Dunia pendidikan nasional tertatih menghadapi normal baru. Keberagaman kondisi sekolah beserta siswa dan guru membuat penerapan normal baru tidak bisa disamaratakan.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Banyak sekolah belum siap membuka kembali kegiatan belajar-mengajar tatap muka secara fisik. Para guru masih kesulitan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Presiden Joko Widodo, seusai meninjau Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (2/6/2020), mengatakan, pembukaan berbagai pusat aktivitas masyarakat termasuk sekolah akan dilakukan melalui pertimbangan ketat. Angka reproduksi atau penularan virus di tiap daerah jadi pertimbangan penting.
Wakil Kepala SMA Negeri 6 Jakarta Bidang Hubungan Masyarakat Husniwati mengungkapkan, banyak orangtua ragu. Mereka mengkhawatirkan jaminan kesehatan ketika anak-anak kembali bersekolah.
”Untuk wastafel, sabun cuci, termometer tembak, kami menyediakan. Namun, kondisi anak di jalan, saat naik kendaraan umum, dan bercanda dengan temannya, kami tak bisa pastikan mengikuti protokol kesehatan atau tidak,” kata Husniwati, di Jakarta.
Kepala SMA Labschool Jakarta Suparno Sastro mengaku semuanya resah menghadapi normal baru dunia pendidikan. ”Banyak fasilitas yang harus dipersiapkan jika proses pembelajaran diterapkan dengan tatap muka. Ini tentu memakan biaya besar, di samping proses pengecekan kesehatan harus dilakukan setiap hari,” paparnya.
Kepala SMA Selamat Pagi Indonesia, Kota Batu, Malang, Jawa Timur, Risna Amalia menceritakan, selama pandemi Covid-19, sebagian siswa pulang ke rumah dan sebagian lagi tetap tinggal di asrama. Pembelajaran dilakukan jarak jauh oleh guru dari luar kompleks sekolah dan asrama. ”Kami belum akan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Semua pembelajaran sampai penilaian dilakukan daring sampai akhir tahun 2020,” kata Risna.
Ketua Ikatan Guru Indonesia Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, Nur Alim menceritakan, hampir setiap sekolah di kabupaten itu belum mempunyai alat pengukur suhu badan, sabun cuci tangan, dan fasilitas lainnya. Di sisi lain, pemerintah daerah belum memutuskan akan menggunakan metode pembelajaran apa.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana mengatakan, sekolah akan dibuka setelah kondisi aman dari penyebaran Covid-19. Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sonny Juhersoni menambahkan, hingga sekarang belum ada petunjuk teknis penerapan normal baru dunia pendidikan.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Jawa Timur, Suratno mengemukakan, pihaknya telah menyiapkan draf petunjuk pelaksanaan. Namun, semuanya menunggu rekomendasi dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad, Kemendikbud baru akan membahas hal ini dengan dinas-dinas pendidikan. Keputusannya akan keluar minggu ini.
Hati-hati buka sekolah
Pemerintah diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk tidak terburu-buru memulai proses belajar-mengajar di kelas dengan kondisi risiko penularan yang masih cukup tinggi. Menurut Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, kebijakan sektor pendidikan di tengah pandemi masih perlu didetailkan karena menyangkut berbagai aspek, salah satunya keamanan anak-anak.
”Tentu sulit bagi sekolah untuk bisa menjamin anak-anak terbebas dari penularan virus di sekolah. Masalah akan muncul ketika ada salah satu murid yang terinfeksi. Sekolah akhirnya diliburkan lagi dan sekolah akan mendapat tuntutan hukum dari orangtua,” katanya.
Ketua DPR Puan Maharani juga mengingatkan agar pemerintah mendengarkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan, seperti pendidik, orangtua, dan organisasi pendidikan, sebelum membuka kembali sekolah sebagai bagian dari penerapan normal baru.
Adapun Guru Besar Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, Anita Lie mengatakan, dirinya mengkhawatirkan kesiapan sekolah-sekolah menghadapi normal baru.
Karena itu, menurut dia, Kemendikbud bisa mengeluarkan daftar (checklist) kesiapan sekolah. Dalam situasi darurat seperti sekarang, pengukuran capaian pendidikan secara normal tidak bisa digunakan.
Masyarakat memang takut pada penularan Covid-19, tetapi perilakunya tidak.
Presiden Joko Widodo mengungkapkan, sampai saat ini penyebaran Covid-19 di Tanah Air belum sepenuhnya bisa dikendalikan. Karena itu, pelonggaran pembatasan sosial berskala besar dan pembukaan berbagai pusat aktivitas masyarakat harus dilakukan melalui pertimbangan keilmuan yang ketat. ”Kita tahu sampai saat ini belum semua provinsi, wilayah, bisa kita kendalikan. Oleh sebab itu, pembukaan, baik itu tempat ibadah, aktivitas ekonomi, maupun sekolah-sekolah, semua melalui tahapan-tahapan yang ketat dengan melihat angka-angka, baik Rt maupun R0 (reproduksi penyebaran). Semuanya memakai data keilmuan yang ketat,” tuturnya.
Ketua Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Pratiwi Sudarmono mengatakan, gelombang kedua penularan Covid-19 bisa terjadi di Indonesia karena pergerakan masyarakat sangat tinggi saat ini. ”Masyarakat memang takut pada penularan Covid-19, tetapi perilakunya tidak. Penularan bisa lebih banyak lagi terjadi karena tak ada pembatasan yang jelas, orang menjadi tidak takut lagi. Padahal, penemuan vaksin untuk menciptakan kekebalan terhadap virus ini masih cukup lama, paling cepat satu tahun ke depan,” ujarnya.