DPR Belum Paham Kegentingan Persoalan Kekerasan Seksual
Penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada tahun ini menuai protes dari publik. Sebab, kasus-kasus kekerasan seksual masih sangat mencemaskan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan dan organisasi perempuan menyesalkan sikap Dewan Perwakilan Rakyat yang menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada tahun 2020 ini. DPR dinilai belum memahami situasi genting persoalan kekerasan seksual yang terjadi di Tanah Air.
”Karena itu, Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan mendorong agar DPR melaksanakan komitmennya untuk dengan sungguh-sungguh membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di tahun 2021, demi kepentingan terbaik korban kekerasan seksual, khususnya perempuan,” ujar Ketua Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andi Yentriyani, kepada Kompas, Rabu (1/7/2020).
Andi menyatakan, penundaan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang terus berulang tersebut diduga karena sebagian besar anggota DPR belum memahami dan merasakan situasi genting persoalan kekerasan seksual.
Pendiri Institut Perempuan Valentina Sagala mengungkapkan kekecewaan menanggapi usulan DPR, yang disampaikan oleh Komisi VIII, untuk menunda pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas 2020.
”Jauh sebelum wacana ini dimunculkan, Komisi VIII DPR per tanggal 31 Maret 2020 bahkan sudah mengeluarkan surat kepada pimpinan DPR perihal pembatalan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai usul inisiatif Komisi VIII DPR,” katanya.
Oleh karena itu, dia berharap ada anggota DPR secara individual atau fraksi yang mau mengusulkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tersebut menjadi usulan Badan Legislasi (Baleg) agar segera bisa dibahas bersama pemerintah.
Seharusnya, pandemi Covid-19 bukan menjadi alasan RUU tersebut didrop dari Prolegnas 2020.
”Seharusnya, pandemi Covid-19 bukan menjadi alasan RUU tersebut didrop dari Prolegnas 2020, justru seharusnya mempercepat proses pembahasan RUU ini mengingat pandemi Covid-19 malah memperlihatkan kerentanan perempuan dan anak dari ancaman kekerasaan,” katanya.
Kendati sudah ada wacana didrop, Forum Pengada Layanan (FPL) untuk perempuan korban kekerasan menyakini anggota legislatif yang ada di Baleg akan mempertahankan RUU yang melindungi perempuan hak korban kekerasan seksual agar tetap menjadi prolegnas prioritas 2020. Kehadiran RUU Penghapusan Kekerasan Seksual justru akan meningkatkan indeks kinerja DPR dan kepercayaan publik.
”Untuk itu, kami mengapresiasi perjuangan kawan-kawan anggota DPR yang terus memperjuangkan agar RUU ini dibahas pada 2020 mengingat jumlah korban kekerasan seksual dalam masa pendemi tidak berkurang. Seperti kasus kekerasan seksual di Sumba dan kasus korban pemerkosaan di Tangerang hingga meninggal,” ujar Veni Siregar, Koordinator Sekretariat Nasional FPL.
DPR turunkan target
Seperti diberitakan, kondisi pandemi Covid-19 menjadi alasan DPR untuk mengevaluasi serta menurunkan target Prolegnas Tahun 2020. Rencana menurunkan target prolegnas ini paradoks karena di sisi lain terlihat upaya DPR melanjutkan atau mempercepat pembahasan sejumlah rancangan undang-undang yang problematik, seperti RUU Cipta Kerja, RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan RUU Pemasyarakatan.
DPR dan pemerintah telah menetapkan 50 RUU masuk ke dalam Prolegnas 2020. Namun, pandemi Covid-19 mengakibatkan pembahasan RUU yang tercantum di dalam Prolegnas 2020 itu tidak optimal dilakukan. Banyak dari RUU yang masuk menjadi prioritas pembahasan bahkan belum dapat dibahas sama sekali di tingkat komisi.
Dari 50 RUU yang disepakati masuk sebagai Prolegnas 2020, 37 RUU di antaranya adalah RUU usulan DPR, 10 RUU usulan pemerintah, dan 3 RUU adalah RUU limpahan dari DPR periode sebelumnya. Dari 50 RUU yang masuk Prolegnas tersebut, sedikitnya ada 13 RUU dari usulan DPR yang diproyeksikan akan dikeluarkan dari Prolegnas. Salah RUU lain yang didorong Baleg untuk ditarik dari Prolegnas 2020 ialah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (Komisi VIII).