DKI Jakarta Bersedia Mengevaluasi Kebijakan PPDB
Perbedaan pemaknaan kebijakan seleksi penerimaan peserta didik baru jalur zonasi akan merugikan orangtua dan siswa. Mereka akan kembali berjuang mendapatkan sekolah berkualitas yang lokasinya jauh dari tempat tinggal.
JAKARTA, KOMPAS—Perbedaan pemahaman tentang seleksi penerimaan peserta didik baru jalur zonasi menjadi akar kekisruhan pendaftaran siswa di DKI Jakarta. Polemik itu mesti dicari solusinya agar tidak berdampak buruk terhadap orangtua dan anak.
Hingga Jumat (26/6/2020), posko pengaduan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terus menerima pengaduan penerimaan peserta didik baru atau PPDB yang didominasi oleh keberatan para pengadu atas kriteria usia.
Mayoritas orangtua murid yang mengadu dari DKI Jakarta. Beberapa pengadu asal area padat penduduk, seperti Cipinang Muara, mengeluhkan anaknya tidak diterima di semua Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri yang jadi zonasinya karena faktor usia. Anak pengadu berusia 12 tahun 10 bulan 5 hari.
Baca juga Jamin Transparansi Seleksi
Komisioner KPAI Retno Listyarti menyampaikan, pihaknya memanggil Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta pada Kamis (25/6/2020), pukul 15.00 - 17.00 WIB. KPAI meminta penjelasan Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkait seleksi PPDB DKI Jakarta jalur zonasi yang langsung menggunakan kriteria usia tua ke muda.
Dalam pertemuan itu diputuskan, Dinas Pendidikan DKI Jakarta akan memenuhi hak atas pendidikan anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri akibat kebijakan usia dalam PPDB 2020 ini. Untuk orangtua tidak mampu secara ekonomi menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta, Dinas Pendidikan DKI Jakarta akan memberikan bantuan melalui skema Kartu Jakarta Pintar.
"Mereka bersedia mengevaluasi kebijakan PPDB-nya, namun untuk perbaikan dan pelaksanaan tahun depan, bukan PPDB tahun 2020. Mereka juga mau berkonsultasi dengan Kemdikbud," kata Retno.
Mereka bersedia mengevaluasi kebijakan PPDB-nya, namun untuk perbaikan dan pelaksanaan tahun depan, bukan PPDB tahun 2020. Mereka juga mau berkonsultasi dengan Kemdikbud.
Sebelumnya, kelompok yang menamakan Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan berunjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (23/6/2020). Mereka memprotes penerapan patokan umur untuk penerimaan murid baru. Kebijakan ini juga menuai kritik dari Forum Orang Tua Murid.
Baca juga Jalur Zonasi Sekolah Masih Diperdebatkan
Mereka menolak Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021. Dalam SK itu antara lain disebutkan tentang seleksi penerimaan peserta didik baru PPDB jalur zonasi menggunakan usia. Mereka meminta agar patokan umur dihapus dan diganti dengan nilai.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, Jumat (26/6) di Jakarta, menceritakan, sejumlah orangtua murid yang ikut protes itu sempat menemui biro hukum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendapat penjelasan regulasi antara SK Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta No 501/2020 dan Peraturan Mendikbud No 44/2019. Tindakan itu mencerminkan orangtua murid mengganggap Kemdikbud sebagai "rumah besar" penyelenggaraan pendidikan.
"Orangtua dan siswa jangan sampai menjadi \'korban\' kebijakan. Di tengah kondisi pandemi Covid-19, orangtua harus mendatangi kantor Kemdikbud untuk memperoleh penjelasan regulasi. Ini berarti mereka tidak mendapat layanan publik memadai," ujarnya.
Syaiful menduga, kejadian tersebut itu proses konsultasi publik petunjuk teknis PPDB di daerah dengan Kemdikbud masih kurang. Dugaan lainnya, petunjuk teknis PPDB telat disusun oleh pemerintah daerah. Dari Kemdikbud pun kurang proaktif untuk beraudiensi.
Baca juga KPAI: Banyak Daerah Belum Tetapkan Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru
"Kalau proses pelaksanaan PPDB sudah berlangsung seperti sekarang, solusinya memang harus ada kompromi dinas dan kementerian untuk bersama - sama mencari solusi yang pas. Kami harap tidak ada saling lempar tanggung jawab implementasi kebijakan," katanya.
Keluhan orangtua
Yulia, salah satu orangtua siswa yang tergabung dalam Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan, mengaku sangat kecewa dengan keputusan Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang tetap mempertahankan SK Kepala Dinas Pendidikan No 501/2020. Keputusan itu dirasa tidak adil bagi anaknya.
"Anak saya berprestasi dan selalu menjadi juara umum di sekolah asal. Jarak rumah kami ke SMA Negeri 8 Jakarta cuma 500 meter. Namun, anak saya tidak diterima di sekolah itu karena sistem seleksi jalur zonasi mendahulukan calon peserta didik berusia lebih tua," ujarnya.
Yulia menceritakan, semua orangtua yang tergabung dalam Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan mengaku kecewa. Sama seperti anaknya, dia menyebut anak - anak orangtua yang tergabung dalam gerakan memiliki prestasi akademik bagus.
Anak dia berusia 17 tahun. Sementara anak - anak yang diterima di SMA Negeri 8 Jakarta berumur lebih tua dari anaknya, seperti 21 tahun. Yulia menilai, anak berusia 21 tahun seharusnya telah bekerja.
Menurut dia, informasi SK Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta No 501/2020 disebarluaskan secara mendadak. Dia baru mengetahui informasi segala persyaratan seleksi sekitar tanggal 18 Juni 2020. Dirinya juga tidak sempat membaca detail info yang menurut klaim Dinas Pendidikan DKI Jakarta sudah masif disebarluaskan melalui laman dan Instagram.
"Kami tidak bisa menyalahkan pihak sekolah asal. Kami yakin, sekolah asal juga sangat kecewa bahwa anak didiknya yang pintar belum dapat masuk sekolah negeri," imbuh Yulia.
Nazwa, orangtua siswa lainnya yang juga tergabung dalam Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan, saat dihubungi terpisah juga merasa kecewa terhadap pemerintah. Dia menilai, pemerintah membodoh - bodohi orangtua dan siswa dalam pembuatan kebijakan PPDB.
"Pemerintah bilang seleksi menggunakan jalur zonasi. Zonasi kan definisi dari wilayah yang berarti ada jarak tempuh beserta cara mengukurnya, tidak mungkin definisi zonasi berganti jadi usia. Kami jadi \'dibodoh - bodoh\' oleh pemerintah," ungkapnya.
Nazwa mempunyai seorang anak perempuan yang akan masuk SMP tahun ini. Sekolah terdekat dari rumahnya adalah SMP Negeri 231 Jakarta Utara. Saat ini, Nazwa mengaku kebingungan. Jalur seleksi lainnya yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta pun memprioritaskan usia tua ke muda.
Apabila ingin masuk ke SMP swasta, itu berarti dia harus menyediakan sejumlah uang masuk. Dia juga harus mencari SMP swasta yang dekat dengan rumahnya. "Kami sudah bertemu dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan hasilnya sungguh mengecewakan," imbuhnya.
Keluhan lain
Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI (ORI), Ahmad Suaedy saat dihubungi Rabu (24/6/2020), menyampaikan, ORI di daerah juga menampung keluhan orangtua murid terkait pendaftaran PPDB. Jenis keluhan mencakup sinyal tidak stabil sehingga susah memproses pendaftaran secara daring, masih adanya pungutan, mendahulukan anak guru setempat dan pejabat lolos seleksi, dan server jaringan sistem pendaftaran daring sempat anjlok sehingga data berantakan.
Kalaupun ada keluhan seleksi jalur zonasi yang tidak sesuai Peraturan Mendikbud No 44/2019, itu berasal dari orangtua murid di DKI Jakarta. Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyediakan kuota jalur zonasi penerimaan siswa baru SMP dan SMA sebanyak 40 persen.
"Di luar DKI Jakarta, keluhan utama orangtua murid menyangkut teknis mengakses sistem pendaftaran PPDB secara daring. Ini barangkali mereka belum terbiasa. Masih ada pula keluhan pungutan selama masa pendaftaran PPDB dan itu langsung ditindaklanjuti oleh ORI di tingkat daerah," ujar dia.
Apabila keluhan pendaftaran PPDB menyangkut regulasi, maka ORI memilih untuk membicarakan terlebih dulu dengan Kemdikbud. Ini dikarenakan harus ada evaluasi dan kajian peraturan.
"Keluhan PPDB saat ini belum banyak muncul ke permukaan karena konsentrasi orangtua murid terpecah, salah satunya menghadapi persebaran Covid-19," imbuh Ahmad.
Syaiful menambahkan, Komisi X DPR juga menerima laporan dari konstituen wilayah terkait pelaksanaan PPDB. Untuk kasus pemaknaan berbeda atas Permendikbud No 44/2019, ada laporan dari Jawa Tengah. Namun, laporan itu belum diperdalam.
Pengamat pendidikan Komisi Nasional Pendidikan Andreas Tambah saat dihubungi terpisah menyatakan, pemaknaan berbeda Permendikbud No 44/2019, terutamanya seleksi jalur zonasi, berpotensi muncul di daerah lain, di luar DKI Jakarta. Dia menduga, penyebabnya terletak pada sosialisasi Permendikbud No 44/2019 sampai kepada daerah.
"Apabila pemaknaan berbeda Permendikbud No 44/2019 sudah muncul di peraturan teknis dinas pendidikan, hal itu menunjukkan tidak adanya ketegasan pemerintah. Bisa juga memang ada peluang kelonggaran yang memungkinkan peraturan teknis dinas berbeda," kata dia.
Peneliti sosiologi pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Anggi Afriansyah, berpendapat, dari segi aturan, PPDB dari tahun ke tahun sudah lebih memperhatikan kebutuhan siswa. Akan tetapi, ruang yang bisa menjadi perdebatan masih ada seperti soal jarak, kuota zonasi, prestasi, afirmasi, dan perpindahan, serta usia.
Di level implementasi di daerah, petunjuk teknis harus memuat alasan detil mengapa pilihan jarak, kuota, dan usia dipilih dan menjadi urutan prioritas. Jika merujuk pada petunjuk teknis di DKI Jakarta, khusus untuk dua jalur seleksi zonasi dan afirmasi memprioritaskan usia dalam urutan prioritas ketika jumlah calon peserta didik baru yang mendaftar melebihi daya tampung, urutannya usia tertua ke usia termuda.
Hal itu menjadi polemik karena jika merujuk Permendikbud 44/2020, untuk SMP dan SMA urutan prioritasnya jarak baru umur. Berbeda dengan SD, urutan prioritas seleksinya adalah dari usia baru jarak.
Selain itu, dia menilai aturan teknis permendikbud memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengatur PPDB di daerahnya. Ini dikarenakan memang daerah yang tahu betul bagaimana kondisi di daerah. Dalam permendikbud juga disebutkan agar daerah melakukan diskusi dengan berbagai pemangku kebijakan di daerah sebelum menerbitkan petunjuk teknis.
"Polemik ini terjadi karena komunikasi pemerintah ke publik kurang efektif. Kendati dari segi aturan, sosialisasinya disampaikan relatif lama," tuturnya.