Berdayakan Semua Guru untuk Percepat Transformasi Pendidikan
Semua guru harus diberdayakan agar bisa bersinergi melakukan perubahan. Pemberdayaan guru yang serentak dan simultan akan menjadi pengungkit perubahan menuju transformasi pendidikan.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan kualitas pendidikan yang masih rendah, transformasi pendidikan harus dilakukan dengan cepat untuk melakukan reformasi pendidikan. Semua guru harus diberdayakan agar dapat melakukan perubahan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di era 4.0.
Guru memang menjadi kunci sukses untuk melakukan reformasi pendidikan sebagaimana diamanatkan Presiden Joko Widodo. Namun, rata-rata kualitas guru masih rendah, demikian juga jumlah guru semakin berkurang.
Dengan keputusan pemerintah tidak merekrut calon pegawai negeri sipil pada 2020-2021, berdasarkan data Badan Kepegawaian Nasional, jumlah guru PNS akan berkurang 110.684 orang karena pensiun. Jumlah guru saat ini sekitar 2,7 juta, sekitar 1,3 juta (48 persen) di antaranya guru PNS serta sekitar 980.000 (35 persen) guru honorer daerah dan guru tidak tetap.
Guru apa pun kondisinya, menurut pakar pendidikan Doni Koesoema A, mempunyai kelebihan dan kekuatan. Hal ini yang harus digali dan diberdayakan agar para guru bisa bersinergi melakukan perubahan. Semua guru harus difasilitasi, dikembangkan kemampuannya, termasuk dengan memanusiakan guru melalui remunerasi yang baik.
”Ini akan menjadi pengungkit pelan-pelan dan ini harus serentak serta simultan. Tetapi, kalau ada proses seleksi yang elitis dengan model guru penggerak, sampai mencapai titik kritis 20 persen sebagai inovator, saya rasa ini kurang tepat. Saya lebih yakin, semua guru bisa secara sinergi, dan perubahan-perubahan itu tidak melulu harus dimulai dengan inovator yang 20 persen itu,” kata Doni dalam diskusi yang diselenggarakan secara daring oleh Pustakapedia, Selasa (7/7/2020) malam.
Bersamaan dengan pemberdayaan semua guru, kata Doni, perlu ada juga upaya sistematis untuk mendesain guru yang berkualitas. Apalagi dalam program Merdeka Belajar, guru mempunyai tanggung jawab yang sangat besar. Desain guru berkualitas harus dimulai sejak pendidikan calon guru di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Dalam diskusi tersebut, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim berharap ada pola perekrutan guru yang lebih baik. Selama ini, untuk mengatasi kekurangan guru, pemerintah merekrut guru honorer. ”Ini guru honorer menjadi harapan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” katanya.
Langkah cepat
Berpijak dari pengalaman tiga bulan pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19, kata Ramli, banyak guru yang belum siap menggunakan teknologi untuk pembelajaran. Padahal, ke depan model pembelajaran daring masih tetap akan digunakan bersama-sama dengan pembelajaran tatap muka.
”Berdasarkan survei IGI, lebih dari 60 persen guru tidak siap menggunakan teknologi untuk pembelajaran, 15-20 persen yang bisa menggunakan teknologi tetapi membuat siswanya stres, dan hanya 15 persen yang bisa menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan. Dengan data ini, saya berharap ada langkah cepat untuk meningkatkan kemampuan guru,” ujarnya.
Dalam bincang sore dengan media secara virtual pada Senin (6/7/2020), Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Iwan Syahril mengatakan, Kemendikbud akan terus meningkatkan pemberdayaan guru. Salah satu strategi yang ditempuh melalui gotong royong pendidikan di laman Guru Berbagi yang menjadi ekosistem belajar bagi guru.
Data per 3 Juli 2020 menunjukkan, akses laman Guru Berbagi mencapai 5,9 juta dengan 950.000 lebih pengunjung. Sebanyak 1,2 juta unduhan di antaranya materi dan Rencana Proses Pembelajaran (RPP) yang bersifat daring ataupun luring.
”Pelatihan penggunaan teknologi masif kami luncurkan melalui seri webinar per jenjang serta ada topik umum dan khusus per kelas,” kata Iwan.
Namun, menurut Ramli, pelatihan tersebut belum cukup karena sasarannya masih terbatas. Tiga bulan pertama pembelajaran jarak jauh, kata dia, IGI menggelar 1.458 pelatihan secara daring yang diikuti lebih dari 300.000 guru. Meskipun banyak guru telah melakukan pelatihan secara mandiri, dia berharap Kemendikbud mengeluarkan panduan pembelajaran jarak jauh paling tidak untuk satu semester ke depan.
Untuk pembelajaran di masa pandemi ke depan, menurut pakar administrasi publik dari Universitas Gadjah Mada, Wahyudi Kumorotom, perlu ada terobosan untuk membuat segregasi kebijakan agar pembelajaran pada masa pandemi bisa berjalan efektif. Selain mengefektifkan penggunaan teknologi, perlu diperhatikan juga anak-anak yang rentan, yang tidak mempunyai akses teknologi.