Mereka Bertahan Hidup dengan Makan Nasi Berlauk Garam
Masyarakat kelas bawah, terutama yang mengandalkan penghasilan harian, tidak mudah untuk hidup dalam masa pandemi Covid-19. Mereka melakukan berbagai cara agar bertahan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 yang terus berkepanjangan berdampak besar bagi perekonomian masyarakat yang kian terpuruk. Sejumlah masyarakat kehilangan pekerjaan, bahkan kelompok miskin dan rentan menjerit.
Mereka kini bertahan hidup dengan mengandalkan bantuan dari pemerintah ataupun masyarakat. Bantuan sosial baik sembako maupun dana tunai yang disalurkan pemerintah melalui Kementerian Sosial sangat dinantikan masyarakat. Jika manerima bantuan itu, setidaknya mereka memiliki beras dan bahan makanan lain, yang menghindarkan mereka dari bencana kelaparan.
Bagi pasangan keluarga Otong (51) dan Neneng (40), warga Kalibaru Timur, Jakarta Timur, bantuan sosial (bansos) sembako dari pemerintah sangat berarti bagi keluarganya. Apalagi, semenjak pandemi Covid-19 berlangsung, Otong yang sehari-hari bekerja sebagai buruh harian sama sekali tidak ada pekerjaan.
”Saya berusaha beralih menjadi pemulung, tapi susah juga,” ujar Otong, Jumat (15/5/2020), seusai menerima bansos sembako dari Menteri Sosial Juliari P Batubara.
Neneng yang sehari-hari menjadi tukang cuci kini menjadi satu-satunya harapan keluarga. Namun, upah mencuci Rp 25.000 tidak cukup untuk menghidupi keluarga mereka dengan dua anak.
”Saya bantu-bantu keponakan bikin kue, setiap sore dikasih Rp 25.000. Ada juga tetangga yang ngasih bantuan,” kata Neneng.
Untuk saat ini, menurut Neneng, yang penting ada beras sudah sangat berarti. Tanpa lauk pun tidak masalah. Makan nasi dengan garam sudah biasa bagi keluarga ini.
Hanya saja, yang membuat Otong dan Neneng pusing, kedua anaknya yang masih di kelas 1 SMK dan kelas 1 SMP yang tiap hari membutuhkan kuota internet untuk sekolah. Agar anaknya bisa sekolah, Otong dan Neneng memohon bantuan tetangga yang memiliki jaringan internet untuk berbagi dengan anaknya. ”Nebeng WI-FI gratis, atau nebeng ke temen mereka,” kata Otong.
Pandemi, bagi Toni Subahtiar (38), warga Kelurahan Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Timur, juga merupakan bencana besar bagi keluarganya. Sebab, sekitar dua bulan lalu dia kehilangan pekerjaannya, di PHK (pemutusan hubungan kerja) sebagai petugas keamanan di sebuah kompleks perumahan di Kalideres.
”Karena perumahan sudah banyak yang kosong, saya di-PHK. Padahal, sudah empat tahun saya kerja di sana. Sekarang saya menganggur. Sudah coba berulang kali mengisi Kartu Prakerja, tapi gagal terus. Percuma pemerintah bikin program kalau kami tidak bisa diakses,” ujar Toni, yang juga menerima bansos sembako bantuan Presiden.
Toni telah menjalani profesi petugas keamanan lebih dari 10 tahun. Kehilangan gaji Rp 3,3 juta per bulan sangat dirasakan Toni. Beruntung istrinya aktif sebagai petugas jumantik dan sekretaris RT sehingga ada pemasukan untuk menopang kehidupan mereka selama pandemi.
Rukmiyato (52), perempuan kepala keluarga yang tinggal di Jalan Percetakan Negara 8, Rawasari, juga berterima kasih karena akhirnya mendapat bansos sembako. Selama pandemi berlangsung warung kecil di rumahnya sepi. Padahal, dua anaknya masih SMK dan SD, membutuhkan makanan dan biaya kuota internet.
”Kami sudah dua kali dapat bansos sembako, sangat berguna. Tapi tetangga-tetangga banyak juga yang enggak dapat, katanya enggak terdaftar. Kalau kami hanya bisa berharap, ada duit yang dipegang buat beli gas, dan lain-lain,” katanya.
Hingga, Jumat, Mensos Juliari Batubara dan jajaran Kemensos terus blusukan turun ke daerah-daerah di Jabodetabek, menyalurkan bansos, dan memastikan bantuan tepat sasaran, terutama bagi kelompok rentan.
Pembaruan data
Kemensos terus melanjutkan distribusi bansos secara simultan dengan pembaruan data penerima bansos oleh pemerintah daerah. Apabila dalam penyaluran bansos ditemui data yang tidak valid, hal itu bisa diinformasikan untuk segera diganti atau diperbarui.
Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin menyatakan pada Kamis (14/5/2020) lalu bahwa penyaluran bansos sembako untuk tahap I di wilayah DKI Jakarta sudah 100 persen disalurkan dengan sasaran 955.312 kepala keluarga (KK). Kini sudah masuk pada tahap II dalam bentuk bansos beras, yang hingga 13 Mei 2020 lalu sudah menyasar 509.344 KK (35,11 persen) dari target 1.450.771 KK. Adapun untuk wilayah Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Bodetabek), per 14 Mei 2020, realisasinya sudah 207.113 KK dari 510.759 KK (40,55 persen).
Untuk penyaluran bantuan sosial tunai (BST), menurut Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kemensos Asep Sasa Purnama, hingga Kamis sudah menjangkau lebih dari 2 juta KK. Dalam situasi saat ini, diakuinya tidak mudah menjangkau 9 juta KK di seluruh Indonesia.
Untuk pemenuhan data penerima BST, saat ini Kemensos sudah menerima 8,1 lebih data penerima bansos yang sudah dipadankan oleh Pusat data dan Informasi (Pusdatin Kesos).
”Perlu dipadankan sebab persyaratan BST ini yang tidak mendapatkan bansos PKH dan Program Sembako. Perlu dicek apakah terjadi tubrukan atau tidak,” katanya.
Sejauh ini, kerja sama dengan pemda sudah berjalan dengan baik. Namun, kemungkinan saja ada 1-2-3 data yang masih belum valid. ”Jika dalam perkembangannya ditemukan ada data yang tidak valid, silakan dilaporkan. Nanti akan kami tutup. Kemudian daerah perlu menyiapkan penggantinya,” kata Asep.
Sekjen Kemensos Hartono Laras menegaskan, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) memuat 40 persen penduduk dengan pendapatan terendah. Untuk mempercepat penyaluran dan memastikan ketepatan sasaran, Kemensos tidak bisa bekerja sendiri.
Berbagai langkah yang dilakukan Kemensos diharapkan mempermudah langkah daerah untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19. Sebab, sesungguhnya, peran daerah sangat vital. Merekalah yang paling tahu siapa warga yang berhak dan tidak berhak terima bansos. Jadi bukan malah menyelewengkan atau menyalurkan kepada pihak yang tidak tepat sasaran. Lebih fatal lagi, jika sampai digunakan untuk kepentingan politik.