Seleksi penerimaan peserta didik baru jalur zonasi masih dianggap terbaik meskipun sudah mulai muncul dugaan pelanggaran dan keluhan. Pengawasan seleksi harus ditingkatkan.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
Komisi Perlindungan Anak Indonesia mendukung penuh seleksi penerimaan peserta didik baru jalur zonasi. Jalur ini dianggap mampu mengikis kecenderungan terpusatnya peserta didik di sekolah tertentu yang dianggap unggulan dan favorit.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan praktik itu masih diperdebatkan, bahkan di tengah pandemi Covid-19. Orangtua masih berbondong-bondong datang ke sekolah yang dituju kendati sudah ada platform pendaftaran daring yang sengaja dibuat agar penerimaan transparan.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, Rabu (17/6/2020), di Jakarta, mengatakan, semangat seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi adalah pemerataan mutu di semua satuan pendidikan. Masyarakat juga didorong berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
”PPDB jalur zonasi juga mendorong pemerintah daerah ikut meratakan sarana prasarana dan guru berkualitas,” ujarnya.
Retno menilai, PPDB sistem lama cenderung mengarah pada kecerdasan akademik sehingga akhirnya sekolah-sekolah fokus pada kecerdasan akademik dan mengabaikan kecerdasan lainnya yang dimiliki anak. Padahal, menurut teori kecerdasan multipel yang diperkenalkan pakar pendidikan Howard Gardner, terdapat delapan kecerdasan, yakni linguistik, logika atau matematis, intrapersonal, interpersonal, musikal, spasial, kinetik, dan naturalis.
Kebijakan seleksi PPDB jalur zonasi, lanjutnya, sejalan dengan kepentingan terbaik anak yang tertuang dalam Konvensi Hak Anak. Jika anak bersekolah dekat dengan rumah, ada banyak dampak positif yang akan diterima anak.
Keluhan menyangkut PPDB DKI Jakarta yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 karena seleksi jalur zonasi menyertakan kriteria usia.
Retno menyebut KPAI sudah menerima 15 keluhan terkait PPDB. Keluhan itu sedang ditindaklanjuti. Salah satu keluhan menyangkut PPDB DKI Jakarta yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 karena seleksi jalur zonasi menyertakan kriteria usia.
Dari hasil audiensi, katanya, pihak Dinas Pendidikan DKI Jakarta menjelaskan bahwa kebijakan seleksi jalur zonasi menyertakan kriteria usia karena fakta banyak masyarakat miskin tersingkir. Siswa miskin tidak dapat bersaing secara nilai akademik dengan siswa dari keluarga mampu. Oleh karena itu, kebijakan baru diterapkan, yaitu usia sebagai kriteria seleksi setelah siswa tersebut harus berdomisili dalam zonasi yang ditetapkan, bukan lagi prestasi.
Pelaksanaan PPDB masih berjalan. Kemungkinan puncak PPDB berlangsung sekitar tanggal 25 Juni 2020.
Ketua Penelitian dan Pengembangan Dewan Pendidikan Kota Jakarta Timur Sarkadi berpendapat, seleksi PPDB jalur zonasi hingga sekarang masih banyak diperdebatkan, apalagi kini ditambah kriteria usia. Pada awal jalur zonasi diperkenalkan, perdebatan berkutat pada persentase. Lalu, beberapa kejadian di lapangan menunjukkan aturan jarak dari rumah ke sekolah dilanggar. Guru dari sekolah tertentu biasanya suka mengubah jarak dengan tujuan membantu peserta didik yang kebetulan orangtuanya sudah dikenal.
Dia mengatakan secara pribadi mendukung pelaksanaan seleksi PPDB jalur zonasi karena tujuan utamanya adalah pemerataan dan kesempatan yang sama bagi calon siswa. Adanya protes ataupun perdebatan akan menuju pada perbaikan kebijakan.
Pengamat pendidikan Itje Khodijah mengakui masih banyak masyarakat belum bangkit dari PPDB sistem lama, seperti mengejar sekolah favorit. Masih ada orangtua yang percaya stigma anak belajar di sekolah favorit, maka ketika lulus menjadi hebat.
”Padahal, semua anak mendapatkan mutu pendidikan yang setara di sekolah mana pun. Dari sisi sekolah pun harus diubah perspektifnya. Guru-guru di sekolah harus mau menerima anak dengan beragam latar belakang dan motivasi belajar,” katanya.
Menurut Itje, peran komite sekolah dan dewan pendidikan perlu dioptimalkan untuk mengawasi pelaksanaan seleksi PPDB. Keluhan kendala teknis penerimaan, seperti metode penerimaan daring, seharusnya bukan menjadi halangan utama karena berbagai solusi digital marak tersedia. Hal yang harus menjadi fokus adalah menjaga agar tidak ada penyalahgunaan peraturan.
Berbondong-bondong
KPAI sudah mendapatkan informasi bahwa seluruh proses PPDB di DKI Jakarta dilaksanakan dari rumah secara daring dimulai dari pengajuan akun, pendaftaran/pemilihan sekolah, sampai ke proses lapor diri untuk peserta didik yang lolos seleksi. Orangtua siswa cukup berkunjung ke laman https://ppdb.jakarta.go.id. Kebijakan PPDB DKI Jakarta ini memperhitungkan pandemi Covid-19 sekaligus berupaya mengakomodasi berbagai latar belakang calon peserta didik sesuai asas PPDB yang obyektif, transparan, berkeadilan, akuntabel, dan tidak diskriminatif.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta membuka layanan pengaduan PPDB dan hotline 021-39504050 dan 021-39504053. Ada juga telepon/SMS ke nomor-nomor 082114555537; 082114555538; 082114557312; 082114557313. Orangtua juga mengirim pesan Whatsapp ke 081380063214 dan 081380063215.
Dari hasil pantauan KPAI, masih banyak orangtua murid berdatangan ke sekolah. Sebagai gambaran, temuan KPAI di posko Jakarta Utara dan Jakarta Timur terdapat sejumlah pendaftar yang kebingungan cara mendaftar daring sehingga mereka datang ke posko untuk meminta bantuan.
”Saat KPAI tiba di lokasi, terlihat banyak pendaftar yang kurang mematuhi protokol kesehatan, seperti tidak menggunakan masker dan duduk terlalu dekat. Padahal, posko sudah menyiapkan kursi-kursi plastik yang berjarak. Namun, para pendaftar mengangkat kursi tersebut dan duduk berdekatan dan saling mengobrol, bahkan ada yang tanpa menggunakan masker,” ungkap Retno.