Media sosial tidak hanya memengaruhi cara orang mengkonsumsi media, tetapi juga memengaruhi cara kerja jurnalisme dan media berita. Sifat kecepatan dan kedekatan atau kemudahan mengakses informasi yang melekat pada media sosial antara lain yang menjadi acuan.
Tidak sedikit wartawan yang menggunakan media sosial untuk mengumpulkan informasi atau memantau isu yang sedang berkembang. Sering kali informasi lebih cepat sampai ke meja redaksi atau ke wartawan melalui media sosial.
Survei oleh Lars Willnat dari Newhouse School of Public Communications di Syracuse University dan David Weaver dari Media School di Indiana University terhadap 1.080 wartawan di Amerika Serikat pada 2018 (newslab.org) menunjukkan, 8 dari 10 wartawan menggunakan media sosial dalam pekerjaan mereka. Ini terutama dilakukan wartawan televisi (88 persen) dan wartawan media daring (97 persen).
Lebih dari separuh (54 persen) wartawan secara teratur menggunakan microblogs (kebanyakan Twitter) untuk mengumpulkan informasi dan pelaporan mereka. Kemudian sekitar 73 persen wartawan menggunakan media sosial untuk memeriksa apa yang dilakukan organisasi berita lain atau untuk melihat apakah ada berita tentang isu tertentu.
Survei itu juga menemukan, banyak wartawan menggunakan media sosial untuk tetap berhubungan dengan audiens mereka (60 persen), menemukan ide-ide baru untuk cerita (60 persen), mengumpulkan informasi tambahan (60 persen), atau menemukan informasi atau sumber tambahan (masing-masing 54 persen). Manfaat menggunakan media sosial, selain promosi diri, keterlibatan yang lebih baik dengan audiens mereka, juga pelaporan lebih cepat.
Semua itu sah-sah saja, asalkan dilakukan dengan disiplin jurnalisme, yaitu verifikasi.
Semua itu sah-sah saja, asalkan dilakukan dengan disiplin jurnalisme, yaitu verifikasi. Semua informasi dan materi yang diperoleh melalui media sosial bersifat sebagai informasi, bahkan informasi awal, yang perlu diverifikasi dan dikonfirmasi kepada pihak-pihak yang berkompeten. Selain itu, harus sesuai prinsip-prinsip kode etik jurnalistik karena tanggung jawab wartawan dan juga pers untuk memberikan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
Verifikasi
Sifat kecepatan dan kemudahan mendapatkan informasi melalui media sosial memang sering kali menjadi godaan wartawan/pers untuk secepat mungkin menyajikan informasi kepada masyarakat. Tak jarang verifikasi diabaikan karena pengirim informasi orang tepercaya, sering terjadi dalam kasus kabar meninggalnya sejumlah orang terkenal yang ternyata hoaks.
Baru-baru ini, Dewan Pers menerima pengaduan masyarakat tentang pemberitaan 33 media daring terkait keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tanggal 3 Juni 2020 dalam kasus pemutusan akses internet di Papua dan Papua Barat. Media-media itu memberitakan bahwa PTUN memerintahkan Presiden dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) untuk meminta maaf kepada masyarakat.
Seusai Majelis Hakim PTUN Jakarta membacakan putusan dalam persidangan yang diselenggarakan secara daring, memang beredar melalui Whatsapp tangkapan layar petitum atau isi gugatan Tim Pembela Kebebasan Pers yang tercantum di situs web PTUN Jakarta. Isinya, salah satunya meminta majelis hakim menghukum tergugat (pemerintah dalam hal ini Presiden dan Menkominfo) meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat.
Persidangan yang digelar secara daring dan disiarkan melalui aplikasi Zoom memang membuat wartawan tidak dapat dengan jelas mendengar apa yang dikatakan majelis hakim. Beberapa kali suara hakim tidak terdengar jelas, bahkan beberapa kali ada gangguan suara.
Namun, jika disimak, majelis hakim dalam putusannya hanya menyatakan, keputusan Presiden dan Menkominfo memutus dan membatasi akses internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus dan September 2019 melanggar perundang-undangan. Kemudian, Presiden dan Menkominfo harus membayar biaya perkara Rp 475.000.
Tidak ada perkataan majelis hakim yang memerintahkan Presiden dan Menkominfo untuk meminta maaf kepada masyarakat. Abdul Manan, anggota Tim Pembela Kebebasan Pers juga mengatakan, itu memang tidak ada di petitum gugatan. Rupanya, tangkapan layar petitum yang beredar di kalangan wartawan pasca-putusan tersebut adalah petitum awal yang belum diperbarui oleh penggugat.
Baca juga: Hak Atas Akses Internet Dijamin
Dalam forum klarifikasi yang digelar Dewan Per pada 10-11 Juni, setiap media siber menjelaskan upaya mereka untuk melakukan verifikasi. Misalnya dengan mengakses dokumen petitum penggugat di situs web PTUN tanpa menyadari bahwa petitum tersebut telah diperbarui.
Lemah
Secara umum, setiap media mengakui kesalahan dalam proses pemberitaan tersebut, yakni penggunaan informasi yang tidak akurat, tanpa proses konfirmasi yang memadai terhadap sumber kunci sehingga melahirkan pemberitaan yang cenderung menghakimi. Setiap media menyesali kesalahan ini. Beberapa media bahkan telah meminta maaf atas kesalahan tersebut dalam koreksi berita.
Mengutip pernyataan tertulis Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, konfirmasi sumber kunci dalam kasus ini dan uji kebenaran informasi yang diterima wartawan menjadi kunci untuk mendapatkan data yang akurat guna mencegah kesalahan dalam pemberitaan. Sumber kunci di sini adalah Tim Pembela Kebebasan Pers sebagai penggugat.
Akurasi data, konfirmasi sumber kunci, dan uji kebenaran informasi, kata Nuh, adalah prinsip fundamental yang harus senantiasa mendasari kerja-kerja jurnalistik. Kerja-kerja jurnalistik harus senantiasa bertumpu pada upaya verifikasi yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan untuk menjaga nama-baik pers profesional.
Dewan Pers menilai, kesalahan dalam pemberitaan putusan PTUN Jakarta tersebut murni masalah lemahnya profesionalisme media. Media berita khususnya media siber memang bekerja berdasarkan pertimbangan kecepatan penyampaian informasi.
Inilah tantangannya. Pers bukan hanya berlomba dengan kecepatan informasi di media sosial, melainkan juga berlomba untuk memberikan informasi yang akurat di tengah gelombang hoaks dan informasi salah yang mengalir melalui media sosial.
Media adalah bisnis kepercayaan. Di tengah maraknya fenomena clickbait, perilaku di media sosial yang ditiru sejumlah media siber untuk menarik pembaca dan ketidakprofesionalan media berita akan semakin menggerus kepercayaan masyarakat.