Kerja Fleksibel Semakin Menjadi Pilihan Setelah Korona
Belajar dari WFH selama pandemi Covid-19, sejumlah perusahaan berencana menerapkan kerja fleksibel setelah pandemi nanti. Ini lebih efektif bagi perusahaan dan memberikan keseimbangan kehidupan bagi karyawan.
Oleh
Yovita Arika
·5 menit baca
Dua bulan bekerja dari rumah sejak pertengahan Maret 2020, beberapa teman merasa terbiasa dan berharap pola seperti ini dapat diterapkan setelah pandemi Covid-19 ini teratasi. Meskipun begitu, tetap ada kerinduan bertemu rekan kerja di kantor untuk berdiskusi dan berbagi ide.
Sejumlah narasumber Kompas dalam beberapa kesempatan wawancara pun mengatakan, bekerja dari rumah saat ini bukan berarti produktivitas berkurang. Kemajuan teknologi informasi memungkinkan koordinasi, diskusi, ataupun rapat diselenggarakan secara daring. Jika biasanya dalam sehari hanya bisa menghadiri 1-2 kali rapat di luar kantor, kini bisa 3-4 kali rapat dan diskusi.
Seperti dikatakan Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia Wenseslaus Manggut melalui pesan Whatsapp ketika menjawab permohonan Kompas untuk wawancara melalui telepon beberapa waktu lalu, ”Maaf ndak bisa call… banyak concall (conference call).”
Kebijakan bekerja dari 6rumah (work from home) untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 telah mengubah ruang interaksi dan kolaborasi dalam dunia kerja. Karena sifat pekerjaannya yang dapat diselesaikan menggunakan komputer, sebagian besar bisa menyesuaikan dengan pola kerja baru ini.
Oleh karena itu, Twitter menawari karyawannya untuk terus bekerja dari rumah, bahkan setelah pandemi berakhir. Sementara Google dan Facebook memutuskan memperpanjang WFH hingga akhir tahun ini meski tetap berharap kantor dibuka untuk sejumlah kecil karyawan mulai Juli mendatang.
Facebook melihat WFH sebagai pola kerja baru ke depan walaupun tidak bisa diberlakukan untuk semua karyawan. Moderator konten, misalnya, harus tetap bekerja di kantor karena pekerjaannya meninjau posting grafik umumnya dianggap terlalu sensitif untuk dilakukan dari rumah.
Pendiri dan CEO Facebook Mark Zuckerberg seperti dikutip Poynter.org pada 22 Mei lalu mengatakan, separuh dari 45.000 karyawan Facebook dapat bekerja dari jarak jauh (remote working) dalam 5-10 tahun mendatang. Untuk itu, Facebook akan ”secara agresif” membuka lowongan untuk pekerja jarak jauh dan Facebook telah mengumumkan akan merekrut 10.000 orang tahun ini.
Keputusan ini, kata Zuckerberg, akan membantu perusahaan membangun alat untuk bisnis lain yang mendukung pekerjaan jarak jauh. ”Beralih ke pekerjaan yang lebih jauh (jarak jauh) akan memberi kita kesempatan untuk memajukan beberapa teknologi penting pada masa depan yang sedang kami kerjakan,” katanya.
Keseimbangan hidup
Jika Zuckerberg mempunyai alasan bisnis atas keputusannya tersebut dan para pakar meyakini hal tersebut akan meningkatkan daya ungkit Facebook, banyak pekerja berharap pekerjaan yang lebih fleksibel untuk keseimbangan hidup. Bekerja tidak selalu harus selalu di kantor, tetapi juga bisa dari rumah.
Survei internal Riviera Partners, perusahaan perekrut eksekutif global di Silicon Valley, menunjukkan, sekitar 60 persen karyawan meminta fleksibilitas atau kombinasi pekerjaan jarak jauh dan pekerjaan di kantor. Sementara 40 persen lainnya tertarik pada pekerjaan jarak jauh.
Di Amerika, bekerja dari rumah sudah jamak dilakukan. Survei MIT awal April 2020 terhadap 25.000 pekerja di Amerika (Forbes, 10/4/2020) menunjukkan, 15 persen responden sudah bekerja dari rumah sejak sebelum pandemi. Ditambah 34 persen yang menyatakan bekerja dari rumah pada masa pandemi, berarti kini hampir separuhnya adalah pekerja jarak jauh.
Bekerja dari rumah, berdasarkan penelitian tersebut, meningkatkan keseimbangan kerja/kehidupan dan menumbuhkan kesehatan mental yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas karyawan. Hasil uji coba Perpetual Guardian, perusahaan di Selandia Baru, yang pada Maret-April 2018 menerapkan kerja empat hari dalam seminggu kepada karyawannya, juga menunjukkan demikian.
Semua karyawan Perpetual Guardian melaporkan produktivitas lebih besar, keseimbangan kehidupan kerja lebih baik, dan tingkat stres lebih rendah jika dibandingkan kerja lima hari dalam seminggu. Jika pada survei akhir 2017 karyawan yang merasa mampu mengelola keseimbangan kehidupan kerja hanya sekitar 54 persen, setelah uji coba tersebut menjadi 78 persen.
Empat hari kerja
CEO Perpetual Guardian Andrew Barnes, sebagaimana dikutip CNN pada 19 Juli 2018, mengatakan, uji coba yang melibatkan peneliti luar tersebut dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi karyawannya. Dan hasilnya, tingkat stres karyawan juga turun 7 persen dan keterlibatan tim rata-rata meningkat 20 persen.
Uji coba tersebut sangat signifikan di Selandia Baru yang menurut Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memiliki produktivitas tenaga kerja rendah daripada negara lain. Dan kini, seperti dikutip BBC pada 22 Mei, Perdana Menteri Jacinda Ardern menyarankan perusahaan-perusahaan menerapkan empat hari kerja dalam seminggu untuk mendorong perekonomian, terutama sektor pariwisata, dan untuk keseimbangan hidup pekerja.
Alin Abraham, konsultan dan juga pakar sumber daya manusia di Singapura, pun mengatakan, kerja fleksibel memberikan keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik, terutama bagi sejumlah orang yang membutuhkan. Mereka, antara lain, yang bekerja sambil sekolah, ibu baru, serta orangtua yang ingin lebih banyak waktu bersama anak-anak atau merawat orangtua.
Pandemi Covid-19 telah mengajarkan bahwa kerja jarak jauh dapat dilakukan dengan baik untuk jenis-jenis pekerjaan yang bisa diselesaikan dengan bantuan teknologi. Dengan kebutuhan akan interaksi dan kerja tim yang kolaboratif, fleksibilitas kerja, yaitu gabungan kerja dari rumah dan kerja di kantor, bisa menjadi alternatif dalam kenormalan baru setelah pandemi.
Saling percaya antara pemimpin dan karyawan, tanggung jawab, serta keterampilan dalam berkomunikasi jarak jauh menjadi kunci keberhasilan fleksibel kerja. Hal penting yang harus diperhatikan, menurut Jarrod Haar dari Universitas Auckland yang turut meneliti uji coba di Perpetual Guardian, dengarkan karyawan dengan memberi mereka kebebasan mendesain ulang hal-hal baru.
Bahkan, sejumlah perusahaan teknologi di Amerika berencana memberikan tunjangan untuk meningkatkan ”fasilitas kantor” di rumah, serta menyediakan virtual happy hours dan virtual coffee breaks untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan kegembiraan. Pengalaman Barnes di Perpetual Guardian menunjukkan, kerja yang fleksibel akan menghasilkan tenaga kerja yang termotivasi, berenergi, terstimulasi, dan loyal.