Penerapan normal baru untuk dunia pendidikan perlu mengedepankan hak anak, guru, dan orangtua. Jangan sampai tidak ada keseimbangan pemenuhan hak ketiganya.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan normal baru untuk dunia pendidikan perlu mengedepankan hak anak, guru, dan orangtua. Ketika hak mereka tak terpenuhi, mereka tidak bisa pulih dan kuat menghadapi normal baru.
Direktur Proyek Pengurangan Risiko Bencana Save The Children Victor Rembeth dalam sesi diskusi virtual ”Lembaga Pendidikan yang Adaptif terhadap Kebiasaan Baru”, Selasa (9/6/2020), di Jakarta, menyebut gerakan ini Pulih Bersama. Gerakan yang digagas oleh Save The Children ini mengandung tujuh aksi.
Sebagai contoh, aksi yang dimaksud adalah memastikan anak dapat bersekolah sesuai dengan hak-haknya. Selama pandemi Covid-19 dan banyak sekolah menerapkan pembelajaran jarak jauh, Save The Children menemukan anak berisiko terhadap kekerasan daring, tidak mengikuti belajar daring, dan anak terancam putus sekolah.
Ketika orangtua kehilangan pekerjaan dan hak atas penghasilannya tidak ada, ini akan memengaruhi mereka dalam mendampingi anaknya belajar.
Aksi lainnya adalah memastikan hak orangtua terpenuhi. Ketika orangtua kehilangan pekerjaan dan hak atas penghasilannya tidak ada, ini akan memengaruhi mereka dalam mendampingi anaknya belajar.
Aksi lain ialah mendukung guru untuk mendapatkan hak-haknya selama penerapan normal baru. Save The Children menemukan, tiga dari empat orang guru tidak memiliki akses terhadap internet dan laman. Institusi sekolah tempat guru mengajar pun belum tersedia sarana dan prasarana penunjang protokol kesehatan Covid-19.
”Pemerintah harus mempunyai penerapan kebijakan untuk satuan pendidikan yang aman dari bencana,” katanya.
Isolasi selama 14 hari
Ketua Pesantren Tangguh, Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Abdul Muid Shohib mengatakan, santri-santri akan kembali ke pondok secara bertahap. Pada tahap pertama, sekitar 10 persen dari total santri 22.000 kembali ke pondok. Jumlah santri itu diutamakan dari mereka yang berasal dari Kediri, Tulungagung, Blitar, Nganjuk, dan Jombang.
Di dalam pesantren sekarang rutin dilakukan penyemprotan disinfektan, juga pemeriksaan kesehatan kepada penghuni. Bagi santri-santri yang sudah selesai isolasi mandiri, mereka akan diizinkan kembali, tetapi mereka tidak langsung masuk ke pesantren. Abdul menyebut pihak pengurus telah menyediakan ruangan isolasi khusus bagi mereka.
”Jadi, mereka akan diisolasi lagi selama 14 hari,” katanya.
Sementara terkait kegiatan pesantren, Abdul mengatakan, menurut rencana akan diberlakukan ketat pembatasan jarak, wajib pakai masker, rajin cuci tangan, konsumsi vitamin, dan berolahraga.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Kediri, Jawa Timur, Mohammad Makmun mengatakan, pengurus masih mempersiapkan segala kebutuhan normal baru di pesantren, seperti pengaturan ulang dan kegiatan belajar. Persiapan tersebut diperkirakan berlangsung sampai akhir Juni.
Pondok Pesantren Al-Falah Ploso bekerja sama dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 setempat. Baik pengajar maupun santri akan secara bertahap diminta kembali ke pondok.
Makmun mengemukakan, pihaknya mengumumkan agar semua santri melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing. Ketika dinyatakan sehat, santri bersangkutan boleh kembali ke pondok dan dia akan diisolasi sekitar seminggu.
”Apabila santri menunjukkan gejala-gejala Covid-19, santri akan diisolasi dua minggu. Pengasuh akan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19,” kata Makmun.
Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Evy Mulyani menyampaikan, Kemdikbud sudah beberapa kali menyampaikan bahwa berlakunya tahun ajaran baru 2020/2021 pada pertengahan Juli 2020 tidak sama dengan pembukaan kembali sekolah. Kemdikbud terus melakukan analisis. Akan tetapi, pada prinsipnya, Kemdikbud selalu mengutamakan kesehatan semua warga sekolah.
Dia menjelaskan, pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) diperbolehkan dikemas secara kreatif sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah. Misalnya, metode daring, televisi, radio, modul, dan luring. Dia memandang, PJJ mendorong kolaborasi di antara pemangku kepentingan pendidikan untuk terus berinovasi.