Pembukaan Kelas Tahun Ajaran Baru Mesti Mempertimbangkan Kondisi Siswa
Wacana pemerintah membuka kelas tahun ajaran baru 2020/2021 pada pertengahan Juli, seperti jadwal awal, dinilai kurang berempati pada kondisi orangtua, siswa, dan guru. Apalagi, perkembangan Covid-19 belum jelas.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
Kompas/Bahana Patria Gupta
Secara daring, siswa sekolah dasar mendengarkan arahan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di halaman Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (15/5/2020). Dalam kesempatan tersebut, siswa dapat bertanya kepada Wali Kota tentang banyak hal, seperti penanganan Covid-19 di Surabaya dan proses pendaftaran ke jenjang SMP. Dalam kesempatan tersebut, secara khusus Tri Rismaharini memotivasi siswa untuk tetap bersemangat meraih cita-cita walau dalam kondisi pandemi dan belajar di rumah.
Sesuai jadwal, tahun ajaran baru sekolah semester gasal 2020/2021 semestinya dimulai pada 13 Juli 2020. Namun, hingga kini, situasinya tampak belum terlalu kondusif. Para siswa masih belajar di rumah. Saat bersamaan, orangtua berjibaku menghadapi dampak pandemi Covid-19, terutama di bidang ekonomi.
Dalam situasi demikian, pemerintah diharapkan berempati terhadap kondisi psikologis orangtua, siswa, dan guru. Jangan terlalu bersikeras membuka tahun ajaran baru. Di tengah ketidakjelasan kapan pandemi Covid-19 bakal berakhir, masyarakat kelas bawah masih tertekan untuk mencari penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
”Kondisi ekonomi dan psikologis masyarakat saat ini tidak memungkinkan orangtua memikirkan mencari sekolah baru karena kebutuhan untuk bertahan hidup sehari-hari saja sudah susah. Jangan sampai mereka masih dibebani pikiran untuk mencarikan sekolah anaknya,” ujar Darmaningtyas, pengurus Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa, saat dihubungi, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Dia memahami realitas ada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama negeri tidak membayar sumbangan pembangunan pendidikan (SPP). Akan tetapi, kebutuhan bersekolah bukan hanya SPP, masih banyak komponen lainnya. SPP diperkirakan hanya 25 persen dari total beban pengeluaran sekolah anak di setiap jenjang pendidikan.
Darmaningtyas mengatakan, kondisi kelas kemungkinan terasa ganjil jika persebaran Covid-19 belum juga mereda pada Juli 2020, lalu tahun ajaran baru 2020/2021 dimulai dan pelaksanaan belajar memakai metode jarak jauh dalam jaringan.
Fungsi sekolah yang biasanya sebagai ruang untuk membangun interaksi dan relasi sosial antara murid satu dan lainnya, atau antara murid dan guru, akan hilang.
Menurut dia, tidak semua orangtua dan daerah siap dengan pembelajaran daring. Masyarakat Indonesia tidak hanya terdiri atas kelas menengah di perkotaan saja, tetapi juga kaum miskin di perkotaan dan warga yang tinggal di daerah pesisir serta pedalaman dengan jaringan listrik dan layanan telekomunikasi lancar.
”Pemerintah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan/Kemdikbud) perlu membuat evaluasi menyeluruh dan obyektif tentang penyelenggaraan pembelajaran selama masa Covid-19,” ucapnya.
Darmaningtyas menyampaikan, opsi memundurkan kelas tahun ajaran baru 2020/2021 memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positif mencakup, antara lain, tidak menambah beban orangtua, penghematan APBN untuk pendidikan sehingga bisa direalokasi, serta mengurangi kesenjangan proses dan kualitas pendidikan yang muncul.
Sementara sisi negatif opsi memundurkan kelas tahun ajaran baru 2020/2021 adalah lebih kepada siswa yang ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri. Pembukaan kelas tahun ajaran baru di Indonesia dan beberapa negara lain berbeda-beda.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Bukit Temulawak yang terletak di tepi kawasan permukiman tempat tinggal warga di Dusun Petir B, Desa Petir, Kecamatan Rongkop, Gunung Kidul, menjadi tempat untuk mengirimkan tugas sekolah secara daring, Selasa (12/5/2020). Tempat itu merupakan satu-satunya lokasi di dusun tersebut di mana mereka dapat mengakses jaringan internet melalui operator telepon seluler. Selama pandemi, pelajar yang tinggal di dusun tersebut setiap Senin hingga Sabtu harus mendatangi bukit itu agar dapat menerima tugas dari sekolah dan mengirimkan hasil pengerjaan tugas melalui jaringan internet yang terbatas.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim berharap, pemerintah jangan terburu-buru membuka kelas tahun ajaran baru 2020/2021 pada pertengahan Juli 2020. FSGI menilai, koordinasi pemerintah pusat dan daerah untuk segala urusan sampai sekarang masih buruk. Misalnya, pendataan bantuan sosial dan data penyebaran Covid-19.
”Jangan sampai nanti setelah suatu wilayah ditetapkan sebagai zona hijau, artinya terbebas dari penyebaran Covid-19, lalu ada korban positif di wilayah tersebut,” ujarnya.
Apabila pemerintah tetap bersikeras menjadikan pertengahan Juli 2020 sebagai awal tahun ajaran baru 2020/2021, FSGI menyarankan, pembelajaran jarak jauh tetap sebagai opsi terbaik. Opsi ini dirasa lebih aman dan nyaman bagi orangtua, siswa, dan guru, daripada memaksakan masuk sekolah seperti biasa. Apalagi, pemerintah tidak mengedepankan perhitungan dan pendataan yang baik.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad mengatakan, sekolah dibuka lagi paling cepat pertengahan Juli 2020, tetapi harus melihat kondisi pandemi Covid-19 ini.
”Kami hanya menyiapkan syarat dan prosedur. Terkait kondisi kesehatan dan keamanan pandemi, itu ada di gugus tugas dan Kementerian Kesehatan,” katanya (Kompas, 12/5/2020).
KOMPAS/RIZA FATHONI
Seto Mulyadi (akrab dipanggil Kak Seto) selaku Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) memberikan motivasi melalui permainan, lagu, dongeng dan sulap kepada anak-anak jalanan siswa Sekolah Master di Depok, Jawa Barat, Senin (18/5/2020). Kegiatan ini bertujuan untuk memotivasi anak-anak marjinal agar tetap semangat dan gembira belajar saat pandemi Covid-19. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dalam kelompok kecil dan berjarak sosial.