Melestarikan Kain Tradisional Bali Merawat Peradaban Bali
Menenun kain merupakan proses merawat ingatan budaya karena kain adalah tenunan memori kebudayaan. Melestarikan kain tradisional menjadi upaya melindungi dan merawat peradaban.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
UPTD Museum Bali menggelar seminar secara daring yang mengangkat tema ”Kain Tradisional Bali” di Kantor UPTD Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi, Denpasar, Selasa (30/6/2020). Seminar daring menghadirkan tiga narasumber, dari kiri ke kanan, I Made Adi Sukariawan (praktisi Ampik Wiku sekaligus pendidik di SMA Negeri 3 Denpasar), I Kadek Adiana Putra (STMIK STIKOM Indonesia), dan Anak Agung Ngurah Anom Mayun Konta Tanaya (dosen Institut Seni Indonesia Denpasar).
DENPASAR, KOMPAS — Menenun kain merupakan proses merawat ingatan budaya karena kain adalah tenunan memori kebudayaan. Melestarikan kain tradisional menjadi upaya melindungi dan merawat peradaban.
Demikianlah benang merah dari seminar bertema ”Kain Tradisional Bali” yang diselenggarakan UPTD Museum Bali secara dalam jaringan di Kantor UPTD Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi, Denpasar, Selasa (30/6/2020). Seminar virtual itu sekaligus mendiseminasikan hasil penelitian tentang motif, bentuk, serta filosofi kain tenun Bali.
Menenun adalah pekerjaan kerajinan tangan kaum perempuan yang diturunkan kepada anak gadisnya dari generasi ke generasi.
Tiga pembicara dalam seminar virtual mengenai keanekaragaman kain tenunan tradisional Bali, yang dibuka Kepala UPTD Museum Bali I Wayan Andra Septawan itu, adalah Anak Agung Ngurah Anom Mayun Konta Tanaya dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, I Kadek Adiana Putra (STMIK STIKOM Indonesia), dan I Made Adi Sukariawan, praktisi Ampik Wiku sekaligus pendidik di SMA Negeri 3 Denpasar.
ISTIMEWA/MUSEUM BALI
Kepala UPTD Museum Bali I Wayan Andra Septawan membuka seminar secara daring dengan tema ”Kain Tradisional Bali” yang diselenggarakan UPTD Museum Bali di Kantor UPTD Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi, Denpasar, Selasa (30/6/2020).
Sukariawan menyatakan, kain tenun yang dihasilkan dari proses menenun dengan peralatan tradisional menyimpan makna yang bernilai adiluhung dan agung. Lembaran kain tenun menjadi dokumen sejarah dari masyarakat dan peradabannya. ”Menenun adalah pekerjaan kerajinan tangan kaum perempuan yang diturunkan kepada anak gadisnya dari generasi ke generasi,” kata Sukariawan.
Dari beberapa referensi yang dipakai acuan dalam penelitian tentang motif, bentuk, dan filosofi serta distribusi motif kain di Bali, Sukariawan mengatakan, masyarakat Bali sudah menggunakan kain sejak zaman perundagian, yakni sebagai sarana upacara juga sebagai penutup jenazah. Masyarakat Bali juga sudah mengenal kapas sebagai komoditas sejak abad ke-12 Masehi, seperti disebutkan dalam sebuah prasasti yang dikeluarkan Raja Sri Maharaja Haji Ekajaya.
Adiana mengungkapkan, masyarakat Bali tidak sembarangan menenun kain, terutama kain ikat, karena jenis kain tersebut sangat berkaitan dengan adat dan tradisi. Dalam penelitiannya diketahui kain tenun khas Bali bervariasi dan variasinya itu dipengaruhi kehidupan sosial, budaya lokal, dan fisiografis wilayah. ”Perbedaan itu membentuk kain tenun ikat memiliki pakem yang di masing-masing daerah berbeda-beda,” kata Adiana.
Dosen ISI Denpasar, yang juga pelestari kain Bali, Anom Mayun, menyatakan, kain Bali dikelompokkan berdasarkan fungsi, yakni fungsi sebagai kain sakral dan fungsi sebagai kain profan. Kain sakral dinamakan wastra dan biasanya digunakan dalam kegiatan ritual. ”Terdapat kain bebali, yang berarti kain upacara. Jenis kain bebali dibuat dari kain katun kasar yang dihasilkan dari pemrosesan serat kapas di Bali,” ujar Anom Mayun.
ISTIMEWA/MUSEUM BALI
UPTD Museum Bali menggelar seminar secara daring yang mengangkat tema ”Kain Tradisional Bali” di Kantor UPTD Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi, Denpasar, Selasa (30/6/2020). Pembicara dalam seminar daring, Anak Agung Ngurah Anom Mayun Konta Tanaya (dosen Institut Seni Indonesia Denpasar) menunjukkan koleksi kain tradisional Bali.
Kain tradisional Bali, menurut Anom Mayun, juga dinilai memiliki fungsi magis, misalnya kain keling, kain cepuk, dan kain gringsing. Anom Mayun menyatakan, geringsing berasal dari kata ”gring” yang berarti sakit dan ”sing” yang berarti tidak sehingga gringsing dimaknai tidak sakit atau penolak bala. Kain gringsing juga dinyatakan sebagai satu-satunya kain tenun tradisional Indonesia yang motifnya disusun dari ikatan benang pakan dan benang lungsi.
Motif kain
Ketiga narasumber seminar virtual kembang ceraken Museum Bali itu juga memaparkan keberagaman motif atau ragam hias kain tenun Bali, di antaranya, ragam geometris, ragam manusia, ragam flora, ragam fauna, dan ragam campuran. Motif kain tenun tradisional itu dinyatakan sebagai hasil interaksi budaya lokal, termasuk pula interaksi dengan budaya dari luar yang terjalin melalui perdagangan maupun migrasi budaya.
ARSIP PRIBADI
Pameran busana dalam acara Adi Wasta Nusantara di era kenormalan baru yang akan diikuti oleh Lala Gozali (65), pelaku UMKM di bidang fashion dengan nama usaha Roemah Kain dan Badjoe Gianti.
Adiana mengungkapkan, sejumlah motif kain tenun Bali dari hasil akulturasi budaya tecermin dari penamaan motif, antara lain, motif patola dari India, motif patra mesir dari Mesir, atau motif patra ulanda dari Belanda. Adiana menyebutkan motif tersebut dapat ditemukan kain songket khas Bali.
Anom Mayun mengatakan, motif pada kain tenun tradisional menjadi sumber inspirasi, terlebih pada kain tenun yang sudah langka, sehingga diperlukan upaya rekonstruksi. Selain menjadi upaya merawat kelestarian kain tradisional, menurut Anom Mayun, rekonstruksi juga merupakan cara menjaga budaya. ”Museum menjadi penting karena koleksi museum merupakan representasi dari keberadaan kain tenun Bali secara keseluruhan,” kata Anom Mayun.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
UPTD Museum Bali menggelar seminar secara daring yang mengangkat tema ”Kain Tradisional Bali” di Kantor UPTD Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi, Denpasar, Selasa (30/6/2020).
Kepala Seksi Koleksi dan Konservasi UPTD Museum Bali Putu Sedana menyatakan, pihak Museum Bali sedang mendokumentasikan kembali benda-benda koleksi museum, termasuk kain tradisional Bali yang dimiliki Museum Bali. Sedana menambahkan, dokumentasi itu juga menjadi upaya museum menjaga kekayaan budaya masyarakat Bali dan sekaligus sumber informasi.