Keruwetan proses penerimaan peserta didik baru terjadi di beberapa daerah, mulai dari syarat penerimaan hingga keterbatasan jaringan telekomunikasi dan server.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di DKI Jakarta, calon peserta didik mencemaskan penerapan patokan umur untuk penerimaan peserta didik baru jalur zonasi. Nilai rapor di atas rata-rata saja tak akan cukup meloloskan mereka ke sekolah idaman.
Zahwa (15), calon peserta didik asal Kebon Manggis, Jakarta Timur, terkejut ketika pihak sekolah menginformasikan bahwa seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi tahun ini menggunakan patokan usia. Itu berarti nilai rata-rata 84,32 yang ia raih belum tentu meloloskannya ke sekolah yang diimpikan.
Padahal, nilai rata-rata itu melambungkan harapannya untuk bisa masuk salah satu dari tiga sekolah sesuai zonasi, yakni SMA 31, SMA 54, atau SMA 68. ”Kenapa harus pakai umur? Menyakitkan, saya jadi tidak semangat. Buat apa saya belajar tiga tahun kalau sekarang patokannya umur,” ujar Zahwa, Rabu (24/6/2020).
Namun, ia tidak punya pilihan selain mendaftar lewat jalur zonasi. Penghasilan ayahnya sebagai pekerja alih daya tidak cukup untuk biaya di sekolah swasta. Kini harapannya hanya satu, semoga usianya 15 tahun 6 bulan cukup untuk masuk ke salah satu sekolah tersebut.
Siswa lain, Syifa (14), juga kecewa dengan ketentuan PPDB jalur zonasi menggunakan usia. Usaha kerasnya hingga menghasilkan nilai rata-rata 85,28 tidak menjamin bisa masuk ke SMA 47 atau SMA 70 sesuai zonasi di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Ia akan tetap mendaftar melalui jalur zonasi walaupun kemungkinan lolos sangat kecil. ”Sudah siap semua persyaratannya, dibantu Mama. Saya tidak ada rencana sama sekali untuk daftar swasta karena orangtua tidak mampu menyekolahkan di sekolah swasta,” kata Syifa.
Tidak hanya lulusan SMP yang cemas menghadapi PPDB jalur zonasi menggunakan usia. Lulusan SD juga merasakan hal yang sama.
Tidak hanya lulusan SMP yang cemas menghadapi PPDB jalur zonasi menggunakan usia. Lulusan SD juga merasakan hal yang sama.
Fauziah Putri Galuh (12), calon peserta didik baru asal Ciracas, Jakarta Timur, gagal masuk ke SMP 174, SMP 188, dan SMP 257 melalui jalur pemegang Kartu Jakarta Pintar karena seleksi usia. Kebanyakan peserta yang lulus berusia 13 tahun ke atas. ”Nilai rapor bagus-bagus, tetapi tidak keterima karena umur kurang,” ujar Fauziah.
Ia akan mendaftar lagi melalui jalur zonasi ke sekolah yang sama. Harapannya, Fauziah bisa lolos ke salah satu sekolah karena kuotanya lebih banyak dari jalur pemegang Kartu Jakarta Pintar.
Fitri Wulandari (24) juga sulit mendaftarkan sepupunya, Azrul (12), melalui jalur pemegang Kartu Jakarta Pintar. ”Kemarin rata-rata usia sekolah 13 tahun ke atas. Jadi, belum bisa keterima. Coba lagi jalur zonasi. Mudah-mudahan lolos,” katanya.
Sosialisasi kurang
PPDB jalur zonasi menggunakan usia menimbulkan kegelisahan orangtua. Menurut peneliti sosiologi pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Anggi Afriansyah, faktor utamanya ialah sekolah-sekolah di Indonesia terlalu beragam dan sekolah favorit sudah terbukti menjadi salah satu medium untuk anak sukses setelah lulus.
Pada saat yang sama, komunikasi publik tentang patokan usia tidak tersampaikan dengan baik kepada orangtua. ”Pemerintah harus mampu menjelaskan secara baik alasan yang dipilih, baik dalam peraturan menteri maupun petunjuk teknisnya. Jika tidak, situasi seperti ini akan terus terjadi,” kata Anggi.
Menyikapi hal ini, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, mengatakan, setelah berkoordinasi, KPAI bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyarankan kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta agar tidak memunculkan usia dalam PPDB.
Menurut Retno, usia hanya dipergunakan pada saat terakhir, ketika ada data yang sama di pilihan terakhir atau di zona yang jaraknya terjauh. Jadi, sistem pendaftaran PPDB sebaiknya memunculkan jarak rumah si pendaftar dengan sekolah yang dipilih.
Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang mengatakan, setiap hari, pihaknya beraudiensi dan berkoordinasi dengan dinas pendidikan. Ketika pemerintah daerah melalui dinas pendidikannya ingin mengeluarkan peraturan, Kemendikbud juga mengupayakan agar mereka beraudiensi dulu dengan Kemendikbud supaya ada keselarasan substansi regulasi.
Kemarin, Dinas Pendidikan DKI Jakarta dipanggil DPRD DKI Jakarta terkait keberatan sejumlah orangtua murid tentang penerapan patokan umur dalam PPDB. Hingga Rabu malam, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana belum bisa dikontak untuk dimintai konfirmasi mengenai hasil pertemuan tersebut.
Kendala jaringan dan server
Di sejumlah daerah dilaporkan, proses PPDB terkendala jaringan telekomunikasi yang tidak memadai serta gangguan server.
Di Papua, PPDB daring hanya bisa digelar di kota-kota besar, seperti Jayapura dan Merauke. Sementara mayoritas sekolah di wilayah adat Meepago dan Lapago tidak dapat melaksanakan PPDB daring karena jaringan telekomunikasi tidak memadai.
Wilayah adat Meepago meliputi Kabupaten Nabire, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, dan Kabupaten Intan Jaya. Sementara wilayah adat Lapago meliputi Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Pegunungan Bintang.
”Sekolah di dua wilayah adat melaksanakan PPDB luring dengan protokol kesehatan yang ketat. Semua guru dan pendaftar wajib menggunakan alat pelindung diri,” kata Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip Daerah Papua Christian Sohilait.
Di Sumatera Barat, Dinas Pendidikan Sumbar akhirnya memperpanjang masa PPDB SMA selama tiga hari akibat gangguan server. Hingga hari ketiga PPDB, calon siswa masih kesulitan untuk mendaftar. Menurut Sekretaris Panitia PPDB Daring Sumbar Irman, gangguan terjadi karena jumlah pengunjung laman melebihi kapasitas server.
Koordinator Nasional Jaringan Pemerhati Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji mengatakan, tata kelola pendidikan nasional belum terintegrasi. Setiap institusi masih berjalan sendiri-sendiri. Hal ini tecermin dari sengkarutnya proses PPDB.(DAN/MED/FLO/JOL)