sebagian biaya program yang diajukan,” ujarnya.
Ketiga skema pembiayaan tidak akan memengaruhi mekanisme pengukuran keberhasilan program kepada pencapaian target sasaran. Pertama, asesmen kompetensi minimum dan survei karakter; kedua, instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak; ketiga, pengukuran peningkatan motivasi, pengetahuan, serta praktik mengajar guru dan kepala sekolah.
”Dengan menggandeng organisasi atau yayasan yang fokus di bidang pendidikan, Kemendikbud ingin meningkatkan kontribusi finansial di bidang yang menyentuh seluruh masyarakat Indonesia,” kata Iwan.
Head of Marketing and Communications Yayasan Putera Sampoerna Ria Sutrisno menjelaskan, pihaknya menggandeng mitra dari dalam dan luar negeri untuk mendukung program Organisasi Penggerak Kemendikbud. Yayasan memakai skema dana pendamping untuk mengeksekusi proposal mereka.
Dia menyebut nilainya hampir Rp 70 miliar untuk mendukung program peningkatan kualitas guru dan ekosistem pendidikan. Ada juga biaya senilai Rp 90 miliar untuk mendukung program peningkatan akses pendidikan.
”Ini bukan tanggung jawab korporasi. Kami adalah yayasan yang fokus meningkatkan kualitas pendidikan. Kami memilih skema kerja sama dengan berbagai pihak sebagai wujud komitmen kolaborasi dalam memajukan pendidikan nasional,” kata Ria.
Sementara itu, Direktur Komunikasi Tanoto Foundation Haviez Gautama menjelaskan, pihaknya memakai dana mandiri dalam program ini. Artinya, keikutsertaan Tanoto Foundation pada program Organisasi Penggerak tidak menggunakan dana pemerintah (Kompas, 23/7/2020).
Wakil Rektor I Universitas Sanata Dharma Rohandi saat dihubungi secara terpisah mengungkapkan, Yayasan Sanata Dharma termasuk satu dari 156 ormas yang dinyatakan lolos verifikasi program Organisasi Penggerak. Latar belakang yayasan mengikuti program berangkat dari pengalaman mendidik calon guru.
”Sebelum menjadi Universitas Sanata Dharma, kami bernama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Sanata Dharma. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pun hingga sekarang tetap ada,” katanya.
Menurut Rohandi, yayasan banyak berkecimpung dan bekerja sama dengan instansi pendidikan dari Indonesia bagian timur. Sejumlah anak muda dari wilayah itu juga studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Di luar itu, yayasan pernah mendampingi implementasi kurikulum.
Proposal yayasan mengenai pemberdayaan sekolah dasar di Kabupaten Mappi dan Asmat melalui pendekatan etno-edukasi. Dia menerangkan, yayasan mengikuti segala prosedur yang dipersyaratkan Kemendikbud.
”Kami memiliki akun di sistem program Organisasi Penggerak. Segala informasi keharusan kami ikut tahap verifikasi pun dibagikan di akun itu. Karena sudah terpilih, kami memilih fokus ke yayasan sendiri dengan melanjutkan saja proses lanjutan,” ujar Rohandi.
Ikatan Guru Indonesia (IGI) juga turut berpartisipasi mengikuti seleksi program Organisasi Penggerak. Dua proposal IGI DKI Jakarta dinyatakan lolos tahap verifikasi.
Wakil Ketua Umum IGI Khairuddin menjelaskan, IGI memiliki program-program pelatihan guru dan selama ini telah bergerak tanpa tergantung APBN/APBD, dengan jaringan sampai ke daerah-daerah. ”Berangkat dari sanalah, kami pikir tidak ada salahnya kami memanfaatkan untuk membantu upaya pemerintah dalam meningkatkan kompetensi guru,” katanya.
Direktur Guru dan Tenaga Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus Kemendikbud Praptono mengatakan, Kemendikbud akan segera merilis nama-nama ormas yang memakai skema pembiayaan murni, mandiri, dan dana pendamping. Dalam Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2020 disebutkan, pada skema pembiayaan mandiri, ormas cukup melapor dan tidak perlu membuat bukti pertanggungjawaban. Sementara ormas yang memilih skema bantuan pemerintah wajib menyertakan bukti pertanggungjawaban.