Muhammadiyah dan NU Mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud
Program Organisasi Penggerak yang digagas Kemendikbud menimbulkan polemik. Proses seleksi kepesertaan program dinilai tidak transparan. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama memilih mundur dari kepesertaan.
JAKARTA, KOMPAS — Proses seleksi program Organisasi Penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dinilai tidak transparan. Hal ini menimbulkan polemik di masyarakat.
Program Organisasi Penggerak merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar dan bertujuan meningkatkan kompetensi pendidik serta tenaga kependidikan dengan melibatkan organisasi masyarakat peduli pendidikan. Program ini menggunakan dana bantuan pemerintah. Ormas yang terpilih akan menyelenggarakan program pelatihan selama dua tahun ajaran, yakni Agustus 2020 sampai Mei 2022.
Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Kasiyarno mengatakan, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah menyatakan mundur dari keikutsertaan program Organisasi Penggerak Kemendikbud, Senin (20/7/2020).
Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Ormas besar ini sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka.
Menurut Kasiyarno, apa yang telah dilakukan Muhammadiyah selama ini tidak sepatutnya diperbandingkan dengan ormas yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam program Organisasi Penggerak Kemendikbud sesuai Surat Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 2314/B.B2/GT/2020 yang keluar pada 17 Juli 2020.
Dalam konferensi pers, Rabu (22/7/2020) siang, Kasiyarno menyampaikan, ada sejumlah ormas yang tidak memiliki kantor fisik, bukti program, dan laporan keuangan tetapi tetap diloloskan. Ia lantas mencontohkan salah satu judul proposal yang diumumkan lolos, yaitu peran guru penggerak dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Dia menilai judul proposal itu seperti paper.
Kriteria pemilihan ormas yang lolos evaluasi proposal dinilai sangat tidak jelas.
Kriteria pemilihan ormas yang lolos evaluasi proposal dinilai sangat tidak jelas. ”Tidak membedakan antara lembaga tanggung jawab korporasi yang sepatutnya membantu melalui dana pendidikan mereka dan ormas yang berhak mendapatkan bantuan dari negara,” tegas Kasiyarno.
Menurut dia, program Organisasi Penggerak sebagai program serius dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia. Melihat permasalahan dan tantangan serta harapan masa depan pendidikan di Indonesia, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah mulanya terpanggil ikut bersama dalam mewujudkan perubahan pendidikan tersebut dengan mengajukan proposal. Majelis bahkan sudah merencanakan menggandeng perguruan tinggi Muhammadiyah untuk ikut serta.
”Kami sudah seserius itu sehingga jangan disamakan dengan ormas yang tidak kredibel. Kami peduli dengan keluaran dari program Organisasi Penggerak. Kami tetap dengan komitmen awal, yakni membantu pemerintah meningkatkan pendidikan nasional, sekalipun tidak ikut serta dalam program Organisasi Penggerak,” katanya.
Diminta mendaftar
Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (NU) Pusat Zainul Arifin Junaidi saat dihubungi secara terpisah di Jakarta mengatakan, sejak awal, pihaknya tidak ingin mengikuti program Organisasi Penggerak Kemendikbud. Alasannya, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU sedang sibuk mengurus program sendiri, yakni pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah yang rata-rata mencapai 800 orang per bulan. Program ini melatih kepala sekolah dan kepala madrasah yang nantinya akan terjun melatih guru di internal dan eksternal.
Program itu telah dipersiapkan sebelum Ramadhan dan berjalan setelah Lebaran 2020. Zainul mengaku tidak mengetahui detail informasi program Organisasi Penggerak.
Menurut dia, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Pusat ditelepon oleh penyelenggara program Organisasi Penggerak untuk mengajukan proposal dua hari sebelum penutupan. Pihaknya sudah menyatakan tidak bisa membuat proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tetapi tetap diminta ikut.
Proposal Lembaga Pendidikan Ma’arif NU sempat dinyatakan ditolak melalui laman program Organisasi Penggerak. Namun, lembaga kembali dihubungi untuk melengkapi syarat-syarat.
Zainul menceritakan, keanehan muncul lagi karena Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Pusat diminta membuat badan hukum terpisah dari Pengurus Besar NU. Hal ini yang dia tidak setujui. Sebab, sejak awal Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Pusat melekat sebagai satu bagian dari NU. Hal ini dijelaskan dalam anggaran dasar dan rumah tangga NU.
”Kami diminta surat kuasa dari Pengurus Besar NU dan kami menolak karena sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tidak perlu surat kuasa. Kami terus didesak. Akhirnya kami minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir,” ujarnya.
Saat pengumuman proposal ormas yang lolos seleksi, Zainul mengungkapkan hanya mengetahui nama lembaga yang ia pimpin. Nama-nama ormas lain tidak ia ketahui. Penanggung jawab program hanya menyetor dokumen Lembaga Pendidikan Ma’arif yang membuktikan bahwa lembaga lolos seleksi. Zainul tidak menerima undangan penetapan, tetapi ditelepon untuk tanda tangan.
Berangkat dari ketidakjelasan proses pelaksanaan program Organisasi Penggerak, dia telah berbincang dengan jajaran pengurus lembaga dan Pengurus Besar NU untuk memutuskan sikap. ”Arahan dari Ketua Umum Pengurus Besar NU dan Ketua Bidang Pendidikan, kami mundur dari program Organisasi Penggerak. Kami fokus saja kepada pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah yang sudah dirintis lembaga,” tegas Zainul. Keputusan mundur tertuang dalam hasil rapat Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Pengurus Besar NU, Rabu pukul 17.00.
Dana mandiri
Sementara itu, Direktur Komunikasi Tanoto Foundation Haviez Gautama menegaskan, Tanoto Foundation adalah organisasi filantropi yang bekerja sama dengan pemerintah dan mitra lainnya dalam memajukan bidang pendidikan di Indonesia sejak 1981. Tanoto Foundation bukan program tanggung jawab korporasi dari suatu grup bisnis. Sebagai organisasi filantropi, pengelolaannya berdasarkan inisiatif independen untuk mendukung pemerintah meningkatkan prestasi siswa Indonesia.
Dia membenarkan bahwa Tanoto Foundation mengikuti seleksi program Organisasi Penggerak Kemendikbud. Program ini memang terbuka bagi seluruh organisasi kemasyarakatan di Indonesia untuk membangun sekolah penggerak. Keikutsertaan ini karena mempertimbangkan skala dampak dan jangkauan sasaran.
”Sistem program Organisasi Penggerak menyediakan pilihan kepada organisasi kemasyarakatan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan proposal secara mandiri dan/atau mengajukan permohonan pendanaan kepada pemerintah,” ujar Haviez.
Menurut dia, karena sistem program memungkinkan memakai dana mandiri, Tanoto Foundation memilih opsi itu. Dengan demikian, keikutsertaan Tanoto Foundation dalam program Organisasi Penggerak tidak menggunakan dana pemerintah.
Tanoto Foundation memakai kesempatan lolosnya mereka dalam program Organisasi Penggerak untuk melanjutkan program PINTAR yang sudah mereka miliki. Program PINTAR bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan dasar dengan memperbaiki mutu pembelajaran dan kepemimpinan sekolah.
”Kami menamakannya program PINTAR Penggerak. Program ini tidak memakai dana pemerintah. Kami sepenuhnya menggelontorkan dana investasi lebih dari Rp 50 miliar untuk periode 2020-2022,” katanya.
Haviez menambahkan, melalui program PINTAR Penggerak, Tanoto Foundation akan melatih guru di 160 sekolah dasar dan 100 sekolah menengah pertama rintisan di Kabupaten Kampar (Riau), Muaro Jambi (Jambi), Tegal (Jawa Tengah), dan Kutai Barat (Kalimantan Timur).
Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Nomor 2314/B.B2/GT/2020 tanggal 17 Juli 2020, pada mulanya terdapat 324 proposal dari 260 organisasi kemasyarakatan dan dinyatakan lolos evaluasi administrasi untuk dilanjutkan ke proses evaluasi teknis substantif. Evaluasi teknis substantif adalah cara menilai aspek rekam jejak organisasi dan penanggung jawab, substansi proposal, bukti kesuksesan program, serta melihat kesesuaian pembiayaan. Dari 324 proposal yang dilakukan evaluasi teknis substantif, terdapat 231 proposal dari 188 organisasi kemasyarakatan dinyatakan lolos.
Tim penilai melakukan verifikasi dengan cara melakukan kunjungan kepada organisasi kemasyarakatan yang lolos evaluasi teknis substantif. Dari hasil verifikasi diperoleh 183 proposal dari 156 organisasi kemasyarakatan yang dinyatakan memenuhi kriteria.
Tim evaluator berasal dari The SMERU Research Institute. Mereka ditunjuk oleh Kemendikbud.
Ada tiga tipe bantuan yang ditawarkan Kemendikbud kepada organisasi kemasyarakatan, yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Setiap tipe memiliki alokasi dana bantuan dan target sasaran berbeda.
Tipe Gajah berarti akan mendapatkan dukungan dana maksimal Rp 20 miliar per tahun per program dengan sasaran lebih dari 100 PAUD/SD/SMP. Tipe Macan berarti dukungan dana maksimal sebesar Rp 5 miliar per tahun per program dengan sasaran 21 sampai 100 PAUD/SD/SMP. Adapun tipe Kijang artinya dukungan dana maksimal mencapai Rp 1 miliar per tahun per program dengan sasaran 5 sampai 20 PAUD/SD/SMP.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Pendidikan Kemendikbud Iwan Syahril dalam acara virtual ”Bincang Sore dengan Media”, Senin (20/7/2020), di Jakarta memastikan seluruh proses penerimaan sampai penilaian proposal sudah dikomunikasikan secara transparan dan berkelanjutan sejak awal peluncuran program, yakni Maret 2020. Evaluasi juga dilakukan berdasarkan kriteria yang telah dikomunikasikan berkali-kali kepada organisasi kemasyarakatan.
”Proses evaluasi dilaksanakan secara profesional dan transparan. Kami tidak melakukan intervensi saat proses evaluasi proposal,” tegasnya.
Kompas berusaha menghubungi Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Santi Ambarrukmi untuk mengonfirmasi sikap Kemendikbud terkait mundurnya NU dan Muhammadiyah. Akan tetapi, dia belum merespons.
Baca juga : Implementasi Program Organisasi Penggerak Merdeka Belajar Butuh Pengawasan
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda memandang pengunduran diri NU dan Muhammadiyah menunjukkan ada ketidakberesan dalam proses seleksi program Organisasi Penggerak. Kemendikbud tidak bisa memandang remeh pengunduran diri dua organisasi kemasyarakatan itu.
”Dengan rekam jejak panjang di bidang pendidikan, pengunduran diri NU dan Muhammadiyah bisa memengaruhi legitimasi program Organisasi Penggerak itu sendiri,” katanya.