Kaum Muda Profesional Bergerak ke Lapangan Pandemi
Kaum muda profesional ini tak bisa diam dalam kenyamanan. Mereka bergerak ke puskesmas-puskesmas yang membutuhkan untuk membantu kerja lapangan melawan Covid-19.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·5 menit baca
Anak muda bisa berperan dan berkontribusi dalam upaya pencegahan penyebaran virus korona baru di tengah masyarakat. Motivasi inilah yang mendorong 13 tenaga profesional muda bidang kesehatan untuk terjun ke puskesmas-puskemas di wilayah DKI Jakarta dan Bandung, Jawa Barat, khususnya di kecamatan dengan kasus Covid-19 tinggi.
Mereka mendaftarkan diri dalam program Pencerah Nusantara (PN) dengan tugas memperkuat respons Covid-19 di puskesmas-puskemas di dua provinsi tersebut. Setelah mengikuti pelatihan dan pembekalan, Senin (22/6/2020) lalu, tim PN yang terdiri atas tenaga kesehatan muda berprofesi dokter, perawat, dan ahli kesehatan masyarakat mulai terjun ke puskesmas yang berlokasi di kawasan rawan Covid-19.
Mereka keluar rumah, meninggalkan keluarga masing-masing, berkolaborasi dengan sukarelawan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 baik pusat maupun daerah.
Mereka keluar rumah, meninggalkan keluarga masing-masing, dan berkolaborasi dengan sukarelawan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 baik pusat mapun daerah dalam menjalankan program di sejumlah puskesmas di Jakarta dan Kota Bandung. Kehadiran mereka diharapkan mampu mendorong peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dan masyarakat demi menurunkan angka kasus baru di wilayah tersebut.
Program PN diselenggarakan oleh Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Pencerah Nusantara. Dalam program ini, tim profesional muda bidang kesehatan ditempatkan di delapan puskesmas dalam kurun waktu enam bulan, Juni-Desember 2020.
Sebagian besar dari kaum muda tersebut mengatakan terpanggil untuk mencegah penularan Covid-19. Mereka terjun ke puskemas untuk membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan bahaya penularan Covid-19. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan upaya promotif dan preventif yang lebih peduli terhadap kesehatan diri, keluarga, dan lingkungannya
”Saya melihat semakin hari angka pasien positif Covid-19 semakin banyak di Indonesia. Namun, tingkat kesadaran masyarakat itu sendiri mengenai bahaya Covid-19 masih sangat rendah,” kata Putri Handayani (26), dokter umum lulusan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida), Jakarta, tahun 2018, Senin (22/6/2020), di sela-sela pelepasan peserta program ke lapangan.
Kondisi seperti itulah yang mendorong warga Jakarta Barat ini untuk berkontribusi langsung dalam peningkatan kesadaran masyarakat. Meski mengaku ada perasaan khawatir, ia menegaskan bahwa keinginan untuk berkontribusi secara langsung untuk perubahan di tengah masyarakat jauh lebih besar dibandingkan dengan rasa khawatir itu.
Motivasi yang sama juga diungkapkan Deni Frayoga (28), alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Selain terpanggil untuk mencegah Covid-19 meluas di daerahnya, sarjana kesehatan masyarakat itu menilai, puskemas adalah layanan kesehatan primer yang kurang tersentuh para pihak. Intervensi saat ini lebih terpusat di rumah sakit.
Kenyataannya, hingga kini, kasus Covid-19 bukannya berkurang, malah semakin bertambah. Bagi Deni, puskesmas bisa menjadi pintu masuk untuk mengintervensi masyarakat sipil, yang masih berada di luar, bukan masyarakat yang sudah jadi pasien di rumah sakit.
”Kita bahkan ada slogan bahwa pahlawan medis, tenaga medis, adalah garda terdepan. Tetapi, sebenarnya yang menjadi garda terdepan adalah masyarakat itu sendiri karena tenaga medis adalah benteng pertahanan terakhir,” ujar Deni, yang berasal dari Tasikmalaya. Profesional muda yang juga dilengkapi dengan kemampuan teknologi informasi bisa tampil sebagai katalisator di layanan kesehatan dasar.
Mayoritas perempuan
Mayoritas peserta PN beradal dari DKI Jakarta dan Jawa Barat, tetapi beberapa berasak dari Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat. Dari 13 peserta PN, delapan di antaranya adalah perempuan. Para profesional muda bidang kesehatan yang sebelumnya bekerja di berbagai instansi/lembaga itu direkrut untuk bergabung dalam program PN dan akan ditempatkan di delapan puskesmas di Bandung dan Jakarta.
Selain Putri dan Deni, sebelas peserta program PN adalah Anditha Nur Nina (kesehatan masyarakat), Andre Patar Saroha Situmorang (dokter), Anita Siti Fatonah (kesehatan masyarakat), Dewi Agustina Wati (perawat), Eka Putri Puspita Aryanti (bidan), Ghofur Hariyono (hukum kesehatan), Mepsa Putra (perawat), Murti Utami Putri (kesehatan masyarakat), Priska Natasya (gizi), Yoel Setiawan (kesehatan masyarakat), dan Zesty Fitri Dyanda (perawat).
Salah satu puskesmas yang menjadi sasaran adalah Puskemas Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara (DKI Jakarta). Tujuh puskesmas lain berlokasi di Kota Bandung, yakni Puskesmas Pasir Kaliki dan Puskesmas Sukaraja (Kecamatan Cicendo), Puskesmas Garuda dan Puskesmas Babatan (Kecamatan Andir), serta Puskesmas Cijerah, Puskesmas Cibuntu, dan Puskesmas Cigondewah (Kecamatan Bandung Kulon).
Selama enam bulan, mereka akan hadir di puskesmas untuk memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan dan sukarelawan kesehatan, meningkatkan edukasi dan promosi kesehatan kepada masyarakat, melakukan pelacakan kontak dan pemetaan kelompok berisiko, memeriksa individu berisiko, serta membantu perawatan dan isolasi pasien. Selain itu, kehadiran mereka juga diharapkan bisa memastikan layanan kesehatan esensial di puskesmas tetap berjalan.
”Saat ini merupakan momen yang tepat untuk bergerak bersama masyarakat dan kaum muda dalam memperkuat layanan kesehatan primer. Kaum muda dapat memainkan peran yang penting dengan membawa pendekatan-pendekatan puskesmas untuk menjawab tantangan kesehatan,” ujar Diah Saminarsih, Senior Advisor on Gender and Youth untuk Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekaligus inisiator PN.
PN merupakan inovasi penguatan pelayanan kesehatan primer dengan menempatkan tenaga kesehatan muda di daerah-daerah bermasalah kesehatan. Program yang diinisiasi pada tahun 2012 itu telah meningkatkan kualitas program kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi, dan penyakit tidak menular di 16 kecamatan di seluruh Indonesia. Selain memenangi Global Open Government Award, program PN juga direplikasi oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2015 menjadi Nusantara Sehat.
”Tim PN berupaya menjadi jembatan yang menghubungkan segala pembaruan tersebut kepada tenaga kesehatan di puskesmas,” ujar Egi Abdul Wahid, Direktur Program CISDI.
Kolaborasi dengan pemda
Kehadiran PN disambut baik oleh pemerintah setempat, seperti DKI Jakarta. Dengan jumlah kasus Covid-19 yang semakin bertambah, puskesmas diharapkan menjadi simpul keterlibatan masyarakat. Maka, puskesmas bisa melakukan penanganan wabah sekaligus pencegahan melalui komunikasi risiko, pelacakan kasus, pengobatan, pelaksanaan sistem rujukan, serta isolasi pasien yang terkonfirmasi positif.
”Kolaborasi dengan pihak dirasakan penting, apalagi di Jakarta, tantangan di lapangan masih cukup tinggi, seperti karakter masyarakat Jakarta yang sangat spesifik hingga tingginya mobilitas masyarakat,” ujar Lies Dwi Octavia, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Senin lalu.
Pada masa pandemi saat ini, Irma Hidayana, inisiator Laporcovid19.org, menilai masyarakat dan pemerintah sama-sama dituntut untuk cepat merespon kasus. Karena itu, data yang akuntabel menjadi modal utama untuk menggerakkan infrastruktur dan sumber daya yang dimiliki, termasuk di puskesmas.
”Penting untuk memastikan peran puskesmas sebagai penyedia data yang reliabel sehingga data tersebut dapat digunakan untuk komunikasi risiko serta intervensi yang spesifik,” katanya.
Keterlibatan anak muda bidang kesehatan tersebut semoga menginspirasi kaum muda yang berkiprah di bidang lain untuk ikut berperan dan berkotribusi nyata dalam pencegahan Covid-19.