JAKARTA, KOMPAS — Perbedaan pemahaman tentang seleksi penerimaan peserta didik baru atau PPDB jalur zonasi menjadi akar kekisruhan pendaftaran siswa di DKI Jakarta. Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021 mesti disosialisasikan sejelas-jelasnya agar semua paham.
Untuk jalur zonasi, surat keputusan (SK) itu menetapkan zonasi sesuai dengan wilayah administratif kelurahan dan provinsi. Itu syarat pertama yang harus dipenuhi. Apabila tidak memenuhi syarat itu, calon peserta didik tidak bisa diterima.
Kriteria kedua, yaitu usia, baru diterapkan ketika pendaftar melebihi daya tampung siswa di suatu sekolah. ”Implementasi kriteria usia tidak diterapkan ujug-ujug (tiba-tiba),” kata Kepala Bidang SD dan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Dinas Pendidikan DKI Jakarta Momon Sulaeman dalam webinar ”Sistem Pendidikan Ideal di Masa New Normal”, Kamis (25/6/2020), di Jakarta.
Menurut Momon, sekolah-sekolah sudah didorong untuk mengomunikasikan substansi SK kepada orangtua. Namun, sejumlah sekolah kemungkinan menyosialisasikannya mendadak sehingga orangtua belum sempat memahami persyaratan secara menyeluruh.
Kepala SMAN 98 Jakarta Sukawi mengatakan, pelaksanaan PPDB menggunakan kriteria usia dalam proses seleksi sesuai dengan tujuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dalam hal ini, pemerintah daerah ingin memfasilitasi anak-anak di kuadran 4, yaitu anak yang kemampuan akademis kurang dan berasal dari keluarga tidak mampu, untuk masuk sekolah negeri.
”Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, anak-anak kuadran 4 umumnya berusia tua karena terhambat pendidikannya atau sekolahnya terlambat. Karena itu, anak-anak dari kuadran 4 ini diprioritaskan masuk sekolah negeri,” ujarnya.
Menurut Sukawi, para calon siswa dan orangtua mesti mencermati ketentuan PPDB. Jika anak tidak diterima melalui jalur zonasi karena faktor usia, mereka bisa mendaftar melalui jalur lain, seperti jalur inklusi, afirmasi, atau prestasi.
Orangtua calon siswa Eva Sembiring memahami jika dinas pendidikan menetapkan zona sekolah berdasarkan wilayah administrasi kelurahan. Namun, seharusnya bukan langsung umur yang menjadi dasar untuk menyeleksi calon siswa, melainkan jarak wilayah rumah siswa ke sekolah.
”Kalau di ketentuan pemerintah, kan, jarak dulu yang harus dijadikan dasar untuk seleksi, baru usia. Ini jaraknya gak ada (tidak dijadikan dasar untuk menyeleksi),” kata Eva.
Syifa (14), calon peserta didik baru asal Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, tidak lolos seusai mendaftar jalur zonasi ke SMAN 47 dan SMAN 70. ”Dilihat di hasil seleksi tidak ada nama saya. Nanti kemungkinan saya akan daftar jalur prestasi akademik,” ujar Syifa. Ia optimistis mendaftar lewat jalur prestasi akademik karena nilai rata-ratanya 85,28.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad mengatakan, PPDB 2020 mengacu pada Peraturan Mendikbud Nomor 44 Tahun 2019. Dalam Pasal 25 disebutkan, seleksi calon peserta didik baru kelas VII dan kelas X dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan. Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sama, seleksi menggunakan usia peserta didik yang lebih tua berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengungkapkan, berdasarkan hasil temuan FSGI, sistem pendaftaran PPDB daring (DKI Jakarta) telah secara otomatis memprioritaskan penerimaan siswa usia tertua ke muda. ”Berangkat dari keseluruhan isi Pasal 11 Permendikbud No 44/2019, kami memaknai pelaksanaan seleksi PPDB itu berurutan seperti sekuel, dari jalur zonasi, lalu afirmasi, dan perpindahan tugas orangtua/wali. Ketika masih terdapat sisa kuota dari ketiga jalur itu, pemerintah daerah baru dapat membuka jalur prestasi. Artinya, jalur zonasi tetap menjadi prioritas pertama,” katanya.