Kebersamaaan menjalani Ramadhan 1441 Hijriah perlu terus dijaga hingga Lebaran, yang ditetapkan pada Minggu (24/5/2020), dan setelahnya. Persaudaraan itu bisa jadi modal kuat untuk menanggulangi Covid-19 bersama-sama.
Oleh
M Zaid Wahyudi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Kementerian Agama menetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriah jatuh pada Minggu (24/5/2020). Ketetapan itu membuat umat Islam Indonesia akan berhari raya bersama. Kebersamaan itu diharapkan terus terjaga hingga usai Lebaran guna menanggulangi wabah korona bersama.
"Kebersamaan Idul Fitri tahun ini adalah simbol kebersamaan umat Islam Indonesia dan sesama anak bangsa untuk menatap masa depan bangsa yang lebih baik," kata Menteri Agama Fachrul Razi usai sidang isbat 1 Syawal 1441 H di Jakarta, Jumat (22/5/2020) petang.
Selain pejabat Kementerian Agama (Kemenag), sidang isbat atau penetapan yang digelar secara daring itu juga diikuti perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), organisasi massa Islam, serta sejumlah ahli falak dan astronomi dari sejumlah perguruan tinggi dan lembaga pemerintah.
Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi MUI KH Abdullah Jaidi menambahkan Idul Fitri kali ini berlangsung dalam suasana prihatin akibat musibah korona. Karena itu, umat dihimbau untuk sholat Id bersama keluarga di rumah saja.
"Sholat Idul Fitri tidak dilarang, tapi pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan kaidah lebih baik menghindarkan kerusakan daripada mengambil maslahat," katanya.
Kerumunan sholat Id di masjid atau lapangan dikhawatirkan kian menyebarkan korona. Di daerah zona hijau atau dengan kasus korona terkendali memang dimungkinkan menggelar sholat Id di lapangan, tapi kondisi jemaah dikhawatirkan sulit dikontrol. Mengatur jarak saf sholat sesuai protokol saja tak mudah, apalagi mengecek jemaah datang dari mana saja.
Meski demikian, Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Yandri Susanto berharap pemerintah dan aparat keamanan tak melakukan tindakan represif dengan membubarkan masyarakat yang melaksanakan sholat Id di masjid atau lapangan. Pencegahan harus diutamakan, namun jika sudah terjadi maka perlu dikedepankan dialog.
"Masyarakat di zona hijau bertanya, kenapa sholat di masjid dilarang tapi pasar dan mal boleh buka?" katanya. Karena itu, butuh ketegasan pemerintah untuk menegakkan aturan pembatasan sosial.
Menanggapi itu, Fachrul menegaskan pemerintah masih memikirkan relaksasi kegiatan ibadah. Namun itu baru bisa dilakukan bila grafik jumlah yang positif korona sudah menurun. Jika masih menaik seperti sekarang, relaksasi belum memungkinkan dilakukan.
Kemenag sudah mengeluarkan edaran tentang panduan ibadah Ramadhan dan Idul Fitri di tengah pandemi Covid-19. Selain sholat Id di rumah, takbir keliling juga ditiadakan, cukup dilakukan di masjid, musola atau rumah. Silaturahim atau saling berkunjung Lebaran sebaiknya diganti melalui media sosial atau konferensi video.
Pemerintah menetapkan 1 Syawal pada Minggu karena saat Matahari terbenam pada 29 Ramadhan, Jumat petang, tinggi hilal di Indonesia masih dibawah ufuk, antara minus 5 derajat 17 menit hingga minus 3 derajat 58 menit. Dengan data itu, hilal pasti tak bisa diamati.
Sementara itu, laporan pengamatan hilal dari 80 lokasi di 34 provinsi oleh pegawai Kemenag juga tidak melaporkan teramatinya hilal. Karena itu, lanjut Fachrul, berdasar metode hisab dan rukyat, Idul Fitri ditetapkan Minggu.
Selain Indonesia yang sudah menetapkan Idul Fitri pada Minggu, sesuai data Proyek Observasi Hilal Global atau Islamic Crescent Observation Project (ICOP) hingga Jumat pukul 22.00 WIB, sejumlah negara juga sudah menetapkan 1 Syawal pada Minggu. Negara itu antara lain Malaysia, Turki, Australia, Jerman, Italia, Jepang, dan Filipina.
Kebersamaan menjalani awal dan akhir Ramadhan itu sudah terjadi beberapa tahun terakhir. Perbedaan diprediksi muncul lagi pada awal Ramadhan 1443/2022, serta Idul Fitri dan Idul Adha 1444/2023 akibat belum adanya kriteria tunggal dalam penetapan awal bulan hijriah. (Kompas, 23/4/2020)
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa`adi menambahkan dalam sidang isbat kemarin juga mengemuka keinginan berbagai organisasi massa Islam untuk menyatukan sistem kalender Islam Indonesia. Dengan demikian, awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijah bisa selalu dilaksanakan bersama.
"Kemenag menyambut gembira usulan itu dan akan segera menindaklajutinya," katanya. Pemerintah akan menyelenggarakan sejumlah pertemuan untuk menyatukan sistem kalender hijriah itu. Setidaknya ada dua syarat agar penyatuan kalender hijriah di Indonesia bisa terwujud, yaitu adanya kriteria tunggal penentuan awal bulan hijriah dan otoritas tunggal.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin seperti dikutip Kompas, 15 Mei 2018 menyebut penyatuan kalender hijriah itu butuh tiga syarat utama, yaitu adanya kriteria tunggal yang disepakati, batas wilayah hukum yang jelas dan otoritas tunggal. Dari tiga syarat itu, syarat batas wilayah yang tidak menimbulkan perdebatan.
Untuk kriteria awal bulan, saat ini ada sejumlah kriteria yang digunakan ormas Islam di Indonesia, baik yang menggunakan metode hisab maupun rukyat. Perbedaan kriteria itulah yang sering menimbulkan perbedaan awal bulan hijriah dan hari raya di Indonesia.
Sedangkan untuk otoritas tunggal, pemerintah sebenarnya bisa menjadi pemegang otoritas yang menentukan dan menjaga kalender hijriah. Namun nyatanya, penentuan awal bulan hijriah dan hari raya masih banyak ditentukan oleh masing-masing ormas Islam.