Aturan Masuk Pura Diketatkan, Hindari Penodaan Tempat Suci
Gubernur Bali Wayan Koster mengumumkan terbitnya tiga peraturan gubernur, di antaranya, Pergub Bali No 25/2020 tentang Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan. Pergub itu berkaitan dengan visi pembangunan Bali.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Gubernur Bali Wayan Koster (tengah) mengumumkan terbitnya tiga peraturan Gubernur Bali di Gedung Jaya Sabha, kediaman Gubernur Bali di Denpasar, Jumat (10/7/2020). Ketiga pergub tersebut adalah Pergub Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut; Pergub Bali Nomor 25 tahun 2020 tentang Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan; dan Pergub Bali Nomor 26 Tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat.
DENPASAR, KOMPAS — Gubernur Bali Wayan Koster mengumumkan terbitnya tiga peraturan gubernur terbaru yang masing-masing mengatur pelindungan sumber air, pelindungan pura dan simbol keagamaan, dan sistem pengamanan lingkungan terpadu berbasis desa adat. Ketiga regulasi daerah itu berkaitan dengan visi pembangunan Bali, yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali.
Ketika mengumumkan terbitnya tiga pergub itu di Gedung Jaya Sabha, rumah Gubernur Bali di Denpasar, Jumat (10/7/2020), Koster menyatakan, peraturan gubernur tersebut menjadi upaya terobosan dan percepatan penataan Bali. ”Ini berkaitan dengan upaya bersama untuk melindungi kekayaan alam berupa sumber air, juga pelindungan pura, pratima, dan simbol keagamaan, serta memperkuat desa adat dengan memberdayakan sistem pengamanan lingkungan di desa adat,” kata Koster.
Ketiga pergub tersebut adalah Pergub Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut; Pergub Bali Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan, dan Pergub Bali Nomor 26 tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat.
Ini berkaitan dengan upaya bersama untuk melindungi kekayaan alam berupa sumber air, juga pelindungan pura, pratima, dan simbol keagamaan serta memperkuat desa adat dengan memberdayakan sistem pengamanan lingkungan di desa adat. (Wayan Koster)
Terkait Pergub Bali No 25/2020 tentang Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan, Koster menyatakan pergub tersebut bertujuan menjaga kemuliaan dan mencegah penurunan kesucian pura sebagai tempat suci Hindu, menghindarkan perusakan dan pencurian pratima sebagai benda sakral dan artefak suci, serta mencegah penodaan dan penyalahgunaan simbol keagamaan. ”Juga untuk melindungi tempat ibadah lain, seperti masjid, gereja, wihara, dan semua tempat ibadah keagamaan,” kata Koster, Jumat.
Mengenai kesucian pura, menurut Koster, pura dimanfaatkan sesuai Tri Mandala, atau tiga area, di pura untuk fungsi keagamaan, fungsi pendidikan, dan fungsi sosial budaya. Tri Mandala mengacu pada pembagian tiga zonasi berdasarkan tingkat kesuciannya, yakni, jaba sisi (area terluar), jaba tengah (area tengah), dan jaba utama (area dalam atau wilayah suci).
Dalam Pergub Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan, ditegaskan larangan memasuki pura bagi setiap orang yang tidak berhubungan langsung dengan upacara, persembahyangan, dan kegiatan pelindungan pura.
Bandesa Agung (Ketua) Majelis Desa Adat Provinsi Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet menyatakan pihaknya menyambut baik penerbitan regulasi berupa tiga Peraturan Gubernur Bali tersebut. Terkait pemanfaatan kawasan pura, Putra Sukahet menegaskan, pura bukan obyek wisata, tetapi kawasannya dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata. ”Bagian utama mandala adalah tempat sembahyang. Wisatawan bisa melihat pura dari luar penyengker (halaman),” kata Putra Sukahet.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Bandesa Agung (Ketua) Majelis Desa Adat Provinsi Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet ketika menghadiri pengumuman terbitnya tiga peraturan Gubernur Bali di Gedung Jaya Sabha, rumah Gubernur Bali di Denpasar, Jumat (10/7/2020).
Terkait Pergub Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat, menurut Putra Sukahet, menjadi upaya untuk meningkatkan kapasitas pecalang, atau pengaman desa adat, dan menyinergikan pelaksanaan sistem pengamanan lingkungan masyarakat berbasis desa adat.
Sumber air
Adapun dalam Pergub Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut, Pemprov Bali berupaya menjaga dan melestarikan sumber-sumber air di Bali. ”Air bagi masyarakat Bali berfungsi sebagai sumber kehidupan dan sebagai sarana upacara keagamaan,” kata Koster mengenai Pergub Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut tersebut.
Pergub itu bertujuan menjaga kelangsungan dan keberadaan daya dukung dan daya tampung serta fungsi danau, mata air, sungai, dan laut. Tujuan lainnya adalah melindungi sumber air beserta ekosistemnya dari kerusakan, pencemaran, dan gangguan, baik yang disebabkan alam maupun akibat aktivitas manusia.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Gubernur Bali Wayan Koster (ketiga, kanan) mengumumkan terbitnya tiga peraturan Gubernur Bali di Gedung Jaya Sabha, kediaman Gubernur Bali di Denpasar, Jumat (10/7/2020). Turut mendampingi Koster, di antaranya Sekretaris Daerah Provinsi Bali I Dewa Made Indra (kedua, kiri), Ketua PHDI Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana (ketiga, kiri) dan Bandesa Agung (Ketua) Majelis Desa Adat Provinsi Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet (kedua, kanan).
Koster menyebutkan, upaya pelindungan danau, mata air, sungai, dan laut dilaksanakan secara sekala (nyata) dan niskala (nirnyata). Menurut Koster, masyarakat Bali memiliki referensi budaya dan kearifan lokal, yakni nilai-nilai sad kerthi atau enam upaya menjaga keseimbangan alam. ”Di Bali ini luar biasa. Secara internasional, dikenal konsep pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Kita di Bali punya sad kerthi yang lebih luas dan ada ritualnya,” kata Koster.
Masyarakat Bali mengenal dan menjalankan ritual Tumpek Uye setiap Saniscara (Sabtu) Kliwon Uye yang berkaitan dengan upacara penyucian danau, mata air, sungai, dan laut. Adapun penghormatan dan pelindungan terhadap tumbuh-tumbuhan, masyarakat Bali menjalankan ritual Tumpek Wariga atau Tumpek Atag setiap Saniscara (Sabtu) Kliwon Wariga.
Upacara penyucian sumber air melalui Tumpek Uye dan upacara pelindungan tumbuh-tumbuhan melalui Tumpek Atag atau Tumpek Wariga secara berkala dilaksanakan setiap enam bulan kalender Bali, atau tujuh bulan kalender Masehi (210 hari).
Dengan terbitnya Pergub Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut, pemerintah menyelenggarakan ritual itu secara serentak dan bertingkat, yakni upacara alit (kecil) setiap enam bulan kalender Bali yang dilaksanakan pihak desa adat, sedangkan upacara utama (besar) setiap lima tahun kalender Bali diselenggarakan Pemprov Bali.