Pembatasan sosial karena Covid-19 menyebabkan segala aktivitas dilakukan di rumah. Segala dinamika emosi yang muncul menjadi tantangan menjaga keutuhan komunikasi keluarga.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pembatasan sosial karena Covid-19 tidak mudah dilalui oleh setiap keluarga. Aneka bentuk kecemasan yang muncul karena perubahan pola hidup menjadi tantangan yang perlu dikomunikasikan antar anggota keluarga.
Artis sekaligus pemerhati keluarga dan pendidikan anak, Shahnaz Haque, mencontohkan pengalaman dirinya yang selalu membiasakan berpikir kreatif. Kebiasaan ini diyakini membuat jiwanya sehat.
"Setiap bangun pagi, saya membangun kebiasaan mau membuat apa, misalnya masakan apa. Ga melulu tidur sehingga bantal jadi gepeng," ujar dia di sela-sela bincang - bincang (talkshow) virtual "Hallo Parents! Masih Sehat Jiwanya, Kuat Raganya?", Jumat (15/4/2020), di Jakarta. Talkshow ditayangkan di akun pribadi Shahnaz.
Selama talkshow, dia ditemani oleh President Director Brawijaya Healthcare Amira Ganis dan blogger Lia Toriana.
Jiwa yang sehat membuat badan nyaman beraktivitas (Shahnaz Haque)
Shahnaz meyakini, jiwa yang sehat membuat badan nyaman beraktivitas. Dengan kata lain, raga kuat dimulai dari pikiran. Dia mengakui tidak mudah mengendalikan pikiran. Langkah pertama yang dia biasakan adalah menyadari pikiran - pikiran yang muncul, sebelum akhirnya dia bertindak.
"Selama bisa membiasakan mengendalikan pikiran, kita bisa membawa suasana positif kepada orang - orang di dalam rumah. Barangkali, kita semua bisa mulai menyadari apakah selama ini membawa pengaruh negatif bagi orang - orang dalam rumah kita atau malah sebaliknya," kata dia.
Dari sisi pengasuhan anak, Shahnaz mempunyai tiga orang anak perempuan yang berusia remaja. Kepada mereka, dia mengajarkan untuk belajar mendengarkan dan memberi masukan. Kedua sikap ini butuh dilatih terus - menerus. Ketika sedang berada dalam emosi marah atau beban tugas banyak, misalnya, sikap mendengarkan perlu dikedepankan. Dengan latihan ini, komunikasi antarsesama berjalan lebih positif.
"Sebagai orang tua, usai marah kepada anak, peluklah mereka. Ini penting sebagai bagian dari pengasuhan anak bahwa mereka tetap disayangi," kata dia.
Shahnaz menambahkan, terpaan berita perkembangan Covid-19 membuat semua keluarga tidak nyaman. Gejala penyakit apapun saat ini mudah memicu asumsi seseorang terkena Covid-19. Berdasarkan pengalamannya, dia menyarankan agar penonton berani memilah-milah informasi.
Selalu bersyukur
Lia Toriana menyebut pembatasan sosial sebagai ujian kehidupan. Namun, dia selalu membiasakan dirinya dan anggota keluarganya bersyukur.
"Masih bisa beraktivitas bersama-sama di rumah," kata dia.
Untuk mengatasi stres, Lia mencoba menyusun agenda yang dia minta seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anaknya, mematuhi. Misalnya, jam belajar dan bermain bersama.
"Saat di rumah bersama-sama hampir dua bulan, kami akhirnya menjadi sama tahu sifat asli masing-masing. Jadi, kami akhirnya latihan paham karakter masing-masing. Anak pun jadi belajar memahami perasaan orang tua begitu pula sebaliknya," imbuh dia.
Almira Ganis menyarankan pentingnya membuat daftar kegiatan yang harus dilakukan setiap hari. Dengan cara ini bisa menjaga dari stres. Bersama anggota keluarga lainnya, orang tua perlu mengajak bersyukur terhadap kesehatan.
"Pandemi Covid-19 mengajarkan pentingnya menghargai kesehatan. Makan sehat. Manfaatkan telekonsultasi dan aneka bentuk layanan digital untuk memeriksakan kesehatan diri," kata dia.
Almira mengatakan, saat ini semua fasilitas kesehatan telah mempunyai protokol. Rumah sakit umum bukan rujukan Covid-19 juga membuat penyaringan calon pasien. Apabila pemeriksaan awal terdapat gejala - gejala mencurigakan, rumah sakit akan segera menempatkan mereka ke ruang terpisah sebelum akhirnya dibawa ke rumah sakit rujukan.
"Di tengah kondisi sekarang, saat anak atau diri kita mengalami gejala sakit, saran saya jangan terburu-buru berasumsi terkena Covid-19. Konsultasi jarak jauh dengan dokter bisa dicoba dulu. Intinya, jangan sampai panik dan paranoid," imbuh dia.