Tingkatkan Literasi Digital untuk Perangi Hoaks di Media Sosial
Setiap 10 Juni, seperti Rabu (10/6/2020) lalu, Indonesia memperingati Hari Media Sosial Nasional. Ini momen untuk berefleksi, sejauh mana literasi digital berkembang untuk membangun medsos yang sehat.
Oleh
MEDIANA / SEKAR GANDHAWANGI / YOVITA ARIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama pandemi Covid-19, penggunaan media sosial di Indonesia semakin meningkat, terutama untuk mencari berbagai informasi terkait dengan penyakit tersebut. Namun, saat bersamaan, masih banyak beredar berita bohong atau hoaks yang menyesatkan. Perlu gerakan bersama untuk membangun media sosial yang sehat bagi publik.
Rabu (10/6/2020), bertepatan dengan Hari Media Sosial Nasional yang diperingati setiap 10 Juni. Bagi para pegiat media sosial (medsos), pakar komunikasi, dan aktivis antihoaks, momen ini dimanfaatkan untuk menggalang gerakan literasi guna mengembangkan medsos yang sehat.
Berdasarkan data Globalwebindex yang dipublikasikan pada Januari 2020, ada 160 juta pengguna aktif medsos di Indonesia. Mereka bagian dari 175,4 juta pengguna internet dari 272,1 juta penduduk di negeri ini.
Youtube merupakan media sosial yang paling banyak digunakan dengan 140,8 juta pengguna. Medsos yang digunakan terbanyak selanjutnya ialah Whatsapp (134,4 juta pengguna), Facebook (131,2 juta), Instagram (126,4 juta), Twitter (89,6 juta), Line (80 juta), Facebook Messenger (80 juta), Linkedin (56 juta), Pinterest (54,4 juta), dan Wechat (46,4 juta orang).
Meskipun demikian, banyaknya pengguna medsos ini berjalan seiring dengan peredaran hoaks. Berdasarkan catatan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), pada 2019, bersamaan dengan pelaksanaan pemilihan umum, rata-rata terdapat 100 hoaks per bulan, 60 persen di antaranya soal politik. Saat ini, rata-rata lebih dari 100 hoaks per bulan, sebagian besar terkait pandemi Covid-19.
Alih-alih mencerdaskan, hoaks justru menyesatkan publik dengan informasi menyimpang. Jika hal itu dibiarkan, masyarakat bisa terjerumus dalam kubangan kabar yang keliru. Dalam konteks Covid-19, salah informasi bisa berakibat fatal, seperti tertular virus korona baru penyebab penyakit itu.
”Masyarakat kita telanjur ramai-ramai bergerak menggunakan media sosial, tetapi belum tahu bagaimana membaca informasi yang benar. Butuh literasi digital,” kata Ketua Presidium Mafindo Setiaji Eko Nugroho, ketika dihubungi di Jakarta, Rabu.
Secara terpisah, analis media sosial Ismail Fahmi mengatakan, dari sisi infodemi, masih banyak konten disinformasi dan hoaks di medsos, terutama menyangkut kesehatan. Ketika tersebar luas, konten itu memicu ketidakpercayaan terhadap penanganan Covid-19. Muncul juga stigma terhadap orang dan keluarganya yang pernah terkena Covid-19, bahkan juga bagi mereka yang baru akan ikut tes penyakit itu.
Untuk mengantisipasi dampak buruk infodemi, tokoh masyarakat harus gencar melakukan sosialisasi persuasif. Tidak bisa secara fisik, tetapi daring. Pemerintah perlu turun tangan dengan penegakan hukum jika infodemi semakin kacau.
Medsos juga menawarkan sisi positif bagi masyarakat. Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia Dedy Permadi mengatakan, medsos bisa berdampak positif jika dimanfaatkan secara tepat dan bijak. Medsos dapat digunakan untuk mendongkrak produktivitas publik, menjaga stabilitas politik, dan menciptakan tatanan kehidupan yang baik. Itu hanya bisa berkembang jika masyarakat memiliki literasi digital yang baik.
”Kemkominfo sangat mendorong literasi digital. Ini harus dilakukan bersama oleh semua komponen masyarakat. Kami pun sudah menyiapkan Gerakan Nasional Literasi Digital Siber Kreasi,” kata Dedy.
Praktisi social media marketing, Wiwik W, mengungkapkan, pandemi Covid-19 memberondong warga dengan berita yang menebar kecemasan berlebihan. Sebagian warga kemudian mencari hiburan dari kanal-kanal di medsos. Mereka menikmati aneka konten yang menyegarkan dan memberikan inspirasi segar. Sebagai contoh, unggahan kegiatan memasak dan diskusi virtual. ”Sistem di medsos memungkinkan dipersonalisasi sesuai keinginan individu,” katanya.