Henky Solaiman, aktor senior Indonesia, meninggal pada Jumat (15/5/2020). Dia mewarnai banyak film Indonesia sejak tahun 1970-an. Sosoknya sederhana, terbuka, dekat dengan generasi muda.
Oleh
Ilham Khoiri
·4 menit baca
Indonesia kembali kehilangan salah satu aktor senior, yaitu Henky Solaiman (78 tahun). Dia salah satu pendiri Teater Populer tahun 1968, aktif bermain film, dan kemudian menggeluti penyutradaraan. Di luar itu, almarhum dikenal sebagai sosok yang sederhana, rendah hati, terbuka, dan dekat dengan generasi muda.
”Sebagai aktor, Henky selalu berhasil memainkan peran dalam pendekatan komedi. Auranya itu menggembirakan. Sebagai pribadi, dia orang yang sederhana dan mengajarkan pada saya tentang kesederhanaan,” kata Slamet Rahardjo Djarot, aktor dan sahabat dekat Henky, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (15/5/2020) malam.
Edmay Indriani Wijardi, istri Henky, saat dihubungi via telepon, Jumat malam, menuturkan, suaminya meninggal di rumahnya di Kedoya Selatan, Jakarta Barat, Jumat, sekitar pukul 16.40 sore, karena sakit. Dari rumah, almarhum lantas disemayamkan di Rumah Duka RS Husada, Mangga Besar, Jakarta. Jenazah akan dikremasi di Krematorium Oasis Lestari, Tangerang, Banten, Minggu (17/5/2020).
Aktor itu berhenti berakting di film maupun sinetron setelah sakit kanker usus beberapa waktu lalu. Meski kabar sakitnya sudah terdengar sebelumnya, kepulangan seniman kelahiran Bandung, Jawa Barat, 30 Agustus 1941, itu tetap mengejutkan dunia film nasional.
Henky, antara lain bersama Slamet Rahadjo, mendirikan Teater Populer Hotel Indonesia—yang kemudian bernama Teater Populer—di Jakarta pimpinan Teguh Karya tahun 1968. Dia lantas aktif mengembangkan teater itu dan berkawan dekat dengan sejumlah aktor, seperti Toeti, Slamet Rahradjo, Indra Malaon, dan Niniek L Karim. Sembari aktif di teater, dia juga bermain di banyak film.
Sebenarnya Henky memerankan banyak karakter dalam banyak film. Sebut saja, sekadar contoh, dia berperan sebagai Samsu dalam film Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1986), selaku Om Pinokio pada film Lupus, Tangkaplah Daku Kau Kujitak, lantas tampil menjadi pengacara dalam film Ca-bau-kan (2002). Namun, sepert disampaikan Slamet, karakter yang menghibur lebih dikenal dan lekat dengan aktingnya.
Tahun 1980-an, Henky terjun dalam penyutradraan, juga dalam sinetron di televisi. Sejumlah sinetron dihidupi oleh aktinya yang segar. Menurut Marselli Sumarno, dosen Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (FFTV IKJ), Henky lebih kuat sebagai aktor. Profesi itu terus dia tekuni. Meski sudah senior, dia bisa dekat dengan generasi muda. Itu diperlihatkan dengan tampil dalam film-film pendek ujian akhir di IKJ.
Salah satu film pendek itu, Wan An (2012) besutan sutradara Yandi Laurens. Dalam karya ini, Henky menjadi seorang lelaki tua hidup bersama istrinya, suka menikmati minum teh di pagi hari dan main mahyong bertiga, bersama tetangganya. Meski bangun dan tidur bersama, hubungan mereka kadang aneh, terutama saat bermain dengan kematian. Film produksi FFTV IKJ ini terpilih sebagai film pendek terbaik pada Festival Film Indonesia (FFI) 2012.
Sederhana
Slamet Rahadjo mengenang Henky sebagai pribadi yang sederhana dan mengajarkan kesedarhanaan. ”Dia abang saya dalam awal meniti karier di teater dan film. Saya selalu ingat pesannya soal kesederhanaan. Dengan menjadi orang sederhana, kita mudah membantu orang lain dalam bentuk apa pun,” katanya.
Orang sederhana, lanjut Slamet, mengutip pandangan almarhum, didasari oleh kerendahan hati, kebesaran jiwa, pantai memilah dan memilih. Ketika menjadi sederhana, seseorang menjadi tak punya kepentingan apa pun, kecuali berbuat naik. itu sebabnya Henky menjadi sosok pendamping religius bagi Slamet meski keduanya menganut agama berbeda.
Slamet bercerita, pernah mengalami krisis kesehatan saat menderita penyakit paru-paru kronis. Dirawat di rumah sakit selama satu bulan, tubuh dalam keadaan lemah, bahkan tidak boleh bicara, kematian di depan mata. Henky datang menguatkan sahabatnya itu dengan mengatakan, kamu tak pernah sendiri. Henky meyakinkan Slamet yang sakit bahwa sahabatnya itu bisa sembuh.
”Henky membuat saya percaya diri. Setelah dirawat selama satu bulan di rumah sakit dan tak boleh bicara, saya kemudian sembuh,” kata Slamet. Selanjutnya, dalam setiap penghargaan film yang diperolehnya, termasuk ketika mengacungkan Piala Citra, Slamet selalu ingat Henky, terutama pandangannya tentang kesederhanaan.
Henku meninggal di rumahnya di Kedoya Selatan setelah sebelumnya dirawat di rumah sakit karena ada kanker di usus besar. Kanker itu sudah diangkat, tapi ada komplikasi penyakit. ”Henky sudah dipanggil, sudah aman,” kata Slamet.
Di media sosial Twitter, banyak kalangan memberikan kesaksian tentang sosok baik Henky Solaiman. Salah satunya sutradara Joko Anwar. Lewat akun @jokoanwar, dia mencuit, ”Selamat jalan Om Henky Solaiman. Makasih untuk semua film dan inspirasinya. Semoga Indonesia bisa punya banyak aktor hebat seperti Om. Istirahat yang tenang ya, Om.”