Protes penggunaan kriteria usia untuk seleksi calon siswa baru pada jalur zonasi di DKI Jakarta terus berlanjut. Selain mengadu ke Kemendikbud, para orangtua calon siswa juga mengadu ke Ombudsman RI.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman Republik Indonesia tengah mengkaji pelaksanaan penerimaan peserta didik baru di DKI Jakarta. Jika mengacu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, proses seleksi untuk jalur zonasi harus menggunakan kriteria jarak sebagai prioritas utama.
Komisioner Ombudsman RI Bidang Pendidikan, Sosial, dan Agama, Ahmad Sua’idi, mengatakan, tim Ombudman RI tengah mengecek pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) di DKI Jakarta. ”Kalau dalam praktiknya langsung umur (untuk seleksi), ya harus dikoreksi. Kami sedang membuat sampel di 2-3 kecamatan untuk mengetahui proses seleksi dalam PPDB di DKI Jakarta,” katanya, Senin.
Hingga Senin (29/6/2020), protes dari orangtua yang anaknya tak diterima di sekolah negeri akibat sistem teknis penerimaan siswa baru berdasarkan usia, bukan berdasarkan prioritas jarak rumah calon peserta didik ke sekolah di zona yang sama berbasis kelurahan, terus berlanjut. Prioritas jarak rumah siswa dengan sekolah di satu zona ini diatur dalam Pasal 25 Ayat 1 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB 2020.
Senin pagi, mereka bersama Komisi Nasional Perlindungan Anak, perwakilan guru dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), dan aktivis mahasiswa dari BEM Universitas Negeri Jakarta berunjuk rasa di depan kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka meminta Kemendikbud segera menindaklanjuti masalah PPDB 2020 di DKI Jakarta yang memprioritaskan kriteria umur dalam seleksi calon siswa baru.
Pada Senin siang, pengacara publik yang juga Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David Tobing, didampingi perwakilan orangtua calon siswa baru di DKI Jakarta yang tergabung dalam Forum Orangtua Murid serta Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan (Geprak) mengadukan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta ke Ombudsman RI. Menurut mereka, ada malaadministrasi dalam penyelenggaraan PPDB 2020 di DKI Jakarta.
Ini menimbulkan rasa ketidakadilan dan diskriminasi bagi calon peserta didik yang seharusnya berhak atas pendidikan tanpa terkecuali.
Mereka menilai Keputusan Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 tentang Penetapan Zonasi Sekolah untuk PPDB Tahun Pelajaran 2020/2021 bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB. ”Ini menimbulkan rasa ketidakadilan dan diskriminasi bagi calon peserta didik yang seharusnya berhak atas pendidikan tanpa terkecuali,” kata David.
Alternatif solusi
Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim berharap Kemendikbud segera berkoordinasi dengan memanggil Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk mencari solusi jalan tengah atas permasalahan ini. Membiarkan persoalan PPDB DKI Jakarta ini berlarut-larut akan menyita perhatian dan energi publik serta bisa berdampak pada para calon siswa karena permulaan tahun ajaran baru 2020/2021 tinggal sekitar dua minggu lagi.
Karena itu, sembari menyelesaikan masalah terkait zonasi dan kriteria usia dalam proses seleksi tersebut, FSGI menawarkan beberapa alternatif solusi. Pertama, Dinas Pendidikan DKI Jakarta memperpanjang pendaftaran untuk jalur zonasi. Para calon siswa yang tertolak oleh sistem karena usia muda bisa mendaftar kembali di zona/kelurahan masing-masing.
”Ini jauh lebih adil dan proporsional ketimbang membiarkan atau menyerahkan calon siswa untuk masuk sekolah swasta karena tidak semua orangtuanya mampu secara ekonomi,” kata Satriwan.
Menurut Fandy F Hariansah, pengurus Serikat Guru Jakarta, Dinas Pendidikan DKI Jakarta harus mendata dan memetakan kembali berapa jumlah calon peserta didik baru yang ditolak karena usia di tiap zona serta berapa jumlah SMP/SMA/SMK negeri di zona tersebut dan zona tetangga. Merujuk Pasal 27 Permendikbud No 44/2019, ada kewajiban dinas pendidikan untuk menyalurkan kelebihan calon peserta didik ke sekolah di zona tetangga atau zona setelahnya.
Alternatif lainnya, kata Satriwan, menambah calon siswa di tiap kelas VII dan X, misalkan 2-3 siswa akan menampung para siswa yang tertolak karena usia muda. Ini bisa jadi alternatif dan dampaknya tak akan terlalu besar bagi manajemen sekolah dan jam mengajar guru.
Atau bisa juga dengan membuka rombongan belajar atau menambah kelas baru, yang didasarkan pemetaan dan pendataan ulang. ”Yang dilarang oleh Pasal 27 Ayat 6 Permendikbud No 44/2019 adalah jika yang membuka rombongan belajar baru tersebut sekolah, bukan pemda,” kata Satriwan.
Dia mengatakan, FSGI tidak setuju dengan wacana membatalkan petunjuk teknis PPDB DKI Jakarta yang tertuang dalam SK Dinas Pendidikan No 501/2020. ”Sebab, jika dibatalkan, nasib 31.011 calon siswa yang sudah diterima di jalur zonasi per Sabtu (27/6/2020) di SMP negeri dan 12.684 calon siswa yang sudah diterima SMA negeri lewat jalur zonasi mau diapakan?” kata Satriwan.